Aku cinta padamu,
aku masih menyayangimu walau hanya dihati saja,
untuk slama-lamanya (slamat jalan kekasih)
tiba-tiba angin itu berhembus lgi, menyejukkanlagi
angin lalu yang pernah membuat menari bunga-bunga
men-dansa-kan kupu-kupu
tak bisa dipungkiri, meski kucoba tutupi
mantra itu terngiang lagi, dan ritual ketika mengucapnya.
mengusap lembut alis , berkata “kamu milikku, kamu takkan pergi dariku. Aku milikmu aku takan pergi darimu” saat itu layak 2 penguasa alam yang mampu menwujudkan apa maunya..
kini menyejukkan ingatan lagi,
setelah perjalanan bersama terhenti di jalan bercabang, tujuan yg berbeda,
hingga menganggap melangkah sendiri itu lbih baik.
Setelah sekian lama, terpikirkan lagi, setelah angin itu berganti dengan angin lain yang perlahan memenuhi ruang bernafas, angin lain yang selalu membuat ceria bunga dan kupu meski kadang terlalu kencang berhembus hingga hampir menghempaskan mereka.
Seharusnya tidak seperti ini,
Mungkin ini hanya pelarian hati saat angin berhembus kencang.
Saat keinginan tak terwujud.
Saat pengorbanan terabaikan.
Oh ini nostalgia hati yang tak seharusnya.
“Sadarlah, Setiap angin akan berhembus dengan cara dan rasa yang berbeda..
Mereka berusaha menyejukkanmu sebaik mungkin.
meski caranya berbeda. Maka hargai dan pahamilah...”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H