Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Butir-Butir Kerinduan (3)

Diperbarui: 9 Mei 2022   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi oleh Joko Dwiatmoko

Di desa mentari yang beranjak di peraduan itu benar-benar kunikmati. Jadi ingat masa lampau ketika dalam hati tidak terbayang serambutpun akan tinggal di kota. Bagiku waktu itu desa adalah segalanya. Burung yang beterbangan dari ranting ke ranting, sesekali masih terdengar suara burung elang melayang-layang di angkasa mengincar ayam kampung peliharaan yang sendirian di tepi jalanan atau dekat pesawahan. Pada sebuah senja terlihat burung kuntul menyisir sawah dengan padi merebah. Itu sisa panen masih menyisakan bulir-bulir padi. Mereka sesap dengan paruh burung panjang   dan leher jenjang berbulu putih.

Dari kejauhan aku melihat betapa luar biasa alam ini. Dulu sebagai pelajar  masih sering pulang dengan jalan kaki. Bukan melewati jalan biasa melainkan jalan berkelok-kelok di antara bebatuan dan juga pohon rindang tepi sungai. Ketika sungai tampak terjal terlalui aku  naik ke tepiannya berupa tebing atau lereng yang penuh dengan pohon jambu liar. Sambil melangkah kusambar jambu batu yang ranum, kumakan sambil menikmati suara desis angin dan sesekali mendengar suara- suara lirih dari gamelan yang ditabuh. Suara itu dari mana tidak penting, sejak kecil aku sudah mendengarnya berkali-kali.

Gamelan itu terdengar seperti iringan untuk pertunjukan kesenian tradisional. Namanya Jatilan suaranya ritmis, sesuai untuk iringan pertunjukan formasi perang dan dengan gerakan tari yang berujung trance. Biasanya pemainnya mengenakan kacamata hitam. Bajunya baju perang perajurit menak yang mengadaptasi pakaian dari negeri seribu satu malam, abu nawas dengan rompinya yang unik. 

Tetapi lebih sering mereka memakai properti kuda lumping. Puncak pertunjukan akan lebih menegangkan bila beberapa pemainnya "ndadi" atau trance istilah globalnya. Kalau sudah ndadi mereka suka aneh-aneh ada yang meminta makan kaca atau beling, makan pisang, makan sesajen yang sudah disiapkan. 

Ada adegan yang lebih mengerikan yaitu mengepruk buah kelapa dengan kepalanya, anehnya kelapa itu bisa pecah. Penonton yang melihat ngeri, membayangkan kalau kepala pemain itu juga bocor ketika diadu kelapa.

Jangan sekali-kali mengganggunya saat adegan ndadi, akan terjadi huru-hara sebab roh yang merasuk ke tubuh pemain itu bisa ngamuk. Mereka yang mengganggu akan di kejar sampai di mana mereka menyingkir.

Itulah, cerita-cerita unik yang sering menjadi teman bagi masa laluku. Betapa banyaknya cerita unik menarik yang bisa kembali membuka memoriku, dan membuat butir butir kerinduan menggelegak ketika lama tidak pulang ke kampung halaman.

Di Kota dengan segala kemegahan gedung-gedung menjulang, roda ekonomi yang berputar sampai larut malam, suara-suara musik yang terdengar hampir tiap sudut gang, kadang membuatku merasa, kegaduhan kegaduhan itu  terasa kering. Rindu akan kampung halaman tampak lebih besar daripada erotisnya klub malam. Lama terbiasa menikmati sunyi, pertama kali ke kota terasa seperti gegar budaya, namun semakin lama aku harus membiasakan diri dengan kota yang penuh individualisme, penuh basa-basi dan keramaian yang tak pernah surut meskipun malam telah larut.

Tidak ada pertunjukan jatilan, tidak ada suara gamelan gaib, yang ada adalah suara gaduh dari pintu-pintu rumah dan kontrakan yang jumlahnya jutaan. Mereka larut sendiri bersama roda kehidupan kota yang serba bergegas. Di kota harus sigap kalau tidak sigap dan cepat bekerja akan terlindas. Begitulah tidak ada ampun untuk orang yang pemalas. Kecuali mau menjadi preman pengkolan yang sepanjang haru harus berpanas ria mengatur arus lalu lintas yang semrawut sepanjang hari.

Semua ada sisi baik dan buruknya lingkungan. Kalau mau damai di kota, suara kebisingan itu anggap saja angin lalu, jika ingin bertahan ya harus kompromi dengan segala keruwetan kota dan ketergesaannya. Kalau mau suasana sepi mungkin hanya kuburan tempatnya itupun akan ramai bila akhir pekan, atau banyaknya kambing-kambing yang menghabiskan bunga segar setelah ditabur oleh para peziarahnya.

Mau dengarkan gamelan, ah mungkin hanya fatamorgana, kalau suara lengkingan pedagang ya sepanjang hari bisa terdengar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline