Hujan rintik-rintik tepat pukul 2 siang di kota Garut, tidak menyurutkan sedikit pun niat saya bersama ke 5 teman Adit, Arizal, Arfin, Gomeh dan Ilham untuk melakukan pendakian ke Gunung Talaga Bodas yang termasuk kedalam wilayah kecamatan Wanaraja, 29 km arah timur laut kota Garut. Gunung Talaga Bodas sendiri terletak di antara perbatasan Kabupaten Garut dan Tasikmalaya, dengan ketinggian 2.201 meter. Jadi selain via kota Garut seperti yang kami lakukan, pendakian menuju Gunung Talaga Bodas ini pun bisa dilakukan melalui kota Tasikmalaya. Keindahan Gunung Talaga Bodas memang tidak diragukan oleh siapapun termasuk oleh pemerintah Kolonial dulu. Banyak buku-buku perjalanan wisata membahas akan keindahannya, bahkan indahnya tempat ini pemerintah kolonial dahulu pernah mengeluarkan surat keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 4 Februari 1924 yang mengukuhkan Talaga Bodas sebagai taman wisata sehingga pada waktu itu banyak turis asing yang datang ke tempat ini bahkan sambil berkuda. Dan masih dijaman itu pula potensi belerang di kawasan ini mulai ditambang untuk kepentingan medik dan kimia. Untuk saat ini masih terdapat pabrik pengolahan belerang yang berada di daerah Wanaraja.
Perjalanan kami dimulai dari sebuah pertokoan yang cukup tersohor keberadaan nya di kota Garut yakni Asia Plasa. Menurut informasi yang kita dapatkan sebelum nya jika ingin menuju jalur pendakian Gunung Talaga Bodas kita harus menaiki angkutan umum ber no.12 sampai batas akhir rute angkot ini dengan tarir Rp.2.000,-/per orang nya. Perjalanan pun dilanjut dengan angkutan umum ber no.07 dengan tarif yang sama pula Rp.2.000,-, angkot ber no.07 ini sedikit unik bagi kami karena posisi kursi nya tidak seperti angkot pada umumnya yakni posisi bangku penumpang selalu berhadap-hadapan, tetapi bentuk bangku penumpang angkutan umum ini sama seperti kondisi mobil Carry asli tanpa ada perubahan. Perjalanan angkot ber no.07 ini terhenti tepat di depan Polsek Wanaraja sepertinya kalau tidak salah, karena kondisi pada saat itu hujan jadi pandangan mata pun sedikit terganggu. Tepat disebelah Polsek tersebut ada sebuah jalan yang cukup besar yang dipenuhi para tukang ojeg yang menunggu penumpang dengan sabar nya. Beberapa tukang ojeg pun mulai memberanikan diri mendatangi kami untuk menawarkan jasa nya mengantar kami sampai titik-titik tertentu (tidak sampai puncak gunung tentunya). Tapi pada saat itu kami ber 6 merasa ingin memulai perjalanan dengan jalan kaki saja, karena kondisi tubuh kami pada saat itu masih fresh 100% tentunya. Oh ya sedikit pemberitahuan jangan harap menemukan papan pemberitahuan secuil/sekecil apapun yang menunjukan jika jalan tersebut merupakan akses menuju Gunung Talaga Bodas. Itulah yang membuat kami sedikit kecewa, mana mungkin bisa untuk sebuah tempat pariwisata tidak ada petunjuk sama sekali tepat di mulut jalan nya. Ya sudahlah mungkin para birokrat di Pemkab Garut lebih mengerti dengan kondisi ini.
Singkat cerita kurang lebih 2 jam perjanan kami lalui dengan berjanan kaki menyusuri jalan yang dimulai dari posisi awal di bawah tadi tanpa belok sedikit pun alias lurus terus. Kami pun memutuskan untuk beristirahat sebentar di sebuah pos ronda yang posisi nya tepat di sebuah perempatan jalan yang cukup besar. 15 menit kita habiskan untuk beristirahat dan sedikit ngobrol-ngobrol dengan warga sekitar mengenai jalur pendakian selanjutnya menuju Gunung Talaga Bodas. Tanpa dugaan ternyata menurut salah satu warga yang kami temui, posisi Gunung Talaga Bodas dari titik tersebut sampai ke puncak posisinya kurang lebih sekitar 18 km lagi. Astagfirullah… Pada saat itu kami ditawarkan sebuah pilihan oleh para warga sekitar, mengikuti jalan besar lurus terus menerus dengan konsekuensi jalan lebih memutar tetapi lebih banyak menemui pemukiman warga atau pilihan keduanya memilih jalur alternative jalan berbelok ke arah kanan dari pos ronda tempat kami istirahat menuju Desa Cipapar. Kami pun memutuskan untuk melalui jalan Desa Cipapar karena menurut warga sekitar jalur tersebut lebih pendek, karena memotong jalur perkebunan milik warga sekitar. Benar saja tidak lebih dari 15 menit kami berjalan, ternyata kami harus melewati sebuah jalan setapak tanah basah akibat disirami air hujan secara terus menerus dari siang hari mirip pematang sawah pada umumnya. Perkebunan engkol, tomat, cabai, ubi pun menjadi magnet tersendiri bagi kami, karena itulah sebuah pengalaman pertama kami melihat hamparan ratusan hektar perkebunan yang behampar dan berjajar dengan indah nya, tapi sayang kami tidak dapat mengabadikan moment tersebut karena hujan memang sedang lebat-lebatnya pada saat itu. Perjalanan pun berlanjut menemui jalan besar kembali, tapi kondisi jalan tidak terlalu besar kira-kira hanya cukup untuk memuat sebuah mobil berukuran standart. Lama-lama ternyata kondisi jalan mulai mengecil, yang awalnya berukuran standart dan ber aspal bagus meskipun tidak mulus, berubah menjadi jalan setapak yang dipenuhi bebatuan yang cukup besar. Kondisi jalan pun tidak berubah sedikit pun selama 5 jam perjalanan berikutnya, jalan setapak tidak berubah sama sekali. Ternyata Tuhan pada saat itu berkehendak lain, yang pada saat awal nya kami semua merasa yakin mampu melewati rintangan yang dihadapi ternyata diluar dugaan mulai dilema mungkin sedikit pasrah, bahkan salah satu dari kami ada yang muntah sampai 2 kali. Karena jujur saja kondisi stamina kami pada saat itu sudah bisa dibilang habis, selain itu pun kondisi langit yang gelap karena memang sudah malam pun menambah ciut nyali. Penderitaan kami pun sedikit bertambah karena pada saat itu kami mendengar beberapa kali suara binatang yang sangat asing ditelinga, karena menurut informasi yang saya dapatkan dari hasil googling sebelum saya melakukan perjalanan kali ini kawasan Gunung Talaga Bodas memang dihuni oleh beberapa binatang yang menjadi penghuni kawasan ini seperti Macan Kumbang (Panthera pardus), Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Kijang (Muntiacus muntjak), Trenggiling (Manis javanicus), Tupai (Callaciurus notatus), Burung Kandanca (Ducula sp), Burung walet (Collocalia vulvonorum), Burung Puyuh (Turnix suscitator), Burung Saeran (Discusrus macrocaspus) dan lain-lain. Dan benar saja sekitar setengah jam kemudian ternyata tekad kami pada saat itu benar-benar rontok, selain karena kondisi badan sudah sangat lemah ditambah persediaan air minum dalam perjalanan sudah habis total. Kondisi dalam perjalanan pun kami tidak menemukan petunjuk sedikit pun untuk menuju tempat tujuan. Sebenarnya ada 2 pilihan pada saat itu kembali lagi ke bawah atau nge camp dimana pun dan melanjutkan perjalanan di pagi hari, akhirnya “Kembali lagi” pun menjadi kata terakhir keputusan kami bersama pada saat itu.
Setelah kami semua membuat kesepakatan untuk kembali ke bawah dan melanjutkan perjalanan ke kawasan objek wisata Cipanas Garut saja agar kekecewaan kami sedikit terobati malam itu, mau sampai disana jam berapa pun kami sudah tidak begitu perduli. Sedikit demi sedikit kami pun melalui jalan setapak yang kami lalui sebelumnya untuk kembali ke bawah. Tetapi ternyata Allah SWT berkehendak lain pada kami, disaat kami menyerah dan dalam perjalanan kembali ke bawah tiba-tiba datang lah sebuah petunjuk yang kami nanti kan kan sedari tadi. Yakni sebuah papan petunjuk yang menunjukan arah mana kawasan Talaga Bodas berada. Subhannallah… disinilah kuasa Allah SWT, ketika semangat kami semua rontok, ternyata Tuhan ingin memberikan rencana lain pada kami semua. Mungkin hikmah yang sangat saya ambil dari perjalanan kali ini yakni, jangan pernah sombong jika mau melakukan sebuah pendakian gunung, jangan pernah merasa cukup hebat dengan kemampuan dan fisik yang kita miliki. Selain itu pun ilmu navigasi wajib dipelajari kembali jika suatu saat dalam sebuah pendakian menemukan kondisi seperti ini lagi. Setelah sejenak bersujud syukur dan mengucapkan doa setelah diberi petunjuk ini kami pun melanjutkan perjalanan menuju arah yang ditunjukan papan tersebut. Ternyata semangat kami yang menggebu-gebu setelah menemukan papan tersebut hanya bertahan beberapa menit saja, medan yang kami lalui terbilang kali cukup berat, kondisi jalan yang awal nya membesar lagi-lagi mengecil dan hanya memuat sebuah mobil berukuran standart. Ditambah kondisi jalan yang dipenuhi bebatuan beraneka ragam ukuran, mulai dari yang sebesar kerikil sampai batu berukuran batu kali pun memenuhi jalanan tersebut. Kami semua pun dibuat tidak berdaya dengan kondisi ini, setiap 10 sampai 20 meter kami berjalan pasti salah satu dari kami ada yang mengatakan “break”, dalam perjalanan seperti ini wajib hukum nya kita menjaga kekompakan tim, jika satu saja merasa cape dan menginginkan istirahat yang lain nya wajib mengikuti. Jangan pernah merasa gengsi untuk berkata istirahat jika kita memang merasa sudah tidak mampu sama sekali. Dalam keheningan malam 6 anak manusia ini hanya bisa mengeluarkan helaan nafas setiap kali melakukan istirahat, tanpa bicara sama sekali. Suara burung dan cahaya kecil kunang-kunang pun seakan menjadi orchestra tersendiri bagi kami. Jalan, break, jalan, break, jalan, break pun menjadi rutinitas kami selama hampir satu jam lama nya. Tiba-tiba muncul lah sebuah sinar kecil ke kuningan di atas sana, kami sangat yakin bahwa disana pasti ada sebuah kehidupan manusia. Tanpa memedulikan kondisi tubuh yang sudah habis ini kami bertekad harus sesegera mungkin sampai sumber cahaya lampu tersebut. Dan benar saja ternyata cahaya kuning kecil patromaks kumal tersebut berasal dari sebuah rumah yang dijadikan pos pintu masuk kawasan Talaga Bodas. Bagaikan seorang anak kecil yang berhasil menemukan ibu nya, kami ber 6 setengah berlarian menghabiskan tenaga yang tersisa menuju rumah tersebut. Kami pun sesegera mungkin mengetuk pintu yang kondisi nya pada saat itu tertutup. Sang Ibu yang saat itu keluar pun menyapa kami dengan sangat ramahnya. Setelah sedikit berbincang-bincang sambil menikmati jamuan secangkir teh hangat yang diberikan Ibu penjaga, kami pun menanyakan kemana arah yang harus kita tempuh berikutnya. Ternyata posisi kami pada saat itu sudah berada di dalam kawasan Talaga Bodas, dan posisi Danau Talaga Bodas ternyata hanya beberapa meter saja dari posisi kami berada. Tapi sangat disayangkan kabut yang turun dengan lebat nya pada saat itu tidak mengizinkan kami untuk menikmati keindahan Danau Talaga Bodas di malam hari. Ya sudahlah, besok pagi pasti kami bisa menikmati keagungan Allah SWT sang pencipta dengan cara yang lebih indah. Lalu kami pun menuju sebuah Mushala satu-satu nya yang terdapat di kawasan Talaga Bodas, jujur pada saat itu kami sudah kehabisan tenaga dan telah sepakat tidak akan mendirikan tenda dan lebih memilih tidur di dalam kawasan Mushala saja. Setelah berhasil menemuka Mushala tersebut ternyata ada sudah ada 2 rombongan yang telah dahulu mendirikan camp di sekitar Mushala tersebut. Rombongan pertama yakni sekitar 12 orang yang berasal dari Jakarta dan sekitar 10 orang yang ternyata adalah bapak-bapak Pejabat dari lingkungan Pemprov Jawa Barat, bahkan salah satu nya yakni ketua Korpri Jawa Barat. Rombongan Bapak Pejabat ini ternyata menggunakan 3 buah mobil Hard Top untuk menembus kawasan Talaga Bodas ini. Rombongan Bapak Pejabat ini sangat baik pada kami, beberapa kali beliau membantu kami mulai dari memberikan Pisang Goreng yang sangat lezat sampai mengizinkan kompor nya dipergunakan kami untuk memasak, “Hatur nuhun pak… mugia nguniang wujud luyu ridha Allah SWT”.
Lagu Mahadewi milik Padi pun mengalun dengan indah nya dari mp4 hijau saya yang kondisi batre nya nyaris hamil 9 bulan karena terlalu sering di cas. Bagi saya, filosofi lagu ini begitu hebat, mahadewi disini bukan hanya saja untuk mewakili seseorang wanita yang dicintai, tetapi bisa juga untuk mengungkapkan dan memuji keindahan alam yang begitu indah, seperti kondisi saya pada saat itu. Suara indah milik Fadly tersebut pun tanpa terasa saya repeat berkali-kali untuk menemani saya seorang diri berendam di kolam air hangat Talaga Bodas malam hari itu, jujur kondisi saat itu mungkin sangat susah untuk diungkapkan. Kenikmatan yang diberikan Allah memang tiada tara nya, disaat badan ini lelah setelah berjalan selama 8,5 jam lamanya, ternyata Allah memberikan sebuah kenikmatan tersendiri yang dibayar tunai malam itu juga. Berendam di dalam air hangat yang berasal dari panas nya material gunung Talaga Bodas, ditemani secangkir kopi ditambah dengan hembusan nafas dan asap rokok Gudang Garam Filter yang berlomba dengan sangat indahnya.
Suara obrolan beberapa orang di luar mushala, membangunkan saya pagi itu. Ternyata di luar dugaan 5 orang teman saya sudah bangun terlebih dahulu (lagi-lagi penyakit sare ngabangke menghampiri saya, ga di rumah ga di gunung, parah…), ya sudahlah lalu saya pun memutuskan keluar mushala untuk melihat keadaan di luar dan melihat apa yang sedang dikerjakan teman-teman di luaran sana. Subhannalah… inilah sebuah kata yang pertama kali keluar dari mulut, karena di depan mata tersaji sebuah pemandangan yang begitu indah nya, kabut bergumpal-gumpal memenuhi setiap penjuru danau Talaga Bodas yang membiru dan dibentengi rentetan gunung yang begitu kokohnya , ditambah sinar matahari yang pagi itu menampakan diri nya dengan sangat malu-malu. Mungkin pemandangan ini bisa juga kita temui di objek wisata lainnya yang menyajikan pemandangan serupa seperti hal nya Kawah Putih Ciwidey atau Tangkuban Parahu Subang. Tapi percayalah gunung dan danau Talaga Bodas ini memiliki sensasi tersendiri. Selain itu pun tempat ini bisa dikatakan masih sangat asri dan jauh dari hiruk pikuk wisatawan dan tukang jualan yang menjejali kawasan Kawah Putih dan Tangkuban Parahu.
Ternyata semua teman-teman sedang menikmati berendam air hangat seperti yang saya lakukan di malam hari. Pagi itu saya tidak berendam seperti teman-teman yang lainnya, saya hanya duduk di sekitaran kolam air hangat sambil melamun, entah melamuni apa pada saat itu. Oh iya sekedar info, ada mitos yang berkembang di masyarakat sekitar secara turun temurun, jika berendam di kolam air hangat di sekitaran kawasan danau Talaga Bodas, celana dalam yang digunakan pada saat berendam sebaik nya tidak dibawa pulang tapi cukup dibuang saja di sekitaran kolam, maka jangan heran jika menemukan tumpukan-tumpukan celana dalam yang bertebaran di sekitaran kolam air hangat danau Talaga Bodas. Konon jika kita tidak membuang celana dalam yang digunakan pada saat berendam, para “penghuni” kawasan Talaga Bodas bisa mengikuti pulang. Wallahualam… jika percaya pada mitos tersebut silahkan, jika tidak pun tidak mengapa karena itu setiap pribadi pasti memiliki pandangan yang berbeda-beda. Tapi satu yang pasti akibat mitos yang berkembang ini, pemandangan tumpukan celana dalam ini sedikit banyak cukup menggangu kebersihan kawasan Talaga Bodas.
Setelah semua melaksanakan acara berendam di pagi hari, kami pun melanjutkan acara wajib foto-foto di sekitaran danau Talaga Bodas (yah… foto-foto merupakan sebuah hal yang sangat wajib dilakukan ketika melakukan sebuah perjalanan, terlepas itu narsis atau tidak hehehe). Beberapa spot kami datangi demi mendapatkan foto yang bagus, termasuk sebuah tebing di bagian utara danau Talaga Bodas, karena di tebing tersebut masih terdapat beberapa titik yang mengeluarkan semburan-semburan lava aktif gunung Talaga Bodas, kalau dilihat-lihat semburan-semburan lava tersebut sama persis bentuk nya seperti semburan lumpur Porong waktu berkunjung ke Sidoarjo beberapa tahun silam.