Berapa persenkah remaja sekarang yang sering menyentuh buku? Sudah begitu asingkah mereka dengan buku, apalagi setelah mereka mengenal gadget dengan fasilitas internet yang semakin cepat dan canggih. Tentunya deretan kata-kata dibuku kalah menarik dengan game yang sekarang ini sedang digandrungi semisal Mobile Legend (ML).
Generasi remaja zaman sekarang lebih suka berselancar di dunia maya karena apapun bisa ditemui termasuk e-book, mesin pencari ilmu pengetahuan, Youtube, fim-film bioskop yang bisa di download dengan begitu mudahnya.
Toko-toko buku kecil-- kecuali Gramedia-- tambah kembang kempis memasarkan bukunya yang mulai kehabisan konsumen. Tetapi apakah benar buku mulai ditinggalkan berganti dengan internet? Bagaimanapun canggihnya teknologi, buku ternyata masih tetap bisa mengikuti perkembangan zaman. Sebab membaca buku dalam bentuk kertas lebih menyehatkan daripada membaca dengan media gadget. Membaca buku (kertas) bisa tahan berjam-jam di layar gadget cepat melelahkan mata.
Buku menurut pengalaman penulis tetaplah benda yang penting. Buku yang berderet-deret di toko buku memberi inspirasi dan semangat untuk mengolah pengetahuan menjadi sebuah tulisan. Tanpa kita sadari dengan seringnya membaca buku, imajinasi, fantasi daya pikir kita berkembang. Intelektualitas terasah, kesabaran teruji dan tidak gampang emosi jika menghadapi masalah.
Membaca buku menjadi sebuah kebiasaan yang menguntungkan. Secara pelahan-lahan pengetahuan-pengetahuan yang terserap itu memberi stimulan otak untuk runtut berpikir dan merangsang kemampuan untuk memecahkan masalah sesulit apapun.
Banyak tokoh dunia yang sukses karena kegemarannya membaca. Mengapa kegemaran membaca memengaruhi daya pikir manusia?
Dari berbagai literatur yang sudah pernah penulis baca, membaca buku dapat merangsang kemampuan logika yang digunakan untuk berpikir dan memecahkan persoalan yang rumit dan subtil. Daya kreatifpun terangsang oleh banyaknya ide dalam pikiran.
Fuad Hasan dalam pengantarnya di Bukuku Kakiku mengatakan perkembangan manusia berjalan seiring dengan mantapnya budaya baca. Budi Darma mengaku "selesai membaca tidak berarti selesai segalanya tetapi justru awal dari pengembaraan pikiran, perasaan, dan naluri pembaca..."
Dengan canggihnya teknologi pencetakan buku mendapat tantangan berat. Salah satu kebiasaan manusia sekarang ini adalah berpikir dan bertindak praktis. Daya jelajah manusia yang semakin sering berpindah tempat membuat manusia malas membawa-bawa buku. Mereka cukup membawa smartphone untuk mencari pengetahuan sesuai kebutuhan.
Melalui mesin pencari manusia semakin cepat mengetahui beberapa permasalahan di sekitar. Solusinya bukan dengan pergi ke perpustakaan, membuka kamus pengetahuan. Mereka cukup mengklik dan menggesek-gesek layar gadget dan hanya dengan mengetik keyword manusia cepat menemukan pengetahuan yang ia butuhkan.
Kecepatan daya jelajah internet membuat manusia tidak perlu lagi membeli buku-buku semacam kamus dan direktori, diktat kuliah dan buku-buku referensi. Membuka internet adalah solusi efektif menmambah pengetahuan dengan lebih praktis dan efektif, tetapi Menurut Melani Budianta bagaimanapun buku memberi pengalaman sensori yang tidak ditemukan ketika membaca di laptop dan smartphone. Pengalaman membalik dan menyentuh buku-buku, meraba tulisan, kertas dan ilustrasinya - yang ditampilkan oleh buku seni maupun maupub buku yang diproduksi massal- masih merupakan kebutuhan yang belum akan berakhir dalam waktu lama.