Melihat perawakannya yang besar, tinggi, kekar, rambutnya klimis dengan gaya kekinian, saya seperti melihat sosok AHY memang seperti cerita-cerita yang tergambar dalam pewayangan. Bisalah dekat dengan sosok Gatotkaca, atau dalam film-film India ia digambarkan seperti tokoh ksatria dan menjadi idola para wanita.
Berbaju elegan, dengan muka yang benar-benar "laki". Bahkan maaf bukan saja dikagumi oleh kaum hawa tetapi juga mereka yang punya orientasi menyukai sesama jenis. Ia benar-benar mengukur bahasa tubuh, pilihan kata dan juga mencoba menerapkan gaya pidato seperti saat masih menjadi tentara aktif, berkobar-kobar dengan pilihan diksi yang sudah terprogram. Gaya militernya masih kental terlihat.
Sebagian anak muda yang melihat sosok tokoh politik yang mendekati sempurna secara fisik pasti melihat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Apa sih yang kurang dari dirinya. Pintar ya, pendidikan tinggi sampai ke luar negeri ya, istri cantik dan artis iya, selebritis bisa masuk kategori itu mengingat gaya hidupnya yang memang penuh dengan gaya hidup yang mendekati orang-orang yang terbilang selebritas.
Tetapi apakah orang benar-benar mengidolakannya, ketika dalam setiap pidatonya ia selalu bernostalgia pada era presiden ke-6 alias orang tuanya sendiri. Sang Jenderal yang bisa naik daun berkat memanfaatkan kondisi ketika dirinya merasa tidak digubris oleh Presiden Megawati karena ada hal yang membuat Sang Megawati meradang dan merasa perlu mengabaikan sang Jenderal yang berpembawaan kalem dengan fisik tinggi besar.
Masyarakat mudah terpukau oleh suara, intonasi, pembawaan yang kalem dan "tenang". Pidatonya benar-benar membuat emak-emak klepek-klepek dan akhirnya menjadi idola baru di saat banyak yang cukup kecewa dengan pembawaan pemimpin perempuan yang lebih banyak diam, Presiden yang lebih banyak bekerja dalam sepi tidak terlalu sering membuat pidato-pidato mengawang-awang. Apalagi setelah kebijakan menjual Indosat yang membuat banyak politikus dan masyarakat meradang.
Muncullah sosok gagah yang dikenal sebagai ayah dari sosok politik muda dari partai Mercy, Politik dengan warna dominan biru tersebut. AHY begitu mengidolakan ayahnya, hingga tidak rela jika apa yang sudah dikerjakan oleh SBY terus mendapat sorotan tajam oleh partai politik.
Partai Demokrat ini akhirnya harus mengubah haluan ketika merasa tidak dirangkul oleh Presiden Jokowi. Maka AHY dengan politik yang cenderung terus mengritik kebijakan yang bagi mereka hanya plek ketiplek alias meniru kebijakan presiden ke 6 dulu tentang BLT.
Bahkan diwaktu lain sang anak mantan presiden itu terus melancarkan perang dengan mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi hanya gunting pita atas perencanaan, blueprint infrastruktur yang dan proyek-proyek SBY yang sudah "selesai"70 sampai 80 persen. Bahkan juga AHY menyerang bahwa pemerintahan Jokowi tidak tahu terimakasih atas jasa-jasa pemerintahan sebelumnya.
Dari beberapa tayangan dan data-data di media sebenarnya Jokowi pernah mengatakan terimakasihnya kepada SBY saat meresmikan Bandara Kertajati yang sebetulnya sudah direncanakan sejak zaman Soeharto, dan mencoba dirancang lagi di masa pemerintahan SBY, namun banyak kendala sampai akhirnya bandara Kertajati benar-benar dikerjakan dan diselesaikan di masa pemerintahan Joko Widodo.
Sontak netizen menganggap bahwa pernyataan AHY blunder dan banyak yang menyayangkan bahwa politik yang dipakai AHY bisa malah menampar diri sendiri. Politik menyerang bukan dengan menawarkan ide baru, solusi baru dan memberi gagasan segar agar masyarakat terpikat dengan gagasannya. Pidato AHY dianggap netizen lebih ke arah "Nyinyir". Ayo anak muda beri gagasan baru, bukan membangga-banggakan karya bapaknya. Banggalah pada diri sendiri, percaya pada kemampuan diri sendiri bahwa kamu mampu berdikari dan mempunyai gagasan visioner, tidak lagi menengok ke belakang.
Gibran Rakabuming Raka Pendatang Baru Politik
Sosok anak muda yang lain adalah Gibran Rakabuming Raka. Kalau dibandingkan dengan AHY, ya orang bisa menilai. Gibran bukan sosok idola secara fisik. Ia bukan terbentuk dengan gaya militer yang kaku dan tegas. Ia lebih seperti orang biasa, yang mengandalkan kerja kerasnya untuk meyakinkan orang lain bukan karena fisik namun lebih pada usaha kerja keras untuk mandiri tidak pernah mengandalkan bahwa ia anak pejabat tinggi, anak presiden pula.