Aku tidak lagi berpaling untuk melihat pengalaman teman-teman, ini tentang diriku, tentang beberapa pengakuan jujur, tentang sikap dan kisah cintaku . Aku bukan seorang yang mirip Roy Martin yang amat lihai merayu, gampang dekat dengan perempuan-perempuan cantik. Tapi bisa dibilang kisah cintaku mirip novel roman.
Tetapi bukan berarti aku manusia buruk rupa. Ini penghinaan, sebab bapakku itu bisa dikatakan yang terganteng di lingkungan sekitar dan ibuku dulu adalah bunga desa zaman dulu, tidak mungkin anaknya seperti Joko Periuk yang buruk rupa. Paling tidak dekat dengan Rano Karno, meskipun perawakannya tidak segagah Roy Martin tapi tetap mempesona di mata perempuan.
Yang tidak disuka perempuan terhadapku adalah karena aku cenderung tidak mau diatur, keras kepala dan susah dinasihati. Kalau masalah fisik ya cukuplah modalku untuk bisa memacari perempuan.
Sarjum, Surandi, dan teman-teman lain di desaku. Sebetulnya tahu, aku bisa menjadi don juan, play boy kampung, tapi tidak aku lakukan. Aku itu hidup dengan dunia khayalan. Terlalu asyik dengan diri sendiri, terlalu cuek dan sedikit bisa dikatakan menurut pakar psikolog introvert.
Teman-temanku terbatas. Itu masa kecil. Waktu kecil aku takut gelap karena ketika malam pekat ada bayangan-bayangan makhluk aneh yang sering kulihat. Aku kadang melihat sesuatu seperti dejavu yang baru kutahu artinya ketika sudah besar.
Dalam sebuah mimpi aku seperti pernah merasakan pengalaman berdialog dengan sosok dalam dunia pewayangan, seperti Hanuman, Arjuna, Antasena dan Bima. Kelebat bayangan sosoknya begitu nyata tercatat dalam memori visual yang melintas saat mimpi.
Herannya pada tempat-tempat tertentu dalam perjalanan menyusuri alam sampai remaja, aku seperti pernah duduk berdiri dan ingatan itu melintas, ini di mana ya sepertinya pernah berdiri dan duduk di sini. Baru kutahu itu namanya dejavu.
Sejak kecil aku lebih senang berkhayal, bertualang menyusur sawah, senang berdialog dengan alam yang kuanggap lebih mengerti daripada teman-teman yang sering sekali membuatku dongkol dan marah.
Masa kecilku benar-benar penakut, maka ketika usia menginjak remaja aku berjanji untuk menguji diri dan mengurangi phobia yang tidak perlu. Ada sebagian yang berhasil termasuk ketakutan pada kegelapan. Suatu ketika nanti aku malah berani duduk sendiri di kuburan.
Mengapa kemampuan melihat hal-hal aneh itu tiba-tiba lenyap. Dulu aku suka bertingkah aneh, berlagak main seperti Gatutkaca, aku ikatkan selendang ibuku di pinggang, melompat ke sungai seakan terbang, apesnya bukannya mulus mendarat, tapi kepalaku terbentur kerikil di derasnya sungai di samping rumah. Darah mengucur. Ketika terbentur aku benar-benar lupa bahwa aku sempat hanyut, tapi menurut orang-orang aku mendapat pertolongan dari Pak Tarno, seorang pencari ikan pelus. Ia membopongku dan menggendongku sampai ke rumah.
Aku sadar ketika di rumah tetapi malu untuk menangis, meskipun perih sebenarnya terasa kepala di bagian yang terbentur. Sampai sekarang bagian di kepalaku ini jadi pitak. Aku tidak sadar bahwa kemampuan melihat hal-hal aneh itu tidak berbekas sama sekali. Bahkan saat melotot di kuburan angker tetap saja tidak bisa melihat apa-apa meskipun banyak orang yang sering ditampaki hantu dan makhluk halus lain.