Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Antara Aku, Anies Baswedan, dan Suara Caci Maki Media Sosial

Diperbarui: 7 Januari 2020   11:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anies Baswedan dan Banjir Jakarta | Ilustrasi: tribun cirebon, tribunnews.com

Hidup di tengah masyarakat majemuk dengan berbagai karakter, latar belakang suku dan bahasa yang berbeda juga berbagai kelebihan dan kekurangan yang ada dalam diri manusia banyak godaan muncul.

Keakraban bisa melahirkan interaksi terbuka yang ujung-ujungnya akan melontarkan olok- olok. Olok- olok itu bisa jadi wujud keakraban namun bisa jadi karena perbedaan pendapat yang melahirkan konflik.

Rasanya tidak ada manusia yang sama dalam setiap sudut pandangnya. perspektif berpikir setiap orang berbeda hingga bisa saja menimbulkan salah persepsi dalam menterjemahkan bahasa yang keluar dari mulut.

Jika dalam sekumpulan orang sudah tidak berjarak, artinya sudah mengerti kelebihan dan kekurangan maka olok- olok, saling sindir sudah menjadi makanan sehari- hari. Sebagai manusia ledekan dan olok- olokan itu sudah tidak berefek emosi karena sebagai ekspresi keakraban.

Dalam lingkungan tempat kerja, bully membuly saling olok sangat biasa. Saya kenyang dengan olok- olok, sindiran baik dari atasan maupun teman sendiri. Untuk bisa bertahan hidup dalam dunia kerja dan bisa kerasan di sebuah tingkat, kadang muka tebal diperlukan.

Apalagi kata teman saya termasuk orang antik yang kadang kerja menurut kata hati, dan susah memasang target deadline untuk pekerjaan yang membutuhkan intuisi dan rasa.

Terkadang pekerjaan yang ditarget meleset karena suasana hati tidak bisa dipaksa untuk mengerjakan dengan keterpaksaan. Maka segala olok - olok, makian, teguran, sering datang. 

Tapi itu konsekwensi sebuah pekerjaan dan pergaulan sosial harus sering berhadapan dengan kenyataan pahit sebagai bumbu kehidupan.

Olok- olok dan sindiran seperti sudah seiring, makian biasa didengar, lontaran sindiran sudah kenyang. Maka di zaman sekarang ini pemimpin negara atau daerah harus siap mendengar makian, olok-olok, sindiran yang datang membandang.

Apalagi pemimpin dipilih dari pemilihan langsung yang melibatkan masyarakat dan banyak tidak semua suka dengan pemimpin tersebut, 

Pembelahan, protagonis, antagonisnya masyarakat membawa konsekwensi komentar- komentar miring yang akan selalu hadir sepanjang kepemimpinannya. Semakin tinggi jabatan akan semakin deras dan deru angin semakin keras.

"Hai, cuk, piye kabarmu, sukses ta." Ada lagi  jika orang Jogja ngomong pada sahabatnya" asu tenan kowe dab, piye kabarmu saiki?" Itu ilustrasi olok olok tapi bukan untuk menyindir atau sengaja memancing kemarahan itu ungkapan teman atau sahabat yang sudah tidak berjarak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline