Ada pertanyaan dalam diri saya tentang apakah sepanjang hari tanpa jeda terus menulis. Dalam diri penulis profesional tentu tidak ada kata jeda dan istirahat, sebab menulis itu seperti halnya makan, seperti halnya bernafas. Namun apakah jika menulis setiap hari kualitas tulisan terjaga. Apalagi jika kita tidak secara rutin menambah pengetahuan baik lewat membaca atau menyerap pengalaman hidup dengan datang ke tempat-tempat yang memberi inspirasi menulis.
Apakah berondongan kata-kata yang antre di pikiran tidak diistirahatkan. Ia terus memenuhi artikel, puisi, prosa, cerpen dan status facebook, Instagram, twitter. Penulis sesekali diam, bermeditasi mengistirahatkan kata-kata, melakukan kontemplasi dan membiarkan kata- kata beterbangan dalam ruang khayalnya. Ketika otak manusia dibebaskan dari rutinitas, ia kemudian merefresh ingatan, menata kata-kata dan membariskannya hingga ide segar kembali muncul dan penulis siap menangkap dan menuliskannya.
Saya merasakan ada puncak kejenuhan ketika hampir sepanjang hari memaksa untuk menulis. Seminggu ini hanya beberapa artikel yang sempat saya tulis dan posting. Kebetulan stamina sedang menurun. Ini mungkin efek psikologis dari beban pikiran dan persoalan hidup yang kadang menurunkan kualitas berpikir.
Seorang penulis tentu harus mengalahkan kebosanan. Kemalasan harus disingkirkan dan konsistensi harus selalu dipegang. Ini salah satu kunci penulis sukses. Tapi memaksa ide terus mengalir bisa berdampak pada keringnya sebuah tulisan. Ada kalanya seorang penulis, menurunkan tensi, melakukan pengendapan, mengumpulkan energi untuk kembali menghadirkan tulisan yang menginspirasi.
Kapan Penulis Istirahat Menulis?
Seorang penulis profesional mempunyai prakiraan waktu di mana ia harus istirahat untuk tidak menulis sama sekali. Dari referensi tulisan yang pernah saya baca ada banyak penulis yang menghindari malam hari saat bekerja. Mereka lebih memilih pagi hari, karena menulis pagi hari otak masih segar dan ide ide brilian mudah sekali dihasilkan ketika otak masih fresh.
Ada baiknya memang ketika otak kusut dan penuh masalah memaksa menulis akan membuat kualitas tulisan menurun, tapi bagi sebagian penulis masalah-masalah berat bisa dipecahkan dengan menulis. Semua tergantung kebiasaan penulis. Tapi sebaiknya memang ada waktu yang digunakan untuk merefresh otak agar tidak penuh dengan konsep-konsep yang menumpuk. Perlu fokus agar kualitas tulisan tetap terjaga.
Tidak ada penemuan akurat yang mendukung bahwa menulis harus dilakukan pagi hari dan sebaiknya jangan dilakukan malam hari. Semua tergantung kebiasaan masing-masing penulis. Ada penulis yang konsisten menulis di pagi hari, ada yang lebih nyaman jika menulis malam sampai larut. Bagi penulis professional yang penting adalah konsistensi. Jika kebiasaan menulis pagi hari sebaiknya dilakukan dengan rutin diwaktu tersebut. Mood tidak mood harus tetap menulis agar otak terus dibiasakan berpikir dan akhirnya menjadi kebiasaan. Beda dengan pekerja kantor yang mempunyai hobi menulis, ia tentu harus mencari waktu yang tepat diluar kesibukan kantornya. Nah waktunya fleksibel tergantung waktu yang kosong setelah pekerjaannya selesai.
Istirahat Untuk Membaca dan Travelling
Untuk mengistirahatkan rutinitas menulis seorang penulis tentu mempunyai trik-trik tersendiri. Seorang penulis yang haus pengetahuan tentu akan memberi rehat menulis dengan membaca. Bagaimanapun membaca memperkaya jangkauan ide untuk menulis. Maka ketika ia tidak menulis banyak penulis yang larut dalam bacaan-bacaan, entah membaca novel, buku ilmu pengetahuan atau mencari tulisan-tulisan semacam filsafat, psikologi untuk memperkaya dan memperdalam kualitas tulisan.
Penulis lain mempunyai kebiasaan dengan mendatangi tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi. Semacam travelling untuk menggali ide-ide baru agar tulisannya tambah berbobot karena ada nuansa baru dari pengalamannya melakukan travelling.