Teori Kantian triangle atau biasa disebut segitiga damai pertama dikemukakan oleh Immanuel Kant. Dia merumuskan segitiga perdamaian untuk menjaga keseimbangan hubungan antar bangsa. Segitiga ini merupakan salah satu varian dari Liberalisme.
Ini terjadi pada ketika Indonesia menganut Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin yang melibatkan Soekarno, PKI dan Angkatan Darat serta bagaimana Soekarno mempertahankan politik perimbangan kekuatan (balance of power) dalam kaitannya dengan mempertahankan kekuasaan di satu pihak dan perebutan kekuasaan antara PKI dan Angkatan Darat dipihak lain.
Soekarno, PKI dan Angkatan Darat adalah tiga kekuatan yang saling mendukung dan membutuhkan pada era Demokrasi Terpimpin. PKI sebagai pendukung Soekarno di bidang kekuasaan politik dan Angakatan Darat menjadi kekuatan Soekarno dalam melaksanakan Demokrasi Terpimpin. Masalah muncul ketika ada perbedaan ideologi dan sudut pandang antara Angkatan Darat dan PKI. PKI tetap dipertahankan oleh Soekarno karena la tidak memiliki organisasi pendukung sehingga membutuhkan PKI sebagai pengimbang posisinya dengan Angkatan Darat. Segitiga persoalan ini semakin tajam sehingga menyebabkan terjadinya pemberontakan G30S/PKI tahun 1965 di mana para perwira tinggi angkatan darat terbunuh dan Soekarno diyakini bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Seorang pengamat militer yang dituangkan dalam buku militer dan politik. Harol Growl, dalam bukunya ketika kampanye Irian Barat berakhir Angkatan Darat nampaknya berada dalam kedudukan sebagai pemeran bertahan dibandingkan masa-masa sebelumnya, pembenahan militer yang terjadi dengan cepat meningkatkan jumlah pasukan yang melampaui 300 ribu orang dengan peralatan persenjataan baru yang diperoleh dari Uni Soviet. Menurut harol, kewibawaan Angkatan Darat telah melambung tinggi oleh keberhasilan perjuangan pembebasan Irian Barat, keberhasilan yang ditunjukkan dalam penumpasan pemberontakan di Jawa Barat tahun 1961, dan Sulawesi tahun 1962.
Sementara kampanye berlangsung Angkatan Darat merasa dicegah untuk mengambil tindakan terhadap lawan di dalam negeri, tetapi dengan perkembangan situasi yang baru baik presiden, maupun PKI kedua-duanya segera memahami maksud-maksud tentara, agaknya beberapa kelompok Perwira Angkatan Darat cenderung memilih melakukan tindakan sedini mungkin untuk menghajar PKI di tahun 1960. Berusaha mendapatkan kedudukan yang lebih baik untuk meyakinkan rekan-rekan mereka agar bertindak tegas terhadap Soekarno, oleh karenanya presiden merasa terpaksa memotong kekuatan kepemimpinan Angkatan Darat.
Tindakan pertama Soekarno ditujukan kepada Menteri Pertahanan dan Keamanan serta Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Nasution. Yang dianggapnya sebagai perwira yang paling mampu berbalik menentangnya. Soekarno, Harol menilai bahwa kekuatan Nasution sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan dapat dikurangi dengan cara melepasnya dari kedudukan yang bersaing dengan dirinya sendiri. Sebagai Kepala Staf angkatan darat yang langsung mengkontrol pasukan, Soekarno bermaksud menggantikannya dengan perwira lain yang lebih bersedia tunduk ke bawah pengaruhnya, yang dipilih dari kalangan Jawa, dari kelompok di kalangan angkatan darat, yang tidak akan melakukan penentangan terhadap Presiden. Soekarno memahami bahwa Nasution tidak sepenuhnya populer di kalangan korps Perwira Angkatan Darat antara lain disebabkan karena ketidaksetujuannya terhadap praktek-praktek korupsi di mana banyak perwira yang terlibat. Namun, bagaimanapun Nasution tetap adalah pemimpin angkatan darat yang memiliki kewibawaan besar dan menjadi arsitek yang menyebabkan Angkatan Darat menjadi amat berkuasa.
Oleh karena itu Soekarno tidak dapat dengan begitu saja menyingkirkannya tanpa mengasingkan seluruh korps perwira dan hanya kecil harapan bahwa dalam umurnya yang 43 tahun itu. Nasution dengan sukarela mengambil pensiun, sampai pertengahan tahun 1962 suatu kesempatan diperoleh presiden yaitu ketika Nasution sendiri merencanakan konsolidasi kekuasaannya sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan. Persetujuan pokok yang diperlukan untuk itu adalah persetujuan penunjukan Nasution untuk menduduki pos sebagai panglima Angkatan Bersenjata, dengan segala kekuasaan untuk mengatur seluruh angkatan. Tetapi setelah Nasution setuju melepaskan kedudukannya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat di bulan Juni tahun 1962. Namun, Kepala Staf Angkatan Udara, Omar Dani, yang baru ditunjuk memprotesnya mungkin atas anjuran Soekarno sendiri.
Omar Dani menegaskan bahwa Angkatan Udara tidak akan tunduk kepada seorang Panglima dari angkatan lain, setelah berkonsultasi dengan kepala staf Angkatan Laut kepolisian dan pewaris yang ditunjuk. Nasution, Jenderal Ahmad Yani, Soekarno mengusulkan agar diberikan otonomi kepada keempat angkatan. Keempat Kepala Staf Angkatan dan hanya bertanggung jawab kepada Presiden sebagai panglima tertinggi Angkatan Bersenjata.
Sementara Nasution telah melepaskan jabatannya bagai menteri pertahanan dan keamanan pos yang diusulkannya yaitu Panglima Angkatan Bersenjata dengan kekuasaan operasional keempat angkatan diubah menjadi kepala staf Angkatan Bersenjata dengan fungsi yang terbatas pada koordinasi administratif pertahanan sipil.
Dengan demikian, Nasution berhasil dikendarai presiden dan ditendang ke atas dalam posisi yang tak berkuasa sekalipun peranannya masih berpengaruh, penyebab yang amat menentukan keberhasilan Soekarno dalam melakukan manuver - manuvernya adalah karena pemimpin angkatan darat yang baru. Yani bersedia mengikuti rencana yang diusulkan, Nasution pada mulanya mengusulkan penunjukan Deputi pertamanya Mayor Jenderal Gatot Subroto sebagai penggantinya, tetapi Soekarno enggan menerima Gatot karena ia dianggap pengikut Setia Nasution. Nasib agaknya telah turut campur tangan dalam hal ini dengan kematian Gatot Subroto yang mendadak di awal bulan Juni. Nasution kemudian mengusulkan beberapa nama lagi dan dari usulan tersebut Soekarno memilih Deputi kedua Nasution, yaitu Mayor Jenderal Ahmad Yani ia telah memperoleh reputasi yang baik ketika memimpin pasukan dan dengan mudah menumpas pemberontakan PRRI tahun 1958, dan sebagai seorang anti komunis yang keras, mendapat kepercayaan Nasution, dan korps perwira umumnya. Yani juga telah mendapat kepercayaan dari Presiden yang dalam kedudukannya sebagai Kepala Staf Koti telah membina kerjasama yang dekat dengan Presiden, Yani menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompok perwira yang moderat di kalangan angkatan darat yang beranggapan bahwa presiden adalah esensial dan sebagai orang Jawa yang tidak memiliki keislaman yang puritan seperti Nasution. Ia lebih mudah menjadi bagian dari lingkungan istana Soekarno.