Kira kira seberapa kuat anda bertahan di Kompasiana? Satu tahun dua tahun atau hanya sekilas saja. Setelah susah menembus artikel pilihan dan sering dicueki admin dan bingung dengan kriteria verifikasi kok hanya mentok bertahun tahun di hijau, amat susah naik menjadi biru dan saking lelahnya menghadapi cobaan demi cobaan lalu memutuskan ya sudahlah, selamat tinggal Kompasiana. Mungkin aku akan mencari tempat lain yang lebih menjanjikan dan menghargai perjuanganku.
Selamat tinggal masa suram dan merasa tidak diperhatikan, barangkali memang harus menepi dan mencari pengalaman baru di tempat lain. Perasaan terombang- ambing jelas terasa. Betapa aku sejak awal sudah gas pol, menyetorkan artikel dengan kecepatan penuh, tapi pada akhirnya semua perjuangan sia- sia karena tidak sepenuhnya mengerti apa sih sebenarnya misi Kompasiana.
Banyak yang akhirnya menepi, mundur teratur, ada yang tiba - tiba menghilang dan belum kembali lagi. Beginilah rumah besar yang semula digadang- gadang menjadi batu loncatan untuk menjadi penulis terkenal, menjadi tempat gojlokan bagi pribadi penulis yang muncul dengan banyak kategori.
Ada yang konsisten selama gabung sampai sekarang masih bertahan, dengan target satu hari satu artikel, ada yang hanya dua minggu sekali, ada yang seminggu sekali bahkan ada yang hanya satu bulan sekali. Tapi meskipun pelan- pelan menapak tetap menapak sampai sampai hitungan belasan tahun.
Tidak setiap saat mendapat perhatian, tidak setiap kali dibaca, bahkan kadang merasa pedih konsistensi menulis harus kalah dengan tren dan mode yang digandrungi dari masa ke masa. Dulu politik dan ekonomi mungkin merasakan kejayaannya, untuk sementara sekarang tiarap, admin lebih senang pada artikel gamer, film korea dan cerita manga.
Maka yang berbau spoiler itu terasa gurih dan reward nyapun melambai - lambai. Artikel berat dan sok ilmiah kembang kempis dan hanya dibaca oleh segelintir pembaca setia yang memang benar- benar belajar, sisanya ya sudahlah, setiap artikel mempunyai pembacanya sendiri, walaupun hanya satu dua tapi dia baca sampai tuntas, titik komanya sampai endingnya.
Tidak mengapa daripada mereka yang memperlakukan tulisan hanya dilihat judulnya lalu discroll dengan cepat lalu di vote selesai.
Ujian Itu Bernama Kompasiana
Ujian itu bernama Kompasiana. Memang kadang penulis harus memaki maki, ketika melihat kenyataan tulisan yang ditulis dengan sepenuh hati, menyisihkan waktu diantara kesibukan pekerjaan dan me time keluarga, namun ketika melihat tulisannya begitu sedikit yang baca rasanya tumbang semangatnya.
Tapi dengan cinta dan kesabaran tetap menulis karena seorang penulis itu akan selalu merasakan bagaimana saatnya di atas, bagaimana pula ketika terpuruk berada di kolong gelap. Berapa tahun harus bertahan sementara tren selalu berubah- ubah.