Lihat ke Halaman Asli

Dwi Atmaja Nuladani

Life is Simple

Pentingnya Titik Temu Perdebatan Pro Kontra Alokasi Subsidi BBM

Diperbarui: 5 September 2022   12:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dunia tidak ada henti-hentinya mengalami krisis akhir-akhir ini, baru saja kasus Covid-19 berangsur-angsur pulih, adalagi kasus mengenai Cacar Monyet, sampai konfil Rusia-Ukraina. Yang mana faktor-faktor tersebur menjadi penyebab krisis di berbagai negara-negara di dunia. Sehingga banyak negara mengalami berbagai masalah didalam menangani perekonomian. Bahkan negara adidaya seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Uni Eropa juga terkena dampaknya.

Dan, negara yang terparah mengalami krisis tersebut adalah Sri Lanka. Penyebabnya tidak lain karena pandemi Covid-19 perang di Ukraina. Karena Sri Lanka merupakan negara yang sangat bergantung dengan impor serta pariwisata. Data inflasi terakhir di Sri Lanka berada di level tertinggi l, yakni sebesar 54,6% pada bulan Juni 2022. Hal ini menyebabkan kondisi negara tersebut sangat terpuruk, mulai dari krisis pangan sampai demonstrasi besar-besaran menuntut presiden Sri Lanka untuk mengundurkan diri.

Nah bagaimana dengan Indonesia? Seperti diketahui, data Inflasi terakhir di Indonesia mencapai 4,69% (sumber: id.tradingeconomics.con/country-list/inflation-rate). Angka ini tergolong positif bagi perekonomian di Indonesia. Dan Indonesia termasuk negara yang mampu mengendalikan inflasi saat ini. Namun, inflasi ini menjadi yang tertinggi sejak Agustus 2019 usai berada di kisaran 2% saat pandemi Covid-19.

Ditambah lagi pengumuman harga Bahan Bakar Minyak (BBM) juga bisa menyebabkan naiknya angka inflasi nantinya. Tak ayal, kenaikan harga BBM lambat laun juga menyebabkan meningkatnya angka inflasi. Terutama yang akan berdampak pada kenaikan kebutuhan harga-harga pokok. Hal ini dikarenakan naiknya harga BBM juga akan menyebabkan naiknya biaya transportasi, khususnya untuk logistik dan kebutuhan pokok.

Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa naiknya BBM ini sudah dikalkulasi, serta kenaikan dipicu untuk meredam jebolnya anggaran subsidi dan kompensasi energi. Anggaran subsidi dan kompensasi energi yang ditanggung pemerintah kini telah naik sampai Rp. 502,4 triliun dari awalnya sebesar Rp. 149,4 triliun, listrik Rp. 56,5 triliun ke Rp. 59,6 triliun. Kompensasi BBM dari Rp. 18,5 triliun menjadi Rp. 252,5 triliun serta kompensasi listrik naik dari Rp. 0 jadi Rp. 41 triliun sehingga total subsidi dan kompensasi untuk BBM, LPG, listrik mencapai Rp. 502,4 triliun (sumber: bisnis.tempo/read/1630033/sri-mulyani-beberkan-alasan-harga-bbm-naik-di-tengah-tren-penurunan-harga-minyak-dunia).

Namun yang menarik, pernyataan dari Sri Mulyani berbeda dengan pernyataan anggota komisi XI DPR RI dari Fraksi Gerindra Kamrussamad. Menurut Kamrussamad, angka Rp. 502 triliun yang dialokasikan ke sektor energi sebesar Rp  208 triliun dan belum semuanya terpakai. Dan Kamrussamad berdalih bahwa pernyataan klaim pemerintah mengenai subsidi sebesar Rp. 502 triliun merupakan informasi yang tidak benar.

Perbedaan pernyataan mengenai kebijakan antara eksekutif dan legislatif seperti ini harus benar-benar disampaikan secara transparan. Terlebih menyangkut hajat hidup rakyat. Dan ada dampak signifikan dikalangan masyarakat terutama untuk masyarakat kalangan menengah kebawah. Terlebih untuk legislatif kalau benar-benar kontra dengan pemerintah, maka wadah Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR dengan pemerintah untuk dimaksimalkan. Bukan saat pasca rapat kemudian melontarkan pernyataan yang tidak sesuai. 

Dan mengenai kebijakan menaikkan harga BBM, seharusnya rapat dengar pendapat (RDP) tentang kenaikan harga BBM disiarkan secara langsung seperti kasus Ferdi Sambo. Supaya masyarakat mengetahui kenapa harga BBM naik padahal harga minyak mentah cenderung turun serta supaya lebih mengetahui alokasi rincian subsidi tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline