Lihat ke Halaman Asli

Dwian Sastika

Manusia Sebatang Kara

Bangku Deretan Belakang

Diperbarui: 19 Februari 2023   20:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bangku deretan belakang, Senyap di sela riuh kerumunan, Dingin menyergap hati yang kering, Menjadi saksi sunyi kepedihan.

Seperti hidup yang tak dihargai, Yang selalu dibelakangi dunia, Terpinggirkan dalam keadaan terpuruk, Hanya mampu meratapi nasib buruk.

Namun, sejatinya bangku itu, Juga memiliki kisah yang berharga, Menyaksikan berjuta tawa dan cerita, Membawa kebahagiaan dan kenangan manis.

Seperti manusia, tak selamanya derita, Sesekali terang melintas dalam gelap, Menjadi pengingat bahwa hidup masih berarti, Meski tersembunyi di deretan belakang yang sunyi.

Bangku deretan belakang, dalam keheningan ku coba mencari jalan, menggunakan ilmu dari para ahli biologi, tentang akar dan cabang, lalu ku renungkan,

Pada akarnya yang menjulang ke bawah, Melambangkan kekuatan untuk bertahan, Dalam kesunyian yang tiada henti, Bangku itu menunjukkan kegigihan tanpa batas.

Cabang-cabangnya yang terentang panjang, Merupakan wujud perjuangan untuk tetap hidup, Seiring waktu, tumbuhlah dedaunan dan ranting, Memperlihatkan keindahan yang terus berkelip.

Dari sudut pandang kimia, Bangku itu tersusun dari atom dan molekul, Bergabung dan berinteraksi dengan harmoni, Menjadi satu kesatuan yang kuat dan penuh makna.

Dalam deretan belakang yang sunyi, Kita dapat belajar banyak hal, Tentang kegigihan, perjuangan dan keindahan, Yang ditemukan dalam kerangka ilmu pengetahuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline