Di berbagi sudut jalan di ibu kota terutama di jalan-jalan yang memberlakukan satu arah, sering dijumpai pengendara (terutama ) motor yang sering memotong jalur. Pengendara ingin tujuannya cepat sampai hingga melanggar rambu-rambu lalu lintas. Kadang di jalan itu memang kurang mendapat pengawasan dari polisi lalu lintas, sehingga dengan gagahnya para pengendara menerobos dan menentang arus. Titik rawan itu sering membuat terjadinya kemacetan, juga beresiko besar terjadi kecelakaan.
Budaya melanggar rambu lalu lintas itu amat susah dihapuskan. Banyak pemilik motor memang tidak dibekali pengetahuan bagaimana disiplin menjalankan peraturan dan tidak berusaha melanggar. Banyak pengendara merasa gagah bila melanggar. Tidak ada perkecualian ,pria wanita sering menabrak peraturan. Budaya malu ternyata belum menjadi habit seperti halnya disiplin yang diterapkan di negara tetangga seperti Singapura. Setiap saat, sepanjang hari dari tahun ke tahun jalanan tak pernah sepi dari pelanggaran demi pelanggaran. Sepertinya tidak ada niatan untuk mengubah perilaku yang salah.
Coba saja, ketika anda lewat di suatu tempat, dari belokan tiba-tiba melaju kendaraan yang melawan arus, ngebut lagi. Tentu reaksi anda pasti akan memaki-memaki pengendaranya. Raibetnya bukan merasa salah ketika ditegur malah matanya melotot, tangan melayang. Plak! Sungguh ini terjadi di negara yang katanya menjunjung etika tinggi. Saat lampu merah menyala di perempatan banyak motor menerobos lampu merah dan menimbulkan keruwetan di perempatan atau pertigaan. Kegaduhanpun muncul, sayang sungguh sayang tidak ada aparat yang bertugas dan berusaha mengurai kemacetan.
Di jalan-jalan sempit di perkampungan semacam di pedongkelan, Cengkareng keruwetan sering terjadi akibat banyaknya motor yang berada di jalanan. Tidak ada yang mau mengalah hingga di persimpangan akhirnya terjadi keruwetan lalu lintas. Mana ada aparat, paling preman yang berusaha menanggung keuntungan dari suasana kacau tersebut.
Kapan para pengendara bisa berdisiplin, kapan mereka mau mentaati peraturan. Jika mereka merasa gagah bisa melanggar sebetulnya itu tindakan konyol yang tak patut dipuji. Masyarakat mesti kembali menata etika berkendara, mereka harus berubah seperti upaya Jokowi untuk merevolusi mental. Salah satunya adalah para pelanggar lalu lintas tadi.
Jika mau mengejar kemajuan seperti negara Singapura, bukan hanya pemerintah saja yang tancap gas, tapi juga setiap pribadi warga negara. Salah satu tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh setiap pribadi salah satunya adalah melanggar lalu lintas. Bagi anda pengendara motor, terutama yang berada di wilayah Jakarta Barat waspadai Sepanjang JORR arah ke Fly Over, Rawa Buaya, terutama di dekat Semanan, Pasar Cengkareng dan di bawah fyover Menceng.
Di Jakarta Pusat sering ditemui pelanggar yang melawan arus di Jalan Gajah Mada, Jalan Veteran ke arah Jalan Juanda. Di titik-titik ini aparat seperti raib. Di Jakarta Selatan patut diwaspadai di sekitar Jalan menuju kebayoran lama terutama yang sering melanggar dan menentang arus dari arah Jalan panjang ke arah Pasar Jumat.
Sedangkan di Jakarta utara silahkan anda was-was bila berada di sepanjang jalan Yos Sudarso dan di jalan Cakung Cilincing(Cacing). Jalankan motto lebih baik terlambat tapi selamat daripada cepat mati konyol. Kalau tidak ingin terlambat yang datang lebih awal. Sekarang tergantung anda sih. Jika setiap orang hanya ikut arus orang yang nyata-nyata berbuat salah apa salahnya sekarang marilah kita nasihati diri sendiri. Bangun budaya baru, budaya tertib. Di mulai diri sendiri.
Foto: Dokument pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H