Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Sudah "Desember", Waktunya Refleksi dan Resolusi

Diperbarui: 16 Desember 2020   12:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: amicadellestreghe on Facebook

Menapaki Desember rasanya sungguh aneh, perasaan baru merayakan tahun baru ternyata tidak terasa bulan sudah menapak ke bilangan 12 lagi, sebentar lagi menyambut tahun baru, membuat refleksi tahun ini dan membuat resolusi tahun yang akan datang. Kemarin resolusinya banyak, dalam hal target kerja, dalam hal pendapatan dan dalam hal ke mana kita pergi berwisata dan berkeliling ke tempat yang baru. Tapi semua resolusi yang sudah tersusun, ambyar, buyar karena ada wabah yang sampai akhir tahun masihlah menjadi momok. Sampai kapan tidak tahu.

Berawal dari Wuhan China, muncul virus yang menyebabkan banyak orang bergelimpangan. Jutaan orang di seluruh dunia meninggal karena virus Corona. Virus dan wabah parah seperti berulang tiap 100 tahun dan di tahun 2020 menjadi tanda munculnya virus yang sampai sekarang belum dipastikan kapan berakhirnya.

Sebuah resolusi ternyata hanya diawang- awang apa yang dibayangkan dan ditulis pas akhir tahun banyak yang tidak terealisasi. Manusia lebih sering berdebat. Antara takut dan tidak percaya, antara cemas dan mencoba menyangkal diri. Apakah ini sebuah cobaan, teguran atau semacam revolusi untuk mengubah mindset manusia tentang kesehatan, tentang Tuhan, tentang digitalisasi, tentang perubahan cepat kebudayaan.

Tahun kemarin guru - guru masih semangat untuk melarang siswanya membawa gadget ke sekolah, nanti addic, toxic, dan membuat siswa dikendalikan gadget. Tapi sekitar bulan Maret, idealisme guru meluntur, siswa diwajibkan punya Smartphone untuk menjembatani pelajaran PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Paket data internet jauh lebih berharga karena tanpa itu manusia akan terbengong - bengong bingung, sebab hampir semua aktifitas, baik itu pembelajaran, maupun aktifitas lain seperti belanja, berkomunikasi harus menggunakan benda kecil. Kalau tidak punya manusia seperti hidup di zaman antah berantah, begitu kunonya dan begitu ketinggalannya dengan perkembangan dunia.

Koran cetak, undangan pakai pos atau tugas dengan menggunakan kertas " terlempar" Semua sudah terkoneksi dengan internet, jadi untuk apa lagi menggunakannya lagi. Toh tinggal mengklik link absen, mengklik tombol yang ada di internet, segala pembayaran bisa dilakukan dengan duduk, semua aktifitas membaca bisa discrol. Mau menonton film tinggal membuka aplikasinya. Tapi tentu ada konsekwensinya. Orang menjadi mager(malas gerak), ogah keluar dan kadang menjadi pertapa yang tidak tahu apa - apa. Sesungguhnya apa sih yang terjadi di luar. Semuanya bisa ditampilkan di layar gawai. Saat membuka ruang kelas dengan perangkat konferensi, semuanya bisa dilakukan di rumah. Guru jadi bisa mengintip ruang belajar siswa, Orang tuapun bisa mengawasi guru, sebenarnya bagaimana sih dapur pembelajaran yang sesungguhnya itu.

Jika kurang berkenan orang tua bisa mengupas tuntas habis gaya gurunya. Iapun juga ikut belajar ketika siswanya sedang melakukan PJJ ( dengan syarat siswanya tidak menggunakan Headphone). Rasanya ketika kita terkurung dalam rumah kita bisa berwisata virtual, mengintip lorong - lorong kamar, dan melirik aktifitas siswa selama di rumah, meskipun batasannya dari dada ke atas.

Tahun 2020 ini perjuangan sungguh berat. Pemerintah harus memastikan negara tidak terpuruk menyaksikan lambatkan perekonomian, Semua negara mengeluh sebab banyak dari masyarakatnya terjerembab jatuh di jurang kebangkrutan. Kalau tidak ingin terpuruk setiap orang harus mengubah pola pikir, dengan cepat mesti memanfaatkan momentum dengan memanfaatkan internet untuk mengembangkan bisnis. Mereka yang peka dan cepat tanggap akan memanen hasilnya. Tidak semua terpuruk, tidak semua terjungkal bagi mereka yang pintar memanfaatkan situasi, cobaan wabah bukanlah halangan, atau rintangan. Mereka hanya berbalik badan dan siap menggunakan alternatif lain untuk bisa melaju kembali.

Tahun 2020 hampir semua orang menahan diri, sebagian malah ada yang stres dan tidak bersemangat mengingat banyak kesempatan dimampatkan karena wabah Covid. Dunia seperti sedang demam, memasuki cobaan - cobaan bahkan ada yang nekat bunuh diri, karena sudah buntu akan masalah hidupnya. Tapi tidak sedikit yang tetap masa bodo, kalau mau ke pasar, mau berkerumun EGP (emang Gue Pikirin). Sebab jika terlalu parno, ketakutan akan bahayanya ya tidak ada yang bisa dihasilkan. Berdagang ya tetap berdagang The show Must Go on.

Dari berbagai peristiwa tahun 2020 banyak tokoh baik politik maupun seniman dan pemain legendaris olah raga menutup lakon hidupnya. Banyak yang terhenyak atas meninggalnya Didi Kempot yang baru dalam puncak ketenaran, Glenn Fredly, juga Djaduk Ferianto, serta dalang Kondang Ki Seno Nugroho. Di dunia olah raga dunia kehilangan  salah satu legendarisnya yaitu Diego Maradona. Juga Paolo Rossi. Sedangkan Indonesia kehilangan antara lain Ricky Yakobi. Banyak tokoh yang terkena covid banyak pejabat publik meninggal karena covid. Tahun ini TPU penuh oleh mereka yang terdampak Corona.

Menjadi refleksi bahwa manusia harus selalu ingat, jangan arogan dengan diri sendiri. Jika arogan dan merasa di  atas angin ia akan selalu diingatkan kembali untuk merunduk dan menata hati. Banyak tokoh yang merasa kebal dan tidak mungkin terkena penyakit nyatanya kena juga. Jadi bagaimanapun superiornya manusia ia tetaplah debu bagi kuasa Agung Tuhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline