Pemilihan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) 2024 menjadi babak baru yang penuh dinamika. Setelah dinyatakan menang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilihan Gubernur (PilGub) NTB 2018 yang lalu, pasangan mantan Gubernur Zulkieflimansyah dan wakil Gubernur HJ. Sitti Rohmi Djalillah gagal mempertahankan kursi kepemimpinan yang sebelumnya mereka raih dengan gemilang.
Berdasarkan data diskominfotik pemerintah NTB. Zul-Rohmi yang menjadi paslon nomor tiga saat itu unggul jauh melampaui ketiga calon saingannya. Zul-Rohmi unggul di empat kabupaten strategis, yaitu Lombok Utara, Lombok Timur, Sumbawa dan Sumbawa barat dengan total peraihan suara 811.945 (31,8%) dari total suara yang sah.
Namun, alih-alih memperkuat basis dukungan mereka, Zul-Rohmi justru pecah suara. Rohmi memilih maju sebagai calon Gubernur dan berpasangan dengan Musyafirin yang merupakan Bupati Sumbawa Barat. Berdasarkan pengundian nomor urut, pasangan Rohmi-Firin mendapat nomor urut satu, dengan diusung oleh tiga partai politik, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo).
Sedangkan Zulkieflimansyah kembali maju sebagai calon gubernur berpasangan dengan Muhammad Suhaili Fadhil Thohir. Paslon nomor urut dua ini didukung oleh tiga partai politik, yaitu Pertai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat (PD) dan Nasional Demokrat (Nasdem)
Dengan memecah suara yang sebelumnya mungkin terfokus pada pasangan Zul dan Rohmi, tentunya dapat mengakibatkan pembagian kekuatan politik di NTB dan hilangnya dukungan yang solid dari pemilih. Dikutip dari detik Bali, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengungkap alasan dibalik kandasnya duet Zulkieflimansyah-Sitti Rohmi Djalillah jilid II ini disebabkan karena tidak ditemukannya kesepemahan antara Zul dan Rohmi, terutama di internal elite NWDI. Strategi pecah kongsi mereka pada PilGub 2024 lalu ternyata melemahkan basis suara.
Hasil dari PilGub NTB 2024 ini menjadi pembelajaran penting bahwa persatuan dalam kepemimpinan politik dan strategi yang matang diperlukan untuk mempertahankan kepercayaan publik. Ke depannya, pecah suara ini juga berpotensi memengaruhi stabilitas politik di wilayah NTB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H