Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jangan Biarkan Para Pejuang Medis Menyerah oleh Keegoisan Masyarakat

Diperbarui: 28 Mei 2020   14:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Kompas.com

Barisan Perawat, dokter yang mengurusi Covid -- 19 benar- benar lelah lahir bathin. Rasa capeknya benar benar terasa menghadapi situasi kondisi yang diakibatkan oleh persebaran virus yang luar biasa cepatnya. Di Indonesia sudah lebih dari 1,473  yang meninggal akibat Corona, sekitar 23.851 yang terinfeksi virus dan 6.051 yang berhasil sembuh.

Semua negara ikut merasakan dampak dari covid 19 tersebut. Pengaruhnya pada ekonomi luar biasa, industri -- industri pariwisata lumpuh dan transportasi serta jasa merugi banyak sekali. Ketika pergerakan perekonomian melambat banyak orang mulai sambat, mengeluh, emosi, bingung, kesal dan berbagai masalah kejiwaan muncul.

Orang -- orang yang biasa aktif di luar rumah dan jarang tinggal lama di rumah harus merasakan bagaimana tinggal dirumah dalam jangka waktu lama. Bisa terbayang betapa bosannya, namun itu adalah solusi tepat untuk memutus mata rantai Covid 19. Covid 19 membuat dunia kesehatan merasa kecolongan, bingung bagaimana mengatasi virus yang bermutasi dengan gejala yang berbeda -- beda pada manusia. Bisa jadi indikator bahwa indra penciuman seperti dilumpuhkan sehingga tidak bisa membaui apa- apa. Namun kadang tanpa gejala, Korona bisa menyerang.

Banyak orang menjadi jahat dalam berkomentar, menduga -- duga dan nyinyir menghadapi masalah. Yang kerepotan adalah para dokter, perawat dan tenaga medis yang terus mengenakan APD, masker dan peralatan standar yang membuat virus tidak masuk dalam tubuh.

Di luar banyak orang yang frustrasi hingga tidak mengindahkan keamanan diri. Tidak mengenakan masker pas keluar rumah, masih ramai pasar- pasar transaksi tanpa menggunakan masker dan pelindung dari tertularnya virus. Akibatnya korban terus bertambah dan seperti belum ada tanda= tanda akan berakhir.

Yang lelah adalah para perawat, dokter, jajaran medis yang terus berjuang menyembuhkan pasien terampak Corona. Dan ketika melihat di media sosial, televisi begitu bandelnya masyarakat, tidak terasa air menetes di pipi. "Bagaimana sih sisi kemanusiaanmu hai tuan dan puan, bantulah kami bantuan untuk membendung persebaran virus. Tolong jangan terlalu dikaitkan dengan politik dan agama. Kejadian ini adalah tragedi, kejadian ini murni wabah, siapa saja bisa terkena, siapa saja bisa terjangkiti. Bukan berarti ketika khusuk berdoa lantas bisa menjauhkan diri penyakit. Terlalu arogan jika bisa menangkal penyakit global hanya dengan berdoa dan berkumpul -- kumpul manusia mendaraskan doa.

Doa itu memang penting, doa itu wajib bagi yang beragama tetapi realistis dan logika harus dipakai untuk memutus persebaran virus.Aksi masyarakat untuk bersama berjuang, kompak dan saling membantu, tidak saling menyalahkan membuat persebaran akan segera berakhir.

Masyarakat mau tidak mau harus mengakui bagian dari komunitas, bagian bagi sebuah negara. Tiap negara ada aturannya, ada hukum -- hukum yang harus dipatuhi. Jika masyarakat lebih suka ngeyel dan tidak mematuhi peraturan bisa saja muncul kekacauan yang berbuntut perselisihan, pertengkaran dan bisa saja menjadi pemicu perang baik sipil maupun dalam gabungan militer yang akan menjaga dari perpecahan antar manusia, antar negara.

Pasukan yang sekarang ini tengah merasa "percuma" menolong masyarakat jika masyarakat sendiri tidak kooperatif, cenderung melanggar peraturan dan menganggap enteng penyakit. Mereka para dokter, perawat, merasa banyak masyarakat tidak menggubris aturan yang bisa memutus mata rantai persebaran Corona. Sayangnya sesaat istirihat dari rutinitas dan mencoba mencari hiburan dengan menonton televisi dan membaca berita di media sosial tentang tingkah laku masyarakat yang cenderung ngeyelan, ngototan dan tidak mau mengikuti prosedur Para pejuang Pandemi itu mengisyaratkan bendera putih, menyerah oleh tekanan, menyerah oleh betapa nakal dan bandelnya masyarakat.

Betapa bandelnya masyarakat yang kabur oleh tanggungjawab untuk tidak berusaha menularkan penyakit ke orang lain. Tetapi karena ketidaktahuan, atau karena terlalu yakin agama bisa menyelamatkan hingga berbagai pelanggaran terjadi. Banyak masyakat merasa bangga bahwa ia pernah merasakan bagaimana berbohong itu nikmat karena banyak menguntungkan ( itu sebetulnya pemikiran orang gendeng)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline