Sungguh berat menjadi presiden di era sekarang, apalagi menjadi presiden yang siap tidak populer, siap melawan arus dan yang berpikir jauh ke depan, seperti seperti fokus membangun infrastruktur untuk kemajuan bangsa di masa depan.
Masyarakat sekarang ini lebih menyukai yang serba instan, makmur yang langsung dibayangkan sebagai sandang,pangan yang murah, pemerintah yang mengakomodir setiap kelompok dengan memberi dana segar bagi ormas-ormas dan organisasi kemasyarakatan.
Presiden yang didamba adalah presiden yang langsung bisa mengatasi permasalahan bencana dengan sangat cepat, tidak membuat aturan aneh seperti PPKM, vaksinasi, dan aturan ketat saat muncul bencana seperti covid.
Masyarakat maunya bebas tidak mengenakan masker dan tidak dibatasi ruang geraknya saat ada upacara keagamaan dan kepentingan mudik dengan tetek bengek peraturan.
Pokoknya pemerintah yang baik yang tidak menyusahkan rakyat dengan menjamin BBM tidak naik, memastikan kebutuhan bahan pokok murah dan terjangkau dan bisa menyediakan lahan pekerjaan, tanpa persyaratan yang berbelit-belit.
Begitu sempurnanya tuntutan masyarakat seperti yang disuarakan mahasiwa saat ini. Semudah itukah? Kalau Jokowi itu dewa atau manusia super mungkin bisa melakukan, namun kalau menjadi presiden bukanlah mudah memenuhi tuntutan itu.
Tidak boleh berhutang, tidak boleh membangun jalan tol fokus pada kesejahteraan rakyat. Fokus pada pemenuhan kebutuhan pokok, tidak menambah utang cukup memenuhi tuntutan mahasiswa yang hanya membaca cerita- cerita tragis masyakat dengan pendapatan rendah.
Padahal pemerintah sudah mengerahkan segala cara untuk membantu masyarakat dengan pengucuran BLT, subsidi BBM,(tidak menaikkan harga Pertalite, padahal di seluruh dunia harga minyak mentah tidak bisa dibendung dan mempengaruhi harga beli pemerintah untuk pemenuhan BBM dalam negeri.
Di sisi lainnya tidak banyak kepala daerah yang mampu menterjemahkan dan mengimplementasikan kemauan pemerintah pusat dalam hal ini presiden. Banyak kepala daerah yang malah seperti raja-raja kecil.
Dalam perjalanan pemerintahannya banyak yang terkena operasi tangkap tangan karena terlibat korupsi dan menyalahgunakan jabatan untuk memperkaya diri sendiri, kelompok dan partainya.
Memang ada kepala daerah yang begitu semangat membangun, namun perbandingannya masih "njomplang" dengan yang lurus dan tulus menjadi pelayan masyarakat.