Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Musik Klasik Kurang Diminati di Indonesia

Diperbarui: 21 Oktober 2023   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : www.kibrispdr.org

Oleh : Dwi Garini Oktavianti

Mahasiswa Program Studi : Ilmu Komunikasi

Dosen Pengampu : Drs. Syafruddin Pohan, S.H, M.Si, Ph.D.

Email : dwioktavianti02@gmail.com

Siapa yang tak kenal Mozart dan Beethoven? Ya, kedua nama legendaris ini sudah pasti muncul ketika kita sedang berbicara mengenai musik Klasik. Namun, nyatanya masih banyak yang tak tahu mengapa tokoh-tokoh ini terkenal atau mengapa musik mereka abadi dan masih lazim hingga saat ini. Seperti Sonata No. 14 "Moonlight" in C-Sharp Minor yang merupakan salah satu lagu terpopuler di kalangan para pendengar musik Klasik. Terdengar asing, bukan? 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa musik Klasik memiliki pandangan kuno, membosankan, dan juga ketinggalan zaman. Dilansir dari Arts Journal oleh Jack Miles dan Douglas McLennan, genre musik Klasik menjadi jenis musik yang paling sedikit disukai oleh anak muda. Bahkan pada tahun 2008, hanya 3% tiket penampilan musik Klasik yang berhasil dijual. 

Musik Klasik lahir dari budaya Eropa sekitar tahun 1750-1825. Musik ini tergolong dalam beberapa periodisasi, mulai dari periode Klasik, Barok, Rokoko, dan Romantik. Musik Klasik sering dikaitkan dengan tokoh-tokoh besarnya, yakni Mozart, Bach, Beethoven, atau Haydn. Banyak dari mahakarya mereka yang masih diperdengarkan sampai hari ini.

Keberadaan musik Klasik kerap diartikan sebagai genre musik yang penuh dengan keindahan serta intelektualitas tinggi pada semua zaman. Seringkali dikaitkan dengan klasikisme, gaya seni, sastra, maupun arsitektur dari Eropa terutama pada abad ke-18. Salah satu karakteristik utama dari genre musik ini adalah memberi lebih banyak arti pada musik instrumentalnya. Di dalamnya terdapat irama dan nada yang teratur, bukan nada-nada miring. 

Musik Klasik sendiri masuk ke Indonesia dibawa oleh bangsa Eropa. Pada saat itu, nada dan bunyi mereka dinilai "eksklusif" karena hanya bisa dinikmati oleh segelintir bangsawan Belanda dan pejabat-pejabat kaya dalam pertemuan klub-klub elit serta pesta eksklusif mereka. Barulah memasuki pertengahan tahun 1930-an, industri musik dan film Indonesia mulai memainkan musik Klasik dan mengadakan pentas orkestra yang walau pada saat itu jarang diduduki oleh orang Indonesia, sudah dapat dinikmati oleh rakyat. 

Dewasa ini, stigma bahwasanya musik Klasik hanya diperuntukkan bagi orang-orang dari kalangan tertentu masih melekat sehingga menyebabkan minat terhadap musik Klasik tergolong rendah. Berikut beberapa alasan mengapa musik Klasik kurang diminati, terutama di era modern: 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline