Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Menyebut Anies Baswedan Jangan Dikira sedang Menyindirnya

Diperbarui: 5 Januari 2020   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anies Baswedan (lokadata.id)

Manusia akan selalu bicara dengan sudut pandangnya, akan selalu menganalisis masalah berdasarkan asumsi- asumsi. Kalau yang cerdas dan wawasannya luas maka segala pembahasan tentang suatu aspek akan disertai data dan mengambil informasi valid. Tetapi untuk bisa obyektif, butuh keluasan wawasan dan pikiran yang tidak terjebak dalam emosi.

Kalau sedang menyebut seseorang, apalagi pada sosok penting ibu kota semacam Anies Baswedan akan ada beberapa sudut pandang yang tidak bisa diseragamkan. Bagi yang pro gubernur barangkali hujan makian dan nyiyiran serta kritikan adalah suara orang frustrasi, frustrasi karena kalah kontestasi. Bagi mereka, kemenangan Anies adalah kemenangan bersama, kemenangan rakyat. jadi bisa dipercaya perkataan dan perbuatannya.

Ketika Anies Baswedan sedang dibicarakan di mana- mana maka harap maklum bahwa banyak manusia yang melek media sosial sedang memainkan jari melepaskan kegalauan, melepaskan rasa marah pada pimpinan yang mereka anggap tidak pecus memimpin Ibu kota besar yang penuh masalah ini. Kalau saya sebagai penulis yang sedang belajar menulis dan ingin menulis politik, apakah ikut- ikutan mencercanya, mencacinya. Tidak ! semakin saya belajar dan semakin banyak hal yang saya ketahui tentang Jakarta, amat susah memimpin Jakarta yang banyak sekali problematikanya.

Ada penulis senior(mantan wartawan senior) yang sering menyindir kompasianer yang menulis tanpa data, hanya berdasarkan asumsi, kurang menguasai pokok masalah dan sering tidak obyektif dalam menilai seorang pimpinan, terutama pimpinan. Momentum Banjir atau bencana membuat trigger atau pelatuk, atau pemicu beberapa penulis untuk mencaci, memaki dan menyudutkan seorang pemimpin yang kebetulan terpilih dengan aneka intrik yang membuat masyarakat terbelah sampai saat ini,

Sampai ada istilah kampret dan kecebong. Klaim kebenaran dipertahankan oleh kecebong dan kampret, dua- duanya merasa benar, dua- duanya berhak menggenggam asumsi "benar yang absolut, tak terbantahkan"

Dan lebih eloknya agamapun terbawa bawa masuk dalam arus kebencian. Bahkan boleh dikatakan semakin meruncing kebencian karena mencampuradukkan agama dan politik. Saya terus terang pernah mengidolakan sosok seperti Anies Baswedan, ketika menjadi penggerak lulusan sarjana untuk membaktikan diri sebagai pengajar, ikut andil mencerdaskan bangsa. Saya harus angkat jempol atas ide - idenya yang mulia. Kecerdasan yang diperlukan buat Indonesia yang terjebak dalam dangkalnya pola pikir untuk maju dan berkembang dalam pendidikan.

Ternyata, tidak semua masyarakat melek pemikiran betapa pentingnya pendidikan, betapa pentingnya literasi dan betapa pentingnya belajar tanpa harus dikejar- kejar. Banyak pengetahuan yang masih harus digali, ditelaah, dan masuk dalam ranah penelitian. Setiap saat generasi muda harus semakin kritis, semakin luas pemikiran sehingga tidak terjebak dalam debat kusir, jika memandang agama, sebagai keyakinan, bahan kebahagiaan atau hanya sekedar kamuflase dari pikiran munafik yang sengaja disebarluaskan.

Keyakinan atau agama seharusnya membuat manusia semakin bijak menilai perbedaan. Tidak ada yang lebih besar kekuasaannya selain Tuhan. Tetapi kadang banyak manusia sangat beringas jika agamanya dihujat,agamanya dihina dina. Dan malah santai Jika Tuhan dibuat sebagai bahan lelucon.

Menjadi lelucon yang tidak lucu ketika dengan agama pemeluk agama berhak mengolok- olok agama lain, berhak memaki orang yang mempunyai pandangan luas tentang agama. Padahal setiap agama apapun keyakinannya akan selalu fokus meyakini bahwa tiada yang lebih besar kebesaran dan kekuasaan selain kekuasaan Tuhan termasuk agama.

Aneh jika akhirnya  ada ormas pembela agama,padahal agama itu buatan manusia. Agama itu keyakinan dalam menuju Yang Satu, yang paling Berkuasa yaitu Tuhan sendiri. Gelombang protes membesar hanya untuk membesarkan murka atas pemahaman manusia yang sempit dalam menyesap makna kasih sayang yang diajarkan Tuhan.

Makanya Ketika Adam dan Hawa terjebak dalam dosa, sejak itu manusia selalu hidup dalam konflik, amarah, nafsu seksual. Manusia yang mudah tergoda akan semakin goyah hingga akhirnya manusia selalu saling benci, saling melepas dendam,saling mencaci karena naluri manusia yang diberi dosa asal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline