Lihat ke Halaman Asli

Dwi Elyono

Penerjemah

Ganjar, Prabowo, Khofifah - Alas Ketonggo, Mojopahit, Mataram

Diperbarui: 21 April 2023   00:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Nyapo Jakarta dipindah. Wis apik-apik kok dipindah. Lha terus bangunan pemerintah yang gede-gede itu buat apa?"

"Dari dulu selalu begitu, Mbah, polanya. Ken Arok setelah menghancurkan Kediri, memindahkan ibukota ke Singosari. Jauh sebelum itu, Mpu Sindok memindahkan ibukota Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Kemudian Mojopahit pindah ibukota dari Tarik ke Trowulan. Raden Patah menghancurkan Mojopahit, kemudian mendirikan kerajaan baru di Demak, jauh ke arah lor kulon dari Trowulan. Itulah sebabnya masih ada orang-orang dari Trowulan hingga Mediunan yang melarang anak-anak perempuannya menikah dengan anak laki-laki yang berasal dari lor kulon."

"Jangan asal ngomong. Jare Mbahmu?"

"Sultan Agung itu, kurang apa indahnya Kotagede, kok mendirikan ibukota baru di Kerta? Rupanya dia itu raja anti warisan - tidak mau begitu saja mewarisi kota yang dibangun dengan susah payah oleh ayahnya. Kemandirian dan kekerasan hati Sultan Agung semakin mencuat saat menyerang Belanda keparat di Batavia itu."

"Jadi Batavia itu, dulu diserang Sultan Agung, sekarang ditinggalkan Jokowi."

"Iya itulah, Sultan Agung sama Jokowi memang gatuk. Sama-sama gak suka dengan milik atau tinggalan penjajah. Setelah Sultan Agung wafat, yang nerusin Amangkurat. Dia itu juga mindah ibukota. Ke Pleret! Ndilala si Amangkurat ini kurang sip perilakunya hingga banyak yang nentang, terutama Pangeran Trunojoyo yang didukung Ki Ageng Kajoran. Hancur lebur itu Pleret diserbu pasukan Trunojoyo dan Ki Ageng Kajoran.

"Luar biasa Trunojoyo sama Ki Ageng Kajoran. Sangat luar biasa. Aku hormat, salut sama kedua pahlawan ini."

"Lha kemudian, penerusnya Amangkurat mindah ibukota ke Kartosuro! Kemudian, Kartosuro hancur lebur juga. Terus pindah lagi. Ke Solo!"

"Lho tempatnya Mas Gibran itu."

"Yo, nggene Mas Gibran. Nek nggenmu neng Alas Ketonggo kene, Mbah. Lha kalau dulu penguasa Mataram Kotagede, Sultan Agung, menggempur Batavia untuk merebutnya dari Belanda jiangkrik keparat itu, sekarang mantan penguasa Mataram Solo, Jokowi, berjuang memindahkan ibukota Nuswantoro dari Batavia atau Jakarta, yang bekas ibukota penjajah Belanda geblek itu, ke Nusantara di Kalimantan."

"Sultan Agung itu dari Mataram Kotagede. Jokowi itu dari Mataram Solo."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline