Godaan terbesar membaca buku (fisik) sekarang adalah gawai. Sungguh saya merasa kewalahan saat ini. Banyak sekali aplikasi, fitur, media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, YouTube, aplikasi nonton film seperti Vidio, Netflix, Viu, Disney+Hotstar, We TV, membuat kesempatan membaca buku sangat sedikit.
Toxic Gawai Mengurangi Aktivitas Manusia
Bisa dikatakan toxic gawai tengah melanda ruang privat saya. Beberapa menit saja tidak melihat perkembangan media sosial dan berita dari gawai ada perasaan aneh. Hal itukah yang membuat akhir-akhir ini saya malas menulis. Akhirnya kualihkan hobi menulis dan membaca di gawai.
Di Facebook sering saya ikuti cerita-cerita pendek dari penulis yang akhirnya bergiat di media sosial. Pepih Nugraha, Sunardian Wirodono, Andrian Diarto, Putu Wijaya. Mereka rajin membuat cerita walaupun singkat-singkat di status Facebook.
Lama-lama ketagihan juga menulis di Facebook. Meskipun dengan berbagai kendala terutama pengetikan yang agak lama dibandingkan kalau mengetik di keyboard komputer.
Luwesnya menulis di gawai dapat dilakukan di mana saja. Sebetulnya penulisan artikel di gawai bisa juga dilakukan dengan voice note, jauh lebih cepat. Tapi bagi saya masih aneh karena jika menggunakan voice note saya mesti bicara saya bisa dianggap aneh bicara sendiri, kecuali mencari tempat yang sepi.
Kalau menggunakan jari untuk mengetik kendalanya adalah jari-jari saya terlalu besar sehingga kadang gampang terpeleset dan banyak sekali typonya. Ini yang membuat faktor ketelitian setelah menulis atau tahab editing begitu penting. Kalau tidak yang ditulis di layar gawai setelah dibaca terlihat berantakan.
Susahnya membaca buku di era media sosial merupakan tantangan. Dalam hati dan pikiran masih ada keinginan membaca tetapi berbagai godaan itu yang susah dilenyapkan dan pada akhirnya saya mengakui kekalahan meninggalkan kebiasaan lama yang saya andalkan untuk melahirkan ide-ide menulis.
Akhirnya saya mesti membaca lewat gawai dengan asumsi harus lebih selektif membacanya karena berita-berita di media sosial, koran-koran online terkadang bercampur baur dengan berita hoax.
Tumpukan buku itu kini hanya sering senyap, belaian tangan jarang menyentuh lembar demi lembar buku. Bahkan buku pelajaran untuk mengajarpun kini lebih banyak tersimpan di file drive, di google file atau di linktree.
Begitu Cepatnya Perubahan Budaya Masyarakat Akibat Media Digital
Kadang manusia modern begitu keji menutup akses masa lalu. Hal-hal yang lumrah dilakukan di masa lampau kini jarang sekali dilakukan. Koran-koran yang dulu pernah berjaya satu per satu rontok, toko buku yang dulu ramai dikunjungi sekarang rontok satu per satu.