Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Ingin Berhenti Menulis tapi Susah

Diperbarui: 27 Mei 2021   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: ichi.pro

Sesekali aku ingin berhenti menulis, tidak lagi sibuk mencari kata, tidak lagi terlalu resah jika belum ada ide ketika bangun tidur, tidak perlu mempersiapkan diri membuka laptop. Bisa jalan bebas, mencari kesibukan dan hobi baru. Tapi tampaknya keinginanku itu susah dikabulkan.

Mungkin orang lain senang karena aku tidak lagi terlalu sibuk di depan laptop dengan rangkaian tulisan khayalan dan cerita- cerita fiktif yang aku buat. Aku tidak lagi tercatat dan terlacak di mesin pencari. Aku menjadi manusia merdeka karena tidak lagi berminat isu- isu terkini yang masalahnya bukan semakin berkurang namun bertambah terus.

Semakin terbuka informasi, semakin cepat dan canggih internet dan komunikasi rasanya kehidupan pribadi semakin banyak terekspos. Hampir semua orang ingin eksis, terlihat di jendela sosmed, malah ada yang bela- belain bertingkah aneh demi pansos. Dengan ribuan viewer, dan berbagai trik panjat sosial, apapun dilakukan meskipun tampak konyol.

Kalau menulis (asal bukan menjadi buzzer dengan tujuan hoax) tidak asal menulis status. Perlu persiapan, perlu sering membaca, berlatih, menulis dan menulis. Pengalaman menulis hanya bisa diwujudkan bila seorang penulis konsisten menulis. Setiap hari menulis, setiap saat ada tangkapan ide yang bisa dipublikasikan dan diperkenalkan. Harus mempunyai kecintaan, kesetiaan untuk menekuni dunia tulis menulis.

Masa harus berhenti hanya karena sudah stagnan, tidak ada tantangan, tidak ada greget lagi. Bagiku menulis itu sebuah spirit, semangat untuk berbagi pengetahuan selain mengajar. Ada kepuasan tersendiri jika tulisan diapresiasi, ada kepuasan sendiri bila suatu saat tulisan bisa masuk ke puncak tangga populer ataupun nangkring di kolom Artikel Utama. Perlahan menapak satu demi satu, tidak terasa tahun berganti dan ratusan hingga ribuan tulisan bisa dilihat dan tersimpan rapi di blog dan platform blog.

Pelan - pelan pemikiran, karya tulis diapresiasi dan dijadikan sumber referensi entah, mahasiswa, pemalakah, penyusun tesis, bahkan desertasi. Padahal siapa sih aku ini yang hanya senang menyusun kata, mengemas isu menjadi sebuah bahasan menarik.

Sang pembaca mau sedikit atau banyak telah memberi kesempatan diri ini untuk bisa menuliskan sebuah kata PENULIS.

Masalah cinta, masalah kesenangan dan hobi itu adalah sebuah proses mencintai, jika tiba -- tiba memutuskan berhenti betapa sedihnya, atau malah barangkali shock, karena kebiasaan yang selama ini dijalani tiba- tiba berhenti.

Pasti akan ada linangan air mata, pasti ada rasa sesak di dada jika tiba memutuskan berhenti dari pekerjaan yang banyak membebaskan kita dari rasa stres dan tertekan. Bagaimana lagi cara menghibur diri atau cara memecahkan persoalan jika tidak lagi menulis.

Jadi kalaupun dalam perjalanan menulis ada rasa bosan, ada rasa kecewa oleh karena ekspektasi tinggi dalam menulis tidak terkabul lantas memutuskan untuk melanjutkan kisah- kisah cinta yang tersemai secara pelan- pelan. Witing tresno jalaran seko kulino. Awal cinta itu karena kebiasaan. Selalu bertemu, selalu bersama, selalu saling mengisi kekurangan akhirnya tumbuhlah jatuh cinta. Apa jadinya bila cinta dipisahkan, bila hubungan yang erat tiba - tiba retak. Pasti akan menyakitkan.

 Aku pikir - pikir dulu  bila memutuskan berhenti menulis. Dengan berbagai pertimbangan aku tidak jadi berhenti menulis. Biarkan mengalir apa kata hatiku.Selagi masih senang mengapa harus dihentikan. Menulis itu bekerja untuk keabadian, dengan menulis manusia akan tercatat sejarah, meninggalkan catatan pemikiran yang akan selalu dikenang, meskipun orang itu sudah tidak lagi bernafas. Sudah melanglang dalam dunia kekekalan.

Sebiji dua biji, sehari, satu artikel, dua hari satu artikel atau satu minggu satu artikel asal konsisten menulis, lama- lama karya tulisan akan semakin banyak. Biarlah tulisan menemukan takdirnya sendiri. Salam literasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline