Aku mendengar kau tengah berbisik tentang kebenaran, apakah itu kebenaran? Kebenaran dari sisi mana?Apakah dari bacaan bacaanmu, dari berita -- berita yang kau serap tiap hari?
Terkadang suara hati itu seperti suara seorang politisi yang tampak tegas membela namun sebenarnya ada maksud dibalik kengototannya membela seseorang ataupun tokoh.
Di era sekarang ini di mana kebenaran kadang kabur dimanakah kau letakkan nuranimu. Di kepala di hati atau di lututmu. Kau menulis untuk apa, Menerima pesanan dari seseorang untuk merangkai kata dan diletakkan di tempat strategis di portal berita untuk mengecoh kebenaran sejati.
Bahasamu penuh emosi, seperti menutup apapun kebenaran dari para musuhmu. Kau hanya mendengar kebenaran dari satu sisi dan menutup telinga satunya untuk sengaja tidak melakukan upaya apapun untuk memberi kesempatan musuhmu bicara dengan nuraninya.
Kau sengaja menutup kebenaran yang lain karena bagaimanapun tetap ada keberpihakan dari setiap penulis. Sudah berkali kali kau hanya percaya berita sayup- sayup sementara berita kebenaran sebenarnya kau tutupi. Kau sering mengelak bahwa nuranimu sering kritis dan sengit menyerang idealismemu yang kaku. Lihat saja dunia bukan hanya sisi kiri, kau perlu sisi kanan sebagai penyeimbang dan perlu juga melihat ke atas dan ke bawah.
Egoismenya penulis hanya menulis dari suara kebenaran diri sendiri, tidak berusaha belajar untuk memberi keseimbangan nilai -- nilai dari berita yang membanjir lewat telinga dan matamu. Camkan bisikan nuranimu penulis. Barangkali ketika kau lelah dan benci ada satu baris kebenaran yang lupa kau hadirkan, sehingga kebenaran yang panjangnya berkilo -- kilo tertutupi oleh mata bathinmu yang hanya percaya pada satu dimensi.
Kau berjalan, melangkah, mendengar dari kegaduhan manusia, mencoba menggiring persepsi berdasarkan komunitas, idola baru dalam dimensi politik bahkan agama. Kau tidak mau mendengarkan secara seksama makna di balik kata- kata yang tampil.
Dalam dimensi agama kepercayaan, kebenaran tentu sudah teruji, Hati nurani perlu dijelaskan agar tidak terjerembab dalam kepalsuan dan fanatisme sempit. Kau perlu mengenal satu -- satu orkestrasi dari suara -- suara kebenaran yang tidak hanya datang dari satu instrument musik kehidupan.
Perlu melihat instrument lain dengan bunyi yang berbeda. Itu lebih memperkaya nurani daripada hanya mendengar satu suara lantang namun dalam perjalanan waktu ada bada, ada angin yang tiba -- tiba meleburkan suara dan akhirnya hanya suara desisan tidak jelas namun kau tuliskan dan sampaikan kepada pembacamu.
Penulis perlu mendengar suara hati berbisik. Bukan dari emosi tinggi tetapi dari kesadaran bahwa kau perlu mendapatkan berita berimbang hingga bisa membuat manusia tercerahkan bukan malah cemberut menahan cemburu dan nestapa.
Mendengarkan hati berbisik itu bukan dengan kemarahan, namun dengan kesabaran. Bukan dengan rasa kesal namun dengan tenang mendengar dengan penuh konsentrasi.