Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Cinta Serapuh Tembok Retak

Diperbarui: 5 April 2019   13:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto oleh Joko Dwiatmoko

Di kolong langit ini aku merasa tidak ada teman yang mengerti tentang kegundahanku. Ketika sepanjang pagi hingga siang melewati pedestrian, jalan setapak di kampung padat penduduk bayangan di otakku hanya kamu. Kamu yang tidak pernah menerima kemurnian cintaku.

Kamu seperti bayang- bayang yang mengikuti ke mana kuberjalan. Orang- orang merasa aku seperti monster yang tidak punya rasa capai selalu berjalan sepanjang pagi hingga senja tiba. Saat pagi aku selalu menghindar bayangmu, maka aku terus melangkah hingga tidak lagi mengikuti tubuhku ini. Nyatanya kau kadang mendahuluiku dan kadang seringkali muncul di belakang, di tengah. Bayang itu akan menghilang saat tidak ada cahaya sehingga bayangan menyatu dengan kegelapan.

Sejak terakhir kau menolak cintaku retakan tembok cinta melebar. Rasa frustrasiku membuat aku tidak tahu bagaimana mengatasi rasa kecewa itu. Maka aku seperti melarikan diri dari kenyataan dengan berjalan dan terus berjalan.

Kata orang aku gila. Ah, itu hanya dugaan orang. Malah aku menganggap merekalah yang sudah tidak waras. Apalagi saat ini ketika musim pemilu tiba, banyak orang tiba- tiba merasa benar dan tidak ada yang mau introspeksi diri.

Mereka mempunyai kebenaran masing- masing dan bila kemudian dipertanyakan kebenaran seperti apa mereka marah dan balik membenci dan mengatakan. "Kau sesat". Aku yang kata mereka gila tersenyum geli dengan tingkah polah mereka.

Yang benar dikatakan salah, yang salah menjadi benar karena berasal dari mulut orang- orang yang suka berorasi di lapangan dengan janji ingin mengubah nasib rakyatnya dengan membebaskan penderitaan rakyatnya dengan janji muluk. Jika politisi mengatakan akan membebaskan pajak kendaraan bermotor aku yang dikatakan gila saja bisa tertawa cekakakan."Hello, sudah minum obat?!" Darimana logikanya pajak dibebaskan hanya untuk mengecap kesejahteraan, mengibarkan bendera keadilan?Situ yang waras atau aku yang memang benar- benar gila sih. Jangan- jangan kalian lebih gila daripada aku yang sudah nyata- nyata divonis gila oleh kalian.

Tembok retak di dinding hatiku memang semakin parah karena kekasih yang  hadir di mimpiku tidak pernah datang. Tapi melihat ketidakwarasan manusia menghadapi godaan  nafsu berkuasa aku jadi ingat bahwa manusia itu serigala bagi yang lain. Manusia bisa lebih gila dari hewan hewan pemangsa.

Sri Murni, atau panggilan akrabnya Imung adalah kekasih hatiku, Ia adalah pujaanku. Lesung pipitnya, gigi gingsulnya, senyumnya dan  matanya yang elok tidak akan mudah kulupakan. Sudah berkali- kali aku berusaha merayunya, berusaha menarik perhatiannya tetap gagal. Padahal aku  tidak terlalu buruk bahkan ada temanku yang mengatakan bahwa aku sebetulnya ganteng tetapi karena aku jarang merawat diri maka kegantenganku di tinggal di cermin saja. Ah itu satire namanya, seakan - akan menyanjung tetapi sebetulnya tengah menyindir.

Imung adalah pujaanku, segala gerak- geriknya benar- benar menyita perhatian. Benar- benar aku berharap bisa menikah dengannya suatu ketika. Kurawat kasih sayang itu dengan mengirimkan puisi, bunga, dan sejumlah tawaran voucher belanja. Tidak juga kau gubris rayuanku. Ratusan lembar kertas sudah kucoret coret untuk sebuah rayuan maut, menaklukkan cintanya. Nyatanya Imung sekalipun tidak mau menanggapi surat- surat yang kukirim lewat pos disertai perangko unik.

Melihat tembok retak di depanku aku serasa sudah pada batas usaha yang bisa kuusahakan akan bisa meminangnya.Harga diri sudah kubanting demikian kerasnya hingga perca- perca kepercayaan diri sudah terlanjur runtuh dan susah disatukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline