Apakah tulisan anda pernah di muat di media massa, setelah sekian lama mencoba menulis dan gagal hingga akhirnya dapat tampil di media massa seperti koran dan majalah? Apa perasaan anda ketika tulisan dimuat? Apakah kecewa dengan honor yang tidak seberapa? Apa yang anda lakukan saat tulisan anda lakukan ketika mengetahui tulisan anda di muat di koran atau majalah?
Ya saya pernah mengalaminya sekitar tahun 2000. Beberapa kali saya mengirimkan tulisan berbentuk surat pembaca ke koran, menanggapi beberapa permasalah kekinian (waktu itu) Itu cara saya untuk memulai petualangan agar tulisan bisa dimuat di koran. Surat pembaca hanyalah tulisan pendapat warga atau pembaca. Dengan mengirimkan tulisan tentang keluhan, complain tentang pelayanan pemerintah atau sekedar keluh kesah tentang lingkungan dan ketidakadilan yang muncul di sekitar.
Saya sering menulis tentang jalan rusak di daerah saya atau menanggapi tentang suasana politik waktu itu yang seru. Sekitar 1998 adalah periode seru politik yang akhirnya mengubah konstalasi nasional tentang masa depan negeri ini. Orde baru tumbang dan Orde reformasipun lahir. Dari tekanan dan represi orde baru yang cenderung otoriter ke sebuah negara yang mengunggulkan demokrasi sehingga wargapun dengan berani mengkritik pemerintah tanpa was- was akan hilang atau akhirnya tinggal nama saja.
Kasus Udin wartawan Bernas waktu itu seru menjadi pembicaraan, kebebasan pers belum dijamin tetapi kasus itu menjadi bom waktu untuk menumbangkan rezim yang cenderung represif pada demokrasi dan kebebasan pers. Para penguasa daerah dengan kekuasaannya bisa memberikan vonis berat atas pemberitaan yang menyudutkan dirinya dan keluarganya hingga akhirnya seorang Udin pun meninggal dunia dengan misteri yang sampai sekarang tidak terpecahkan.
Saya suka menulis di surat pembaca sebagai bentuk partisipasi saya untuk peduli pada isu- isu politik dan lingkungan. Kepuasannya bukan karena mendapat honor. Di surat pembaca menulis tidak mendapat honor namun jika dimuat itu adalah sebagai cara berkenalan dengan media. Hingga akhirnya saya girang ketika tulisan opini saya di muat di media (waktu itu Bernas). Berhari- hari lembaran koran itu saya pandangi, baca kembali dan saya masukkan ke map untuk dikoleksi.
Bahkan akhirnya saya membeli dua koran agar bisa melihat koran yang di dalamnya ada tulisan saya. Kebanggaan itu susah digambarkan dengan kata- kata. Sebuah kepuasan awal di mana saya merasa bisa menulis dan layak dimuat, disandingkan dengan tulisan lain dari dosen atau akademisi yang langganan di muat di koran. Senyum mengembang dan merasa bahwa saya cocok terjun dalam menjadi seorang penulis.
Pengalaman menulis di media massa itulah yang membuat saya rindu selalu untuk menulis, menulis dan menulis. Meskipun akhirnya profesi utama saya bukan wartawan atau orang yang berkecimpung dalam dunia tulis menulis namun sebuah pengalaman menulis di media massa itu membuat sebuah keyakinan bahwa jika berusaha, tidak kenal putus asa dan selalu belajar mengembangkan minat maka semuanya bisa direngkuh.
Kini menulis apapun mendapat kemudahan dengan munculnya blog, media online. Novel, puisi, cerpen, essay bisa ditulis dengan gaya dan karakter bebas. Koran dan media mainstream yang berjaya dulu perlahan redup berganti dengan media online. Orang- orang berpikir praktis, memanfaatkan smartphone sebagai pegangan wajib mereka.
Koran dan majalah terlalu repot untuk dibawa dalam perjalanan dengan kesibukan yang luar biasa dengan situasi kemacetan yang semakin meningkat. Orang- orang akhirnya harus memiliki benda yang multifungsi, bisa beraktivitas dan melakukan bisnis atau mencari uang meskipun terjebak kemacetan dan banjir di mana -- mana.
Dengan menggerakkan jari bisa memesan makanan, belanja barang, menggerakkan bisnis dan membayar pajak. Di sela- sela itu untuk membunuh suntuk maka bisa membaca novel elektronik dari e book atau buku digital. Maka para penulispun mengincar segmen pembaca milenial yang gadget freak. Maka media menulispun berubah. Para penulis berbondong- bondong menulis di media blog, menulis di berita online. Dari menulis di media online ketika sudah terkumpul tulisannya bisa diwujudnyatakan dengan menulis buku Phisik. Penerbit buku masih yakin sampai kapanpun buku phisik masih diterima.
Kembali tentang kebahagiaan menulis di media massa. Menurut saya totalitas diperlukan untuk memilih profesi menulis, Jika menulis hanyalah sambilan atau hobi, bisa saja akhirnya dari hobi bisa menghasilkan tambahan masukan selain gaji sebagai karyawan, atau guru.