Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Membuka Lagi lembaran Catatan Literasi di Ujung 2021

Diperbarui: 11 Desember 2021   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi by Joko Dwiatmoko

Sudah sekitar satu bulan tidak ada tulisan termuat baik di kompasiana maupun blog lain. Hal ini mungkin anggap saja inkonsistensi penulis. Ada titik dimana kesenyapan datang dan melahirkan tanya, sudah bosankah kamu dengan dunia tulis menulis?

Bosan Menulis?

Entah yang jelas aku tidak bisa menjelaskan dengan gamblang mengapa berhenti menulis begitu lama, ada apakah?  sudah sampai pada kesimpulan bahwa sudahi saja menulis, sebab tidak ada gunanya menulis sih kalau dipikir-pikir. Lho kok begitu! Nyatanya sejak puluhan tahun lalu apa sih kontribusi menulis selain masuk dijajaran penulis google atau hanya sekedar suka memajang tulisan yang kadang hanya bersifat teoritis saja.

Itu adalah permenungan puncak segala gejolak seorang penulis yang tidak secara total menahbiskan diri sebagai penulis, lebih sebagai hobi atau penghilang rasa suntuk. Sudah sebegitu parahkah kamu Joko, pesimisme karena dari sekian tahun menulis tidak ada progress yang membuat kamu berdaya untuk yakin bahwa menulis adalah sebuah oase di tengah kekeringan makna, kekeringan rasa dan ledakan amarah terus yang dilakukan oleh para netizen menyikapi kehidupan dan penyimpangan sosial yang terjadi di antara manusia.

Merangkai Peristiwa demi Peristiwa

Lihat, sudah berjumlah berapa orang dengan profesi mulia, guru agama, rohaniwan, guru yang mengajarkan moralitas, terjebak dalam arus penyimpangan. Terjebak dalam penyakit sosial. Menjadi predator, pemerkosa, pemutus cita-cita mulia seorang anak hanya karena hasrat meledak- ledak seksual sebagai naluri purba manusia.

Lalu apa hubungannya agama dengan krisis moral jika para guru agama, pemuka agama tampaknya terjebak dalam penyimpangan itu sendiri? Jangan-jangan pegiat media, para pemapar berita, penulis dan penyair sebetulnya juga ada yang terjebak dalam penyimpangan itu ada menjadi predator tetapi mereka ahli dan piawai dalam menyembunyikan kebusukannya dengan menulis dan membuat berita yang seakan-akan tercermin sebagai seorang sholeh, seseorang yang seakan memberi pencerahan rohani padahal banyak hal dilakukan termasuk menjadi salah satu oknum pemerkosa.

Persoalan rumit manusia mengantarkan saya sebagai penulis untuk mencoba introspeksi diri, kalau saya terbiasa menilai dan mengulas kelakukan bejad manusia apakah tidak terbersit bahwa ada rasa iri dan ingin melakukan penyimpangan itu meskipun hanya sebuah khayalan. Dalam titik menung saya sebetulnya setiap manusia akan selalu lemah jika menghadapi bujuk rayu, apalagi suguhan-suguhan hiburan di sekitar yang mau tidak mau memacu adrenalin dan juga libido seksual.

Pada guru rohani itu di satu sisi berusaha memberi ilmu kepada para siswanya, mencoba mendekati dengan kasih sayang seperti halnya orang tua dan anak. Namun dari rutinitas itu akhirnya ada dorongan dan hasrat aneh yang lebih besar dari upaya guru untuk mencerdaskan siswa-siswinya. Akhirnya, karena alah bisa karena biasa maka muncul keberanian untuk menyentuh meraba dan akhirnya bla, bla, bla. Sang muridpun hanya diam pasrah antara takut dan akhirnya terjebak dalam permainan rasa.

Manusia dan Puncak Persoalan Kehidupan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline