Layout Unik ala Anak Muda
Bagi Anda pelanggan Harian Kompas sadarkah hari ini perwajahan Kompas dari Halaman 1 - 40 seperti beda dari biasanya. Lihat baik-baik dari segi layout-nya. Tampak sentuhan-sentuhan seni gaya milenial yang kreatif dan Out of The Box. Anak anak muda berkarya penuh semangat dengan mengusung warna-warna bebas tanpa aturan baku seni yang penting sepertinya arts for art (seni untuk seni). Warna merah saga dengan tulisan hitam tanpa ikatan hukum tipografi. Tulisan itu membelah perwajahan Kompas di halaman 1.
Tentu tidak biasa buat kompas yang dari dulu selalu merencanakan layout koran dengan perencanaan subtil termasuk dalam memahami psikologi pembacanya yang rata-rata dari kaum terpelajar, kantor-kantor yang terkesan formal dan dari kaum menengah ke atas. Kompas masih bisa berdiri tegak ketika munculnya portal berita berbentuk digital yang menyerbu ruang baca masyarakat saat ini. Membaca koran bagi anak muda terasa lebih kuno dan jadul. Apakah anak muda masih tertarik membaca koran sementara berbagai informasi secara cepat bisa diakses di handphone.
Karya desainnya bukan dari Kompas tapi dari desainer muda yang menawarkan penyegaran agar Kompas semakin digandrungi generasi milenial yang lebih akrab dengan gadget daripada bacaan berat semacam koran dan buku. Mereka adalah generasi yang mampu memanfaatkan gawai untuk membuat terobosan baru dalam dunia digital baik untuk bisnis, pergaulan maupun proses kreatif berkarya dalam bidang seni dan desain. Mereka Lala Bohang, David Irianto, dan senior mereka Andi Surya Wirawan Sadha.
Sentuhan Seni Generasi Milenial
Wajah Kompas sedemikian rupa hingga saat membaca artikel-artikelnya baik di halaman opini maupun yang unik di rubrik puisi font yang tidak biasa dengan layout yang melingkar-lingkar sepertinya menawarkan kebebasan berkarya anak muda generasi now.
Penulis jadi ingat ketika kuliah di jurusan seni rupa sekitar tahun 1990an. Sentuhan digital mula-mula belum terendus. Proses berkarya dan membuat rancangan desain masih dengan cara manual (mungkin ini berlaku di Yogyakarta mungkin beda dengan di Bandung yang lebih dahulu mengadopsi pengetahuan dari luar) Kami baru menggunakan bantuan teknologi sekitar 1990an akhir dan tahun 2000an dengan cepat teknologi digital berkembang pesat.
Saat mata kuliah Nirmana di mana mahasiswa dituntut kreatif mencari ide unik dan beda itulah tantangan mahasiswa seni untuk berpikir beda dengan masyarakat awam. Seni itu butuh kreativitas, eksplorasi terus menerus dan selalu melihat ke depan agar seni tidak mandeg pada sebuah generasi.
Anak muda saat ini diakui amat kreatif dalam menelurkan ide-ide kreatif baik untuk sebuah event pertunjukan, pergelaran budaya maupun dalam menampilkan produk desain dan kesenian. Tantangan generasi milenial memang berat. Anak muda yang cenderung anti sosial, yang lebih akrab dengan gadget daripada ruang sosial yang mengedepankan kontak mata, kontak fisik dan dialog antar individu. Mereka adalah generasi penggila teknologi yang cepat tanggap terhadap perkembangan baru dunia digital.
Jika diberi ruang kreatif maka anak muda (untuk menyebut pemuda pemudi) akan bisa menggenggamnya dengan fasih.
Tantangan Masa Depan Bangsa di Tangan Anak Muda
Dalam bidang desain dan seni yang bersentuhan dengan teknologi dengan bangga generasi tua akan menyerahkannya, tapi bagaimana dalam bidang akhlak, karakter dan perilaku sehari-harinya. Jebakan pergaulan bebas, narkoba dan sopan santun terhadap orang tua itulah yang masih menjadi kendala. Jurang perbedaan pemikiran anatara yang muda dan generasi terdahulu itulah yang perlu dipikirkan.