Lihat ke Halaman Asli

Dwi Ari

Tawakal dan sabar

Mahasiswa Universitas Slamet Riyadi melakukan magang pada UMKM Asifa Tempe

Diperbarui: 2 Januari 2022   06:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Dwi Ari wibowo Mahasiswa Universitas Slamet Riyadi Surakarta Fakultas Ekonomi mengikuti magang di Umkm Asyfa tempe. Lokasinya berada di desa ngijo,kecamatan tasikmadu,kabupaten karanganyar. kegiatan yang dilakukan antara lain pembuatan tempe, pemasaran, hingga perkembangan usaha di masa pandemi.

Pada proses pembuatan tempe, usaha yang dimiliki Hasyim ini diawali dengan mencuci kedelai menggunakan air mengalir hingga bersih, lalu kedelai direndam selama 5 jam. Selanjutnya, kedelai dicuci lagi dan direndam lagi selama satu malam.

Setelah satu hari, kulit ari kedelai dikupas menggunakan mesin pengupas biji. Kedelai yang telah bersih lalu dikukus sekitar 20 menit, kemudian diangkat dan didinginkan. Setelah dingin, kedelai ditaburi dengan ragi tempe dan diaduk hingga rata. Kedelai lantas dibungkus menggunakan plastik dan tunggu selama 2 hari di suhu ruang. Dari awal proses pembuatan sampai pengemasan membutuhkan waktu kurang lebih 3 hari.

 Mutakil mengungkapkan jika hal yang utama dari pembuatan tempe ini adalah kualitas dari tempe itu sendiri. “Kami menggunakan kedelai impor karena kedelai lokal dinilai kurang bagus untuk bahan baku tempe, meskipun harga kedelai impor lebih mahal dibandingkan dengan kedelai lokal. Sebab, kami mengutamakan kualitas tempe,” ucapnya.

Untuk pemasaran tempe, ia menitipkan tempe di warung-warung langganannya. “Pemasaran tempe kami saat ini yaitu dengan cara di antar ke tiap-tiap warung makan, penjual sayur dan rumah-rumah yang sudah menjadi langganan”, ucap mutakil. 

Pada masa covid 19 ini, kedelai impor mengalami kenaikan harga dari biasanya, yang biasanya 1 hari menghabiskan sekitar 1 kwintal kedelai, namun pada masa covid ini dibatasi maksimal 83 kg saja setiap produksi. Hal ini dikarenakan melonjaknya harga dari kedelai impor sendiri sehingga berimbas pada berkurangnya produksi tempe. Meski harga bahan baku naik, harga tempe tetap sama dengan sebelumnya, hanya saja ukuran tempe sedikit lebih kecil dari sebelumnya.

Sebagai pengusaha tempe, mutakil menginginkan agar pandemi ini segera berakhir, dengan hilangnya pandemi akan bisa menaikkan pemasukan para pembuat tempe




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline