Provokasi
Kalau anda tidak percaya Peristiwa demo 11 November 2016 tidak ditunggangi berarti anda menipu diri sendiri. Jelas-jelas setiap orang yang datang ke Jakarta menggunakan kendaraan. Ada yang menunggang motor, ada yang menunggang mobil, dan ada pula yang sengaja menunggang bapaknya untuk melihat siapa yang melakukan orasi. Mobil-mobil yang berjejer di pinggir jalan itu rela ditungganggi demi aksi yang katanya damai yang ternyata berakhir ricuh. Kalau saja para pendemo itu itu menuruti batas waktu yang ditentukan yaitu jam 18.00 WIB pasti demo itu tidak akan berakhir rusuh. Coba anda yang menjadi mobil, lama-lama kesel juga jika lama ditinggal demo. Mereka khan perlu istirahat, pulang dan ketemu pemiliknya. Kalau kelamaan demo jangan-jangan mereka juga ngambek dan mogok.
Kadang manusia hanya mikir kepentingan sendiri, mengaku lebih benar padahal dirinya sendiri sering melakukan kesalahan. Demi peluh dan sejumlah recehan serta emosi yang menggelegak karena pidato provokatif akhirnya apa yang tidak diharapkan terjadi yaitu ricuh. Coba kalau pendemo tertib untuk membubarkan diri sesuai yang telah ditentukan, mereka tentu tidak akan ketinggalan bis dan mobil.
Bayangkan hanya memakai baju satu, perbekalan mepet, harus terkatung-katung di ibukota yang semuanya harus diukur dengan uang. Kalau di desa dan di kampung-kampung pelosok tidak akan masalah jika lapar mencari ubi mentah, atau papaya yang menggantung di kebun tetangga kalau silahkan ambil tanpa perlu beli. Tapi jika di Jakarta hanya mengandalkan uang pesangon dari orang tua atau bahkan penyumbang yang tidak mau disebut namanya ya kasihan dong pada aparat yang akhirnya harus membantu memulangkan demi Jakarta yang lebih kondusif.
Jika anda nanti demo lagi, jangan terlalu tergantung pada sumbangan, cari uang snediri dan siap-siap mandiri dan mengantisipasi jika ternyata tidak ada sarana tranportasi yang mengantar anda dengan gratis. Anda bisa pulang dengan bangga sebab ada segepok uang hasil menabung yang bisa dipakai untuk pulang kembali ke daerah tempat asal.
Mari berpikir waras
Ah, kok ngomong saya ngaco nih, ini mungkin efek dari peristiwa-peristiwa akhir-akhir ini yang membuat pikiran dan otak saya menjadi kacau. Bayangkan jika ada demo lanjutan…sekolah-sekolah yang ada di dekat ring 1 harus libur, demi mensukseskan demo yang katanya damai tapi tetap saja rumput-rumput taman hancur, bunga-bunga yang ditanam dengan susah payah mati, sampah-sampah yang katanya akan dikumpulkan ternyata tetap saja bertonton sampah menggelasah di jalanan(Tapi ada yang akan berterima kasih kepada anda yaitu pengepul sampah dan pemulung, ini rejeki nomplok, Broo…)
Maaf para pendemo, bukannya saya tidak setuju dengan demonstrasi besar-besaran. Apapun jargonnya mau demo damai mau demo masak tetap saja sampah tidak bisa dibersihkan oleh pelaku demo itu sendiri. Harus ada saling kerjasama pada semua pihak agar demo berjalan lancar tertib dan aman. Sudahlah, silahkan cari tempat lain di dekat pantai, di puncak gunung atau di mana di tanah lapang, lalu bentuk panitia dari ketua umum, sekretaris, bendahara, seksi-seksi. Kalau sudah terbentuk pastikan ada gladi resik dan gladi kotornya. Habis demo lalu gelar evaluasi, apakah masih ada yang tersisa termasuk-sampah yang menggunung. Tapi yang utama jangan sampai ada sampah politik tertinggal di hati para pendemo. Pastikan tidak ada pengadukan emosi, tidak ada provokasi menjijikkan yang membuat pendemo meradang dan menyikat aparat dengan semena-mena. Pastikan pula tidak ada Sengkuni, yang ingin negara (organisasi yang tenang menjadi ricuh).
Kalau demo terus menerus dilakukan di ibu kota negara kapan pemerintah konsentrasi mensejahterakan rakyat. Kalau ingin demo bantu saja pemerintah ibu kota membersihkan sampah-sampah di selokan.
Benarkah ada aktor Politik dalam demonstrasi
Kembali pada demonstrasi yang sarat tunggang menunggang. Lihat aparat, seperti polisi ,tentara yang menjaga demo tidak rusuh, cek tunggangan mereka, cek cara menungganginya, dan cek yang menginstruksikan mereka di belakang layar. Semua dalam aturan protokoler. Mereka kini juga bisa menahan diri tidak memaksa tunggangan mereka mencederai pendemo, tapi demo 4 November itu ternyata membuat luka bathin tunggangan Polisi. Bayangkan para pendemo dengan tega membakar mobil-mobil yang nilainya ratusan juta rupiah. Demi siapa?Kalau anda yang menjadi polisi melihat tunggangannya dibakar apa tidak meradang. Jadi sebelum ngamuk teliti dulu diri sendiri.