Siapa yang kemudian tidak berpikir bahwa kehadiran sosok perempuan seringkali menjadi pertanyaan di kalangan masyarakat. Bukan hanya sebatas pada peran dan posisinya saja, tetapi hasil dari andil tersebut menjadi nilai diakuinya kehadiran sosok perempuan. Hal yang paling mendasar munculnya persoalan tersebut ialah adanya peranan individu yang lebih menonjol dalam kehidupan masyarakat (Kabeer, 2014). Terlebih lagi, hasil andil perempuan terkadang dijadikan sebagai tolak ukur penilaian terhadap suatu keberhasilan dari kegiatan kemasyarakatan. Seperti halnya dalam tradisi majengan.
Tradisi majengan merupakan suatu kebiasaan masyarakat pulau Jawa dalam bekerjasama untuk mempersiapkan acara hajatan. Acara hajatan yang dimaksudkan ialah nikahan, khitanan dan syukuran (Niklosebelas, 2019). Awal mulanya tradisi ini muncul karena adanya kebiasaan yang dilakukan oleh para nenek moyang sehingga dilestarikan secara turun-temurun oleh masyarakat (Niklosebelas, 2019). Biasanya tradisi majengan mempunyai dua peranan dari individu yang disebut sebagai pajengan laki-laki dan perempuan. Tentu saja dalam praktiknya, kedua pajengan tersebut menjalankan tugas dan peran yang berbeda-beda.
Pajengan laki-laki lebih cenderung berperan sebagai sosok yang mempersiapkan kebutuhan peralatan dalam menyukseskan acara hajatan seperti kursi, meja, panggung dan sejenisnya. Sedangkan, pajengan perempuan mempersiapkan hidangan yang akan disajikan oleh para tamu undangan. Atas dasar hal tersebut pajengan perempuan memegang peranan penting dalam acara hajatan. Pasalnya, para tamu undangan yang berasal dari berbagai wilayah akan menilai keberhasilan acara hajatan berdasarkan hidangannya. Tentu saja hal tersebut membuat para pajengan perempuan bersatu untuk mempersiapkan hidangan agar dapat memberikan kesan terbaik bagi tuan rumah dan para tamu undangan.
Secara tidak langsung, kesatuan dan kebersamaan para pajengan perempuan justru memberikan berbagai kebermanfaatan dalam keberlangsungan kehidupan masyarakat. Seperti halnya yang dirasakan oleh masyarakat desa di kabupaten Indramayu pasca mengikuti tradisi majengan. Adanya kesatuan dan kebersamaan yang dilakukan oleh para pajengan, khususnya pajengan perempuan dapat menumbuhkan rasa kepemilikan, kepedulian dan tanggung jawab sehingga menciptakan solidaritas sosial. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Sajogyo bahwa suatu tradisi yang mengandung nilai kerjasama biasanya terkandung dalam sebuah kegiatan kemasyarakatan seperti membangun rumah, memperbaiki sarana umum dan mengadakan acara hajatan (Yusuf Hidayat, Laila Azkiah, 2021).
Kebermanfaatan yang telah didapatkan oleh masyarakat setempat dapat memberikan manfaat terhadap keberlangsungan kehidupan, salah satunya ialah kestabilan sosial. Arti dari kestabilan sosial sendiri ialah ketika massyarakat dapat menjalankan kehidupan secara aman, tentram dan tenang (Fitriani, 2020). Kestabilan yang dimaksudkan dalam konteks ini ialah kestabilan aspek kehidupan sosial dan budaya. Berdasarkan hasil peneliti yang dilakukan mengungkapkan bahwa masyarakat mengalami kehidupan secara damai dan tentram setelah mengikuti tradisi majengan. Hal tersebut muncul karena adanya kebersamaan dan solidaritas dalam mempersiapkan hidangan dalam acara hajatan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peranan dan andil perempuan yang telah didedikasikan dalam tradisi majengan bukan hanya sebagai tolak ukur keberhasilan saja, melainkan juga dapat memberikan kebermanfaatan terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat. Tradisi ini patut dilestarikan agar tetap terjaga akan esensinya dan dapat dirasakan oleh generasi-generasi selanjutnya. Selain itu juga, agar para masyarakat dapat mengetahui dan memperoleh wawasan bahwasannya peran dan andil perempuan juga memberikan kebermanfaatan terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Referensi:
Fitriani, S. (2020). Analisis: Jurnal Studi Keislaman Keberagaman dan Toleransi Antar Umat Beragama. Jurnal Studi Keislaman, 20(2), 179--192. http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/analisisDOI:http://dx.doi.org/10.24042/ajsk.v20i2.5489
Kabeer, N. (2014). Gender Mainstreaming in Poverty Eradication and the Millenium Development Goals. London: Commonwealth Secretariat.
Niklosebelas. (2019). Cuma di Kampung: Majengan, Sebuah Tradisi dalam Bertetangga. Niklosebelas.
Yusuf Hidayat, Laila Azkiah, N. A. (2021). Solidaritas Sosial Dalam Tradisi Nganyuh Mu'au Dikalangan Petani Padi Masyarakat Dayak Ma'anyan Di Desa Matarah Kecamatan Dusun Timur Kabupaten Barito Timur. PADARINGAN (Jurnal Pendidikan Sosiologi Antropologi), 3(1), 350. https://doi.org/10.20527/padaringan.v3i1.3032