Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Cengkareng Oh Cengkareng

Diperbarui: 24 September 2020   15:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasar Cengkareng Pagi Hari (dokpri)

Saya membaca berita yang dipajang di WAG (WA Grup) tentang Cengkareng yang masuk zona merah covid 19. Wilayah Cengkareng itu meliputi Cengkareng Barat, Cengkareng Timur, Rawa Buaya, Citra Raya, Kalideres, Kapuk. Kamal, Menceng.Dan yang yang diekspos dalam pemberitaan itu adalah tentang Cengkareng Timur, tentang pasar, Kompleks Mutiara Taman Palem, RSUD dan rumah makan serta pasar yang tetap aktif meskipun cap zona merah penyebaran covid 19 sangat gaduh di media sosial.

Saya kagum dengan Cengkareng, banyak warga yang punya nyali luar biasa untuk keluar rumah tanpa menggunakan masker. Mereka yakin sehat, yakin tetap beraktifitas karena dalam judul berita itu tertulis kami takut mati kelaparan daripada mati kena covid(megapolitan.okezone.com). Bagi pedagang, kaum urban, mereka yang menggantungkan hidup dari berdagang dan usaha kecil-kecilan memang logis berkata begitu. Jika mereka tidak usaha, tidak berdagang bagaimana mereka makan. Mati kelaparan butuh proses lama untuk mati, sedangkan mati karena covid cenderung cepat. Langsung amblas. Apakah pemikirannya seperti itu?

 Saya kebetulan tinggal di daerah itu. di Zona merah, dekat dengan rumah sakit, hampir setiap hari mendengar raungan ambulan, hampir setiap hari mendengar pengumuman masjid yang menginformasikan berita duka cita. Ada yang mati karena sakit, mati karena DBD, jantung, stroke. Namun hampir semua orang akan mengaitkan mati saat ini selalu dihubungkan dengan covid 19.

Pasar Dangdut Pedongkelan Raya Cengkareng (Dopri)

Dinamika pedagang di Cengkareng seakan tidak terpengaruh oleh berita ramai covid, meskipun RSUD di sana menjadi rujukan khusus pasien corona, para pedagang tak surut langkah tetap berdagang, kadang lupa memakai masker atau ketika ditanya sengaja tidak memakai. Toh badan mereka sehat.

Saya sendiri bingung hidup berdampingan dengan orang-orang yang sangat pede, yakin tidak tertular, yakin tidak akan terpilih sebagai penderita virus yang menyerang pada pernafasan tersebut. Ketika saya keluar, melewati Jalan Pedongkelan Raya yang masuk wilayah Kapuk dan Jalan Jati yang masuk wilayah Cengkareng Timur, masih ada orang-orang yang tidak memakai masker. Terlebih masuk di gang- gang seperti Jalan Swadaya, Jalan Haji Maat. Kerumunan mereka jarang mengindahkan protokol kesehatan. Tetap yakin udara Pedongkelan bersih.

pengamen yang mengibur para pedagang dan pembeli di Induk Pasar Cengkareng (dokpri)

Mana yang benar, Pedongkelan, Cengkareng Timur yang masuk zona merah masyarakatnya tetap ada yang bersembahyang di masjid tanpa ada jarak, sebagian memakai masker sebagian tidak, yang kebetulan berjalan ke warung, warteg tetap yakin dan makan di tempat tanpa ada rasa ketakutan. Pedagang senang, tapi beda pada mereka yang sensitif pada berita. Riuhnya berita covid, telah membuat sejak awal kami memutuskan disiplin mengikuti protokol kesehatan, tapi bagaimana dengan tetangga yang kalau ditegur hanya melengos, mengenakan masker hanya saat tiba-tiba petugas datang.

pedagang yang tetap pede tanpa masker (dokpri)

Tidak ada kesadaran sama sekali untuk saling membantu, saling bekerjasama untuk mengurangi persebaran virus. Cengkareng Timur, Pedongkelan memang unik, mereka hidup dengan keyakinannya sendiri untuk meyakinkan diri sendiri tetap percaya bahwa jika mereka sakit itu sudah garis takdirnya. Mengapa harus takut dengan virus yang sudah mematikan ribuan orang diseluruh dunia tersebut hanya dalam waktu beberapa bulan saja.

Maka jangan heran siapapun gubernurnya akan garuk- garuk kepala dengan kekeraskepalaan para warganya, sebab mereka jauh lebih takut tidak bisa makan enak, jajan dalam artian mereka sangat takut kelaparan daripada sakit karena corona.

Riuhnya pasar tanpa ada jaga jarak di Pasar Cengkareng (dokpri)

Pasar Cengkareng tetap padat  sejak dini hari, para pedagangnya masih yakin tidak mengenakan masker untuk jaga diri, lalu yang berusaha disiplin bisa apa menghadapi bandelnya para pedagang dan pembelinya juga. Jadi kapan wabah akan berakhir. Entahlah. Auw ah gelap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline