Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Sahabatku Motor Musuh Utamaku Motor

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Otomotif. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Di Daan Mogot  menyemut ribuan motor sepanjang hari. sepanjang pagi hingga malam rasanya tak sedetikpun motor absen di jalanan. Seliweran motor yang berlalulalang itu mengindikasikan bahwa motor adalah kendaraan favorit para comuter yang sehari-hari bekerja di Jakarta dan sebaliknya keluar kota Jakarta. Yang saya amati dalam topik ini cuma di Jalan Daan Mogot yang saya lalui sehari-hari. Macam-macam  merk motor dari Honda, Yamaha, Suzuki, Kawasaki, Fulsar, Viar, TVS terus berlalulalang seakan tidak ada batas yang pasti kapan jalan akan sepi oleh kendaraan jenis ini. Rasanya saya salah jika tidak menganggap bahwa sepeda motor bukan sahabat saya. Dia telah menemani saya mencari rejeki, mempercepat perjalanan dan membuat saya jarang terlambat sampai ke tempat kerja. Dari pengalaman saya banyak sukanya daripada dukanya( mungkin karena kendaraan saya relatif baru). Yang membuat kecewa pada kendaraan  saya mungkin bila tiba-tiba ban kempes di tengah menuju tempat kerja. Peluh deras mengalir saat mendorong motor sampai ke tempat tambal ban, atau tiba-tiba businya mati dan tidak membawa. Selain itu  mungkin kesialan-kesialan lain saat mengalami kecelakaan, motor oleng, terperosok di parit, atau tiba-tiba sebuah kendaraan tiba-tiba menyerempet stang dan keseimbangan tidak bisa dipertahankan. Beruntung jatuhnya pada tempat yang sepi. Lecet-lecet dan luka-luka ringan hadiahnya.

Tapi ada pengalaman unik dulu saat saya habisngapel ke tempat seorang gadis. Dengan sepeda motor saya berangkat dari Magelang  pagi hari dan pulang sudah larut malam. Saat melintasi jalan antara Ambarawa dan Secang pada sebuah tikungan tiba-tiba muncul mobil dengan kecepatan tinggi berbelok mepet ke sebelah sisi kanan jalan, terangnya cahaya lampu mobil membuat saya tidak mewaspadai ada lubang ditepian jalan. Motor saya oleng dan saya tidak igat bagaimana proses jatuhnya. Tiba-tiba saja saya sudah berada dibibir juang. Dalam keadaan gelap gulita saya mencari sosok sahabt saya yang mengantar saya pada sang pujaan hati, ketemu, tapi motor rusak cukup parah, lampu mati, stang bengkok, dasboard patah, lukapun menganga lebar di telapak kaki.

Saya coba stater motor, setelah lama berhasil juga, motor saya say naikipelan-pelan. Sambil menahan sakit pelan-pelan menyusuri lembah dan jalan sepi antara ambarawa dan Secang. (Aduh betapa sengsaranyaperasaan saya waktu itu)

Di antara bunga-bunga cinta yang tengah berkembang perasaan kesal, menderita mengiringi perjalananku dengan sahabat satu-satunya waktu itu. Berjam-jam mengendarai motor yang stangnya sudah tidak balance lagi sambil memelototkan mata karena terang muncul saat ada obil  melintas di depan saya. Mereka melaju dan tidak peduli dengan penderitaan saya. Beruntunglah saya bisa tiba sampai rumah dengan selamat.

Di Jakarta ini sebetulnya miris mengendarai motor. sifat ugal-ugalan, pelanggaran rambu-rambu lalu lintas nomor satu dilakukan oleh kendaraan bernama sepeda motor. Apalagi banyak pengendara dipermudah oleh tes-tes memperoleh surat ijin mengemudi. Ditambah mudahnya memiliki kendaraan roda dua ini dengan tawaran kredit ringan. Kalau dikalkulasi hampir tiap pintu minimal punya satu kendaraan roda dua. Saya sendiri sekarang punya dua Sepeda motor.

Bayangkan jika pada waktu yang sama di tempat yang sama, di jalan yang sama kendaraan itu keluar semua, sudah bisa dibayangkan jalan akan macet total. Jutaan motor meraung, klakson-klakson berbunyi sedangkan tidak satu sentipun jalan  kosong.

Kebermanfaatan motor memang luar biasa untuk mengantar saya mencari sesuap nasi di Jakarta ini, tapi sayapun sempat ingin beralih ke lain hati. Saya menyukai kendaraan lain yang lebih ramah lingkungan. Sepeda angin. Selain menyehatkan juga membuat lingkungan hidup nyaman dan mengurangi polusi udara, tapi sampai saat ini Motor tetaplah kendaraan utama saya. Kecepatannya masih tetap nomor satu untuk mencapai tempat tujuan dengan cepat, hanya saya kadang benci saat bersepeda melihat perilaku pengendara motor yang seakan tidak peduli dengan keselamatan orang lain, berbelok tiba-tiba menyalib serampangan dan membuat jantung deg-degan jika tiba-tiba ada pengendara motor berusaha memancing emosi dengan menggeber gas di dekat saya. "Wah, Nantang Nih..."

Kepada Pengendara motor, hati-hatilah di jalan, taatilah peraturan lalu lintas agar terhindar dari kecelakaan fatal.(juga untuk diri saya sendiri).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline