Lihat ke Halaman Asli

Dwi Haryo Pambudi

Instrument Control System Specialist. Mahasiswa RPL S1 Teknik Elektro Unjani.

Mengenal Lebih Dekat Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara

Diperbarui: 2 Juli 2024   19:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

RM Soewardi Soerjaningrat adalah nama kecil Ki Hajar Dewantara yang dilahirkan di Yogyakarya pada tanggal 2 Mei 1889. Ia merupakan putra dari Raden Ayu Sandiah dan GPH Soerjaningrat, cucu Sri Paku Alam III yang berasal dari keluarga bangsawan Pakualaman. Presiden Soekarno menetapkan Ki Hajar Dewantara sebagai bapak Pendidikan pada 28 November 1959 atas jasa-jasanya di bidang pendidikan. Pada saat yang sama, hari ulang tahunnya 2 Mei, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Bangsawan merakyat
Ki Hajar Dewantara mengenyam pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School) - sekolah dasar untuk anak-anak Eropa. Ki Hajar Dewantara kemudian berkesempatan untuk mendaftar di STOVIA (School of Opleiding - Java Medical School. Namun ia tidak lulus dari sekolah tersebut karena faktor kesehatan. Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai seorang jurnalis yang mudah bergaul, fasih, namun gigih. . Ia berkontribusi pada beberapa surat kabar dan majalah, antara lain De Expres ,Sediotomo, Midden Java, Kaoem Moeda, Oetoesan Hindia, Tjahaja Timoer dan Poesara.

Budi Utomo
Ki Hajar Dewantara memulai pengalaman politiknya dengan bergabung dengan Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908. Ki Hajar Dewantara bekerja sebagai aktivis dan seksi propaganda serta mengkoordinasikan kongres Budi Utomo. Beliau menyadarkan masyarakat akan pentingnya semangat persatuan dan kesatuan sebagai sebuah bangsa.

Tiga Serangkai
Pada tanggal 25 Desember 1912, didirikan Indische Partij, partai politik pertama yang berideologi nasionalis. Pendirinya adalah Ki Hajar Dewantara bersama Douwes Dekker dan Dokter Cipto Mangunkusumo, yang kemudian sering dijuluki Tiga Serangkai. Pada tahun 1913, Ki Hajar Dewantara membantu membentuk Komisi Bumiputra untuk memprotes rencana Belanda merayakan kemerdekaannya dari Perancis. Masyarakat bertanggung jawab atas biaya peringatan 100 tahun kemerdekaan dengan memungut uang dari penduduk asli dan memungut pajak. Protesnya ia ungkapkan dalam bentuk artikel terkenal “Seandainya Aku Jadi Orang Belanda” (judul asli: “Als ik een Nederlander was”) yang dimuat di surat kabar De Expres. Akibat artikel tersebut, Belanda menjatuhkan hukuman pengasingan kepada Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker, dan Dr. Cipto Mangunkusumo di Belanda. Selama di pengasingan di Belanda Ki Hajar Dewantara memdalami mempelajari pendidikan dan pengajaran.

Taman Siswa
Ki Hajar Dewantara telah kembali ke kampung halamannya setelah enam tahun diasingkan. Beliau mendirikan Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta , pada tanggal 3 Juli 1922. Taman Siswa memberikan hak pendidikan kepada masyarakat adat seperti priyayi dan Belanda. Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan alat yang sangat penting bagi mobilisasi politik dan kesejahteraan masyarakat. Idenya adalah untuk mendistribusikan pendidikan secara merata sehingga seluruh masyarakat Indonesia dapat menikmatinya. Meskipun dia seorang bangsawan, dia memiliki jiwa yang menyatu dengan rakyat. Ide untuk mendirikan sekolah atau pendidikan muncul dari lokakarya (diskusi) yang diadakan setiap hari Selasa di Kliwon. Para peserta diskusi sangat prihatin (dalam penderitaan) terhadap keadaan pendidikan kolonial. Sistem pendidikan kolonial yang materialistis, individualistis, dan intelektual memerlukan padanannya yaitu pendidikan yang humanis dan populis, yang memayu hayuning bawana (memelihara kedamaian dunia). Pendidikan humanis, kerakyatan, dan nasional sangat cocok dengan sistem pendidikan bumiputra. Pendidikan ini memadukan model sekolah Maria Montessori (Italia) dan Rabindranath. Dari kedua sistem pendidikan tersebut lahirlah konsep Patrap Guru, atau perilaku guru yang menjadi teladan bagi siswa dan masyarakat. Kemudian muncullah semboyan yang sangat terkenal yaitu Ing ngarsa Sung tulada (sebelum memberi contoh), Ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan cita-cita), Tut wuri handayani (mengikuti dan mendukungnya).

Sikap Teladan

Banyak sikap teladan yang dapat dijadikan inspirasi oleh generasi muda. Ki Hajar Dewantara sangat mencintai pendidikan. Beliau mendedikasikan hidupnya untuk membangun konsep pendidikan di Indonesia dan menyadarkan pemerintah akan pentingnya pendidikan bagi kaum pribumi. Kita juga harus mencurahkan usaha dan upaya dalam dunia pendidikan, baik sebagai pelajar maupun guru. Ki Hajar Dewantara adalah guru teladan. Seorang guru harus memiliki tiga sifat yang menjadi semboyan Ki Hajar Dewantara, Ing ngarsa sung tulada: Seorang guru harus memberi contoh atau menjadi panutan. Ing madya mangun karsa: Selalu berada di tengah-tengah para murid dan membangun semangat serta ide-ide mereka untuk berkarya. Tut wuri handayani: Terus menuntun, menopang, dan menunjukkan arah yang benar bagi anak didik. Perilaku guru menjadi teladan bagi kehidupan sosial peserta didik. Ki Hajar Dewantara melawan ketidakadilan masa penjajahan Belanda melalui dunia pendidikan. Beliau memperjuangkan pendidikan bagi kaum pribumi agar dapat melawan penindasan.Dari perjuangan ini lahir pejuang-pejuang intelektual dari kaum pribumi. Ki Hajar Dewantara mengajarkan jika pemimpin tidak hanya memerintah, tetapi juga melakukan tindakan nyata. Integritas, kejujuran, dan moralitas menjadi inti dari kepemimpinan yang efektif.

Ki Hajar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline