Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Magnet Desa yang Kurindukan

Diperbarui: 12 Agustus 2015   14:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Narasi Foto: ini adalah tempat wisata Ketep pass yang terletak di lereng Merbabu.Letaknya di perbukitan. disekitar wilayah itu terdapat perkebunan tembakau, ladang sayuran berupa kol, brokoli.juga tanaman sayuran lain yang tumbuh subur di sekitar Sawangan, Magelang dan perbatasan Boyolali. Rakyat di sini mulai berbenah dan memanfaatkan wisata ini untuk lahan pekerjaan selain bertani.

 

gemericik air sungai membuka senyuman pagi hari. Udara dingin menyergap kulit dan aku tergigil saat kupaksakan mandi pagi, setelahnya pori-pori kulit yang telah terguyur air menghangat dan membuat semangatku bangkit untuk menyusur pematang sawang yang terbentang dengan kesiur angin yang membuat aku menjadi aku lupa pada bisingnya kota tempat habitatku kini berada. aku sengaja menikmati pagi di mana masih tersisa embun pagi dan menjadi bulir-bulir kemilau diantara rerumputan liar yang menyisir pematang sawah. Padi yang mulai menguning kutatap dalam dalam. Ah ternyata masih kutemukan kedamaian di sini. Masih kutemukan kehijauan yang membuat aku bisa menelorkan kata-kata indah. segera saja muntahan kata berbaris rapi di otak dan menjadi ide bernas untuk kusharingkan ke segenap pembaca.

 

 Narasi Foto:Jalan setapak ini adalah jalur penduduk di desaku untuk pergi ke sawah dan mencari air dari telaga kecil. Telaga  atau mata air itu kini tinggal kenangan karena air sudah tidak mengalir dengan deras. Masih ada hanya debit airnya kecil dan sudah tidak lagi sebagai tempat utama mencari air bersih karena di desa saya sudah tersedia air swadaya masyarakat yang diambil di lereng Merbabu. Desaku terletak sekitar 9 kilo meter dari jalan Magelang Semarang. Nama desaku Desa Krogowanan, Sawangan, magelang. Tampak di gambar (sayang orang di desaku mulai tidak disiplin dalam membuang sampah, terlihat sampah plastik mulai berserakan).

Segera kususuri rimba desa yang masih menyisakan kenangan masa lalu saat aku menikmati hidup sebagai anak-anak yang bebas menyusuri lembah ngarai dihijaunya desa, hijaunya lembah pegunungan. Desaku terletak di lembah Merbabu, namun teraliri sungai yang berasal dari lereng merapi. pemandangan luar biasa saat bisa menatap Merapi dan Merbabu sama gagahnya. Pada lembah Merbabu aku menikmati pesawahan, jurang-jurang, jalan setapak dan kali-kali kecil yang berasal dari limbah sawah serta mata air-mata air di lereng jurang yang curam. air itu tersaring dari akar-akar pohon. dari kumpulan tetes demi tetes air yang menyelusup di antara rerumputan, pakis haji, umbi-umbian serta rumputan berduri. Dulu kami mandi dari telaga kecil dengan mata air jernih. Di telaga itu terdapat cerita mistis. air telaga itu adalah air kehidupan yang menjadi denyut nadi kehidupan desa. Semua berasal dari situ. Ibu-ibu menggunakan lodong(bambu petung yang diserut kemudian dilubangi dibawah ruas atasnya. Air ditampung di lodong yang sudah di lubangi ruang tengahnya. Suara bambu itu cekluk-cekluk saat dipanggul. Telaga itu ada ditengah lembah di antara pematang sawah dan lembah perkebunan yang dipenuhi pohon-pohon bambu, rambutan, salak liar serta deretan pohon nyiur. sampah yang teronggok di situ bukanlah sampah palstis. Sampahnya adalah adalah belahan kelapa serta sabutnya atau kelapa utuh yang berlobang karena di makan bajing. Dulu masih sering terdengar suara wulung(elang) yang berputar-putar sekitar desa untuk mencari mangsa(ayam kampung)Kini suara elang itu tinggal sejarah yang susah terulang lagi karena habitat elang telah jauh menyusut. Mungkin masih ada di lembah merapi di sekitar hutan lindung, atau hutan larangan.

Desa adalah sebuah magnet rindu bagi kaum urban seperti saya, ada kerinduan menikmati kedamaian tanpa kebisingan. Di kota Jakarta hidup seperti dikejar-kejar. Kota telah memberi teror baru sebuah kedamaian yang melangka, yang ada adalah perseteruan abadi untuk memacu diri mengumpulkan receh-receh agar manusia tidak terjebak pada kemiskinan. Hidup kota itu penuh gengsi dan kita mesti membeli gengsi dengan harga mahal, makanya manusia perlu mematok target tinggi kalau perlu korupsi untuk mengikuti  denyut megapolitan di mana suasana kapitalisme mengental dan kultur liberalisme menjadi agama baru manusia modern.

Saya merindukan desa yang masih mengadopsi tradisi untuk mengendalikan modernitas yang menyesap budaya asing mentah-mentah. Desa adalah tempat di mana kearifan lokal masih terpelihara, seni budaya masih menjadi hiburan yang menjadi magnet untuk sarana pergaulan dan komunikasi dari hati ke hati. Hanya seiring dengan kemajuan IT ternyata banyak desa harus mengalami perubahan kultur. Saat Pasar tradisional mulai tersisih tergantikan oleh toko yang berlabel mini market, swalayan, tradisi itu semakin meluntur. Orang-orang kinipun harus  masuk dalam kehidupan pergaulan yang cuma artifisial, say hello yang cuma basa-basi di sebuah ranah media sosial yang menjadi agama baru manusia. 

 

Desa yang kurindukan adalah desa yang tersenyum di mana di setiap pintu orang-orang masih tersenyum dan menyapa dengan tulus. desa yang masih menyimpan rasa seni dengan menggelar seni tradisi. Di lembah tempatku tinggal, seni tradisi masih terpelihara dengan komunitas lima gunung. dari  bau tanah sawah dan air jernih yang mengalir masih terserap ambisi klasik untuk mengidupkan kekayaan tradisi untuk menangkal budaya luar yang semakin mencengkeram kehidupan.

Ah, aku tengah bermimpi, atau ini adalah manifestasi dari kegelisahan kaum urban yang berduyun-duyun ke kota hanya ingin menikmati kejayaan imitatif, meskipun harus mengorbankan ketenangan hati nurani. Mengapa harus menyesaki kota sementara desa masih mau menyapa dan siap menyambut kembali si anak rantau?

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline