Tiga nama yang saya sebut di atas pernah dan ada yang sedang menjadi gubernur. Mereka pernah merasakan guyuran hujan deras datang dan bersamaan itu arus air membandang dari arah Bogor.
Tidak enak benar menjadi gubernur ibu kota yang nota bene dataran rendah. Mau apa lagi jika Banjir datang? Mau marah kepada Bogor atau kota- kota lain yang lebih tinggi?
Percuma sebab air tidak akan berbalik lagi ke Bogor. Air akan menuju ke laut. Dan ketika tampungan air atau waduk tidak mencukupi untuk menampung air yang membandang dari dataran tinggi, maka air akan melimpah ke daratan, ke daerah yang kontur dan letaknya lebih rendah. Nah Jakarta itu seperti cekungan dan parahnya cekungan itu susah menyesap air karena permukaan tanah rata- rata sudah dibeton.
Mau berpikir sekeras apapun mau menyalahkan siapapun tidak ada gunanya. Maka jika hampir semua gubernur berusaha mencegah air membanjir memasuki kawasan perumahan, perkantoran dan pusat perbelanjaan yang bisa dilakukan untuk mendekati kesempurnaan kerja hanyalah meminimalisir korban dari bencana.
Salah satu penyebab banjir adalah air deras mengalir ditambah lagi saat purnama menyedot air hingga menjadi ombak besar dan meninggikan permukaan pantai. Daratan dan tempat- tempat rendah akan menjadi sasaran ungsian air.
Maka apapun namanya mau genangan, mau tumpahan air atau akan mengumpul merdeka di atas permukaan beton bahkan sampai trotoar kemudian melompat ke kompleks permukaan penghuni Jakarta harus selalu siap banjir datang. Mau tempat elite tapi tidak memperhatikan sirkusasi air dan drainasenya maka banjir akan selalu datang.
Dengan berbagai cara para gubernur berusaha mengusir air dari Jakarta dan hanya kegagalan- kegagalan yang didapat. Kesuksesan hanya beberapa gelintir itupun karena siklus sedang menyenangkan sehingga air dari atas tidak sampai banjir.
Jokowi sekitar 2012 awal memimpin menemukan kejanggalan di lorong- lorong ada bekas- bekas kabel yang tidak dibuang tetapi malah dimasukkan ke lorong got sehingga membuat mampet dan akhirnya air meluap, got sungguh kecil untuk bisa menampung air sebegitu banyak.Kemudian dari peristiwa banjir itu seorang Jokowi melongok ke kolong saluran got dan terkaget- kaget betapa cerobohnya pekerja PU.
Maka sigaplah Sang Gubernur menandai tempat- tempat yang terindikasi banjir parah. Bersama Ahok sebagai wakil gubernur, terus memantau penyebab banjir. Meninjau Katulampa berunding dengan Depok untuk membuat danau besar di sana dan waktu itu Nur Mahmudi Ismail, sangat alot mengijinkan daerah yang berstatus kotatib sebagai bagian dari provinsi Jawa Barat agak melawan kuasa gubernur.
Maka dengan cara sendiri Jokowi dan Ahok sigap menyiapkan mesin pengeruk lumpur untuk ditempatkan di sungai sungai besar seperti Kali Ciliwung, Kali krukut, Cengkareng Drain, Tubagus Angke, Pesanggrahan didatangkan mesin pengeruk yang standby melakukan pengerukan ketika selepas banjir lumpur- lumpur meluap, air merambah ke mana mana.
Saya merasa Jokowi tidak bisa tidur nyenyak saat banjir datang. Ibarat sopir ia mesti mengecek mesin, mendengarkan bebunyiannya, memastikan busi bagus lampu sen normal, spion lengkap lampu pengintai di jendela mobil lengkap.