Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Simalakama Minyak Goreng, Antara Butuh Tidak Butuh

Diperbarui: 23 Maret 2022   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelangkaan Minyak Goreng membuat masyarakat Ngantri beli Minyak Goreng (Kompas.com)

Bagi ibu rumah tangga kebutuhan minyak goreng itu mutlak, semua aktivitas memasak selalu memakai minyak goreng. Bikin camilan perlu digoreng, buat kue-kue dan masakan seperti rendang, opor, lauk tahu dan tempe harus digoreng. Ketergantungan pada minyak goreng membuat emak-emak istilah viralnya amat gigih antri hanya mendapatkan satu jatah minyak goreng.

Derita akan kelangkaan minyak goreng membuat suasana politik memanas, politisi benar-benar memanfaatkan situasi ketika minyak goreng langka dan sekarang ketika stok minyak goreng melimpah harga minyak goreng melambung tinggi. Sepertinya simalakama bagi pemerintah, dan hujatan datang silih berganti karena pemerintah terkesan abai memikirkan penderitaan "rakyat."

Politisi oposan tentu saja menyambut bola liar tentang kelangkaan dan mahalnya minyak goreng untuk menyerang pemerintah yang dinilai mereka tidak becus mensejahterakan rakyat. Kalau melihat latar belakangnya sih menurut beberapa pengamat ada yang mengatakan mahalnya minyak goreng dipicu salah satunya oleh mahalnya harga CPO (Crude Palm Oil) dunia. 

Akibat perang Ukraina Rusia menyebabkan banyak negara mengambil kebijakan untuk mengganti minyak bumi, minyak mentah berbasis tambang minyak diganti dengan bahan alternatif diantaranya CPO yang berasal dari kelapa sawit. Imbas mahalnya CPO dan permintaan yang melonjak di pasar dunia pelaku industri lebih memprioritaskan untuk ekspor CPO ke luar negeri.

Konsentrasi produsen CPO yang mengutamakan ekspor membuat stok di dalam negeri berkurang, hingga membuat industri sering menimbun dan menyimpan minyak goreng hingga harganya normal, jika mengikuti kebijakan pemerintah yang menetapkan standar harga minyak mereka merasa rugi dan akibatnya dengan berbagai cara mereka sering mengeluarkan stok minyak tidak sesuai permintaan pasar.

Permintaan besar pada minyak goreng bisa dimaklumi, sebab UMKM pelaku usaha kuliner terutama pedagang kecil yang sering menjual makanan seperti tahu goreng, tempe mendoan, angkringan, warteg, restoran, seafood, restoran Padang, sangat tergantung pada ketersediaan minyak goreng, jika minyak goreng melonjak tinggi akan berpengaruh pada kestabilan bisnis mereka. 

Jika mereka menaikkan harga akan berpengaruh pada turunnya omzet, jika mengurangi kualitas dagangan akan membuat para pelanggan lari. Jadi serba membingungkan.

Sampai kapan gonjang-ganjing minyak goreng akan berakhir, susah diprediksi, sebab, banyak mafia, spekulan, dan juga produsen sendiri sering melakukan upaya penyelamatan diri sendiri, sehingga sekuat apapun pemerintah membuat pengaturan untuk menekan harga minyak goreng, hukum pasarlah yang berlaku. 

Semakin langka stok minyak maka harga minyak goreng akan semakin melambung tinggi, sedangkan semakin berlimpah minyak  goreng tentu saja mempengaruhi harga, bisa jadi harga menjadi jatuh. 

Nah sebelum harga jatuh maka banyak pelaku industri yang berusaha menyimpan dan menimbun minyak goreng sampai harga normal kembali. Yang kelimpungan tentu saja barisan emak-emak, merekalah yang pusing mengatur pengeluaran. Jika harga minyak naik pasti akan berpengaruh pada kebutuhan lainnya.

Jadi menurut anda siapakah yang paling bersalah menyikapi kelangkaan dan harga minyak goreng yang naik saat ini?Apakah pemerintah, pelaku industri, distributor minyak atau mereka para spekulan dan penimbun minyak. Atau bahkan ada campur tangan politik hingga menyebabkan pro kontra muncul dalam masyarakat terkait minyak goreng.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline