Sejak 2001 saya sudah memasuki lembaga pendidikan. Menjadi pendidik sekaligus menjadi pembelajar bagi diri sendiri untuk mengenal karakter anak. Yang utama dan terutama adalah anak yang menginjak usia dewasa, bisa disebut ABG, karena usianya masih sekitar 12 tahun sampai 14 tahun. Sejak itu ratusan bahkan ribuan masalah anak menjadi pengalaman berharga bagi guru untuk mencoba mengenal dan menanganinya.
Dalam pengenalan saya pada para siswa yang tengah mengalami perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang bisa disebut remaja itu, gejolak anak tampak terasa. Mereka sedang mencari jati diri. Sampai umur 14 bahkan masih ada yang mempunyai sifat kekanak-kanakan.
Tidak kurang juga sejak SD banyak anak yang sudah tumbuh mandiri, tidak lagi tergantung pada instruksi orangtua. Mereka sudah bisa berpikir untuk belajar dan bertanggungjawab pada diri sendiri.
Banyak Kasus Berasal dari Anak Orang Kaya dan Pejabat
Privilege muncul dari orangtua yang terlalu protektif, ingin mengatur segalanya kehidupan anak. Ada semacam tekanan yang membuat anak minder, tidak punya teman, malu karena masih saja orang tua mendikte dirinya dalam banyak hal. Lingkungan, profesi dan kehidupan sosial keluarga pun berpengaruh pada sifat dan karakter anak.
Sebenarnya apa sih privilege yang saat ini menjadi viral ketika melihat tingkah laku pejabat Ditjen Pajak yang arogan yang kasusnya menjadi merembet pada kasus sumber kekayaan para pejabat negeri ini mempunyai tabungan jumbo dengan memanfaatkan privilegenya sebagai pejabat keuangan.
Privilege dalam KBBI disebut sebagai hak istimewa. Hak istimewa sebagai karena berasal dari anak pejabat, anak orang kaya, anak pengelola yayasan dan masih banyak arti lain yang bisa menjadi multitafsir. Kali ini penulis membahasnya dalam hal pengalaman mengajar saya.
Pernah ketika mengajar di kawasan elite di Jakarta Utara khususnya di Kelapa Gading menemukan banyak karakter anak yang sudah aneh. Apalagi ia termasuk anak kalangan berada (rata-rata memang kalangan berada).
Anak itu bisa mendikte guru, kritis dan terlihat berlebihan, dengan kenakalan yang membuat pusing guru. Malah ia berani menantang guru ketika guru berusaha menegur anak itu dengan halus. Ia melawan dan memberondong dengan kata-kata kasar.
Sepertinya ia mencoba merekam apa yang dilakukan orangtuanya pada karyawannya, hingga guru pun secara alam bawah sadar diperlakukan seperti pembantu atau karyawannya.
Guru kemudian memanggil orangtua dan menyampaikan permasalahan tingkah laku kepada orangtua. Apa yang terjadi? Ternyata kelakuan orangtua sama persis seperti anaknya yang over dan sok berkuasa, sok punya duit, hingga muncul perdebatan yang sedikit membuat tensi panas.