Pada akhir Januari 2018 Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mencapai USD 357,5 miliar atau Rp 5.107,14 triliun. Dari angka tersebut terdapat utang pemerintah dan Bank Sentral sebesar USD 183,4 miliar, serta utang swasta sebesar USD 174,2 miliar. Hal ini seperti diliris Merdeka.com (15/03/2018) berdasarkan data pemerintah.
Utang Luar Negeri Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Dimulai dari masa pemerintahan Soekarno yang mendapat warisan utang dari Hindia Belanda, ditambah utang dari pemerintahannya sendiri. Meningkat pada pemerintahan selanjutnya hingga saat ini, yang tembus 5 triliun rupiah lebih.
Bagi negara berkembang, mengejar ketertinggalan dengan negara-negara maju menjadi suatu keniscayaan. Namun rencana-rencana pembangunan yang disusun pemerintah seringkali bertabrakan dengan modal. Sehingga negara berusaha mendapatkan pinjaman modal dari negara-negara maju. Akibatnya ULN makin hari makin menumpuk, ditambah lagi jenis pinjaman tersebut merupakan pinjaman berbunga.
Ekonomi Islam Solusinya
Persoalan utang luar negeri tidak pernah bisa lepas dari urusan bunga. Hal ini yang menjadikan negara yang berhutang (Indonesia) semakin terjerat dengan negara lain. Kemandirian bangsa tergadaikan, akibat kebijakan-kebijakan yang diberlakukan negara penguutang sebagai kompensasi dari pinjaman yang diberikan. Padahal Allah swt telah mengingatkan dalam Al Qur'an:
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan ( meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (QS. Al Baqarah: 278-279)
Disisi lain, ULN dapat menyebabkan negara-negara penjajah mengeksploitasi, mendominasi dan menguasai negeri muslimin. Baik dari sisi sumber daya alam amupun sumber daya manusianya. Islam tidak menganjurkan bagi negeri-negeri muslim untuk mengambil pinjaman luar negeri khususnya dari negara-negara kafir. Selain karena riba yang semakin bertambah, juga menyebabkan hilangnya kemandirian bangsa. Segala kebijakan harus diambil berdasarkan negara pengutang yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat.
Islam memandang bahwa dalam sistem ekonomi terdiri persoalan produksi, distribusi dan konsumsi. Dalam hal produksi baik barang maupun jasa, ini berkaitan dengan sistem kepemilikan. Baik kepemilikan negara, umum, maupun individu.
Kepemilikan negara
Harta milik negara adalah harta yang merupakan hak begi seluruh kaum muslimin yang mana wewenang pengelolaannya diserahkan kepada negara. Yang termasuk harta negara antara lain adalah: Fai, kharja, Jizyah, humus, dll.
Kepemilikan umum