Menjadi artis dan elite politik di Indonesia itu adalah orang- orang pilihan. Mereka pasti sudah menutup lubang kuping atas sasaran komentar pedas para netizen. Cacian, makian sudah kenyang dirasakan. Cobaan hidup selalu datang dan tidak peduli siapa.
Bahkan elite politik dan para artis tanah air selalu diserang badai isu dan gosip negatif. Apakah tidak ada pikiran bunuh diri seperti artis Korea?
Benarkah karena landasan iman yang kuat sehingga elite dan artis Indonesia begitu kuat menerima cobaan demi cobaan? Pelarian dari masalah kebanyakan adalah mengkonsumsi narkoba, terjebak dalam konsumsi barang terlarang itu untuk mengurangi stres dan depresi menghadapi tekanan hidup, sindrom popularitas dan post power syndrome.
Budaya Malu Menghadapi Kegetiran Kegagalan
Mengapa mental elite politik dan selebritis sangat kuat menghadapi tekanan? Salah satunya karena tidak ada tradisi malu seperti artis Korea dan Elite politik mereka.
Bunuh diri di Indonesia dianggap aib dan aneh. Ada cerita- cerita unik dan horor untuk menggambarkan bahwa mati bunuh diri itu bukanlah cara elegan menghindari masalah hidup.
Bagi masyarakat yang masih terikat norma dan aturan tidak tertulis. Bunuh diri itu dianggap mendahului takdir. Mereka yang bunuh diri dipercaya akan hidup mengambang, nglambrang, tidak diterima di surga dan menjadi hantu gentayangan.
Kalau tidak bunuh diri banyak artis meninggal ketika mengkonsumsi obat-obatan terlarang over dosis seperti Alda Risma dan beberapa artis lain yang kedapatan meninggal karena over dosis.
Sedangkan bunuh diri jarang dilakukan karena kebanyakan selebritis atau pesohor (baik artis maupun politisi, birokrat) jarang yang mempunyai budaya malu. Korupsi sudah menjadi habit, dan rasanya biasa- biasa saja ketika dicokok KPK karena operasi tangkap tangan.
Jika mereka merasa malu seperti halnya pejabat Jepang dan Korea Selatan sudah banyak dari mereka yang bunuh diri. Itulah mengapa banyak pejabat seperti tidak kapok berinisiatif mengambil keuntungan ketika sedang menjadi pejabat entah sebagai bupati, gubernur maupun mentri.
Malah dengan beberapa elite melakukan kerja sama terstruktur berusaha melemahkan lembaga yang bergerak dalam penuntasan korupsi. Sungguh lucu negeri ini lembaga-lembaga yang korupsinya paling besar justru lembaga yang seharusnya menjadi contoh untuk tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip kejujuran, kebaikan dan ketulusan.
Departemen agama, departemen pendidikan, Kejaksaan, Kehakiman rentan dengan tindak korupsi. Mental pejabat, ASN, terbiasa melakukan mark up anggaran sehingga ketika ditelusuri penyimpangannya akan ditemukan banyak kasus.