Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Budaya "Ujung" Sebuah Kenangan yang Membahagiakan

Diperbarui: 23 April 2023   09:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Ilustrasi Tradisi Ujung di Hari Lebaran| Dok Kompas.com/Ika Fitriana

Kata "Ujung" pasti sangat dikenal di Jawa khususnya di tempat kelahiran penulis di Magelang. Pas Hari Lebaran setelah bubaran Sholat Ied. Orang-orang di desa akan memulai ritual dengan ujung terutama pada orang tua dan tetangga sekitar. Ujung dimaknai sebagai datang ke saudara, tetangga untuk sungkem, kepada orang tua, sekadar berharap ada yang dimasukkan ke kantong (uang receh).

Bagi anak-anak dan remaja kegiatan itu wajib dilakukan. Datang berbondong-bondong ke orang tua atau dituakan lalu sungkeman dengan kata-kata yang kurang lebih artinya mohon maaf lahir bathin.

Kenangan Masa Kecil yang Membahagiakan

Secara khusuk orang tua mendoakan."Yo, tole, Denok, tak tompo andung pangapuramu, mugo mugo, ing dino sing fitri iki dosamu lan dosaku lebur. Mugi Gusti ing sing Nggawe urip tansah maringi awak kang bagas waras. Donga dinungo ya..."(Ya Nak, saya terima maafmu, semoga di hari yang fitri ini dosamu dan dosaku lebur. Semoga Tuhan yang Maha Pencipta selalu memberikan tubuh sehat. Saling berdoa ya)

Padahal saya sendiri ketika datang ke orang tua hanya sungkem tanpa tahu mau ngomong bagimana hanya diam sambil mencium tangan sambil berlutut. Dan akhirnya matur nuwun sami-sami, Mbah..."

Setelah itu kami duduk rapi, sambil mata jelalatan melihat suguhan di depan mata. Ada wajik Bandung, Jadah(uli), wajik ketan, roti kelapa, roti kimpul yang berbentuk setengah bulat dengan warna putih dan merah, kacang goreng, emping mlinjo. dengan suguhan teh panas anget.

"Kuwi Le, toplese dibukak, kono miliho sakarepmu."(Itu nak topelsnya dibuka sana milih semaumu) Mbah Soma (sebut saja) duduk santai sambil membuka gulungan tembakaunya, menyiapkan sigaret, pemes atau pisau kecil untuk memotong-motong klembak dan menyan. Setelah itu kletik, korek api segera membakar rokok klembak menyan yang baunya menyengat tersebut.

"Ojo, isin-isin, kae wajike dipangan iku gaweyane mbah wedok. Uenak nyamleng tenan." (jangan malu-malu, itu wajiknya dimakan.itu buatan nenek, enak sekali)

Kami masih malu untuk mengambil.

"Ora usah isin, njupuk wae, opo pothil kuwi. Oh, kene tak bukakke emping."

Setelah yang kedua kali kami langsung menyerbu makanan yang sudah ada di depan mata.

Setelah beberapa saat, Sarjum sebagai pimpinan rombongan lantas. Minta pamit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline