Wawancara Penyiar TV ON dengan Gus Ngasal, pengamat ‘sesuatu’
Penyiar: Gus, sebenernya kami penasaran, kok Anda disebut pengamat ‘sesuatu’. Maksudnya pengamat apa Gus?
Gus Ngasal: Maksudnya pengamat ‘sesuatu’ yang lagi hot di negeri ini, hehe…
Penyiar: Oo .. begitu. Ok, kita langsung ke permasalahan utama Gus. Menurut Gus Ngasal, mengapa pemerintah bersikeras untuk menaikkan BBM?
Gus Ngasal: Saya juga ndak ngerti apa yg dimaksudkan pemerintah. Katanya demi kepentingan rakyat juga, tapi rakyat seperti saya ndak ngerti… yang saya tau dampak kenaikan BBM itu luar biasa luas. Mulai dari kenaikan harga sembako, biaya transportasi, dan bahkan hampir semua harga barang pasti naik, sementara gaji buruh, karyawan, dan rakyat kan banyak yang tidak naik.
Penyiar: Bukannya pendapatan per kapita rakyat di negara kita sudah meningkat? Kalau kita lihat, penjualan barang mewah seperti mobil terus meningkat.
Gus Ngasal: Yah itu kan kebanyakan mobil kredit mas... Jadi, yg benar-benar kaya sebenarnya ndak banyak. Lebih banyak rakyat yang hidupnya pas-pasan, pendapatannya hanya cukup buat makan dan nyekolahin anak, ndak cukup untuk membeli pakaian apalagi membeli rumah. Bahkan, seperti yang lagi hot di internet, ada anak kecil bernama Siti yg harus berjualan bakso dan makannya cuma kangkung sama garem. Itu pun kangkungnya minta di kebon tetangganya. Lah, kalau memang pendapatan per kapita sudah tinggi, berarti ada kesenjangan sosial yg dalam di negeri kita tercinta ini. Ini masalah ekonomi juga thoo…?
Penyiar: Kan rakyat miskin akan diberikan BLT Gus?
Gus Ngasal: Lah, BLT itu kan besarnya rencananya antara Rp 100 – 150 ribu rupiah. Kalau dibagi 30 hari, seharinya lima ribu untuk makan si Siti misalnya, apa itu cukup untuk makan yg bergizi? Belum lagi apa Siti tidak butuh pakaian..? Jadi, apakah BLT sebesar itu menyelesaikan masalah kesulitan ekonomi rakyat miskin dan hampir miskin? Tentu tidak, kan?
Penyiar: Memangnya pemerintah tidak peka terhadap kemiskinan Gus?
Gus Ngasal: Ya ndak. Apa di pemerintahan ada yang miskin? Yg makan susah, bajunya bolong-bolong mau beli baju susah, kemana-mana jalan kaki. Ndak ada kan…? Katanya pemerintah pro rakyat, mewakili rakyat..? kok ndak ada yang mewakili rakyat miskin? Semuanya kaya…
Penyiar: Jadi, menurut Gus Ngasal, harus ada menteri miskin yg mewakili orang miskin…?
Gus Ngasal: Ya ndak gitu. Sekarang gini aja. Pemerintah terutama para pemimpin negara tolong lakukan survei ke seluruh negeri. Kalau masih ada rakyatnya yang masih makan aja susah, dan saya yakin banyak… ya harusnya para pemimpin malu bisa makan enak. Wong harusnya para pemimpin negara mensejahterakan rakyatnya dulu, baru bisa makan enak. Ini para pemimpin sejahtera duluan, sementara masih banyak rakyatnya yang miskin. Jadi ya wajar antara rakyat dan pemerintah ndak nyambung..
Penyiar: Tidak nyambung apanya Gus?
Gus Ngasal: Ndak nyambung komunikasinya. Karena mereka mendudukkan diri mereka di atas dan rakyatnya di bawah. Omongannya tinggi, gaya hidupnya tinggi, ndak nyambung sama rakyat kecil, makanya rakyat ndak bisa mengerti apa yang mereka katakan…
Penyiar: Baik Gus, terimakasih atas perbincangannya. Mudah-mudah wawancara kita ini bisa dilihat oleh para pemimpin negara kita, bukan begitu Gus…?
Gus Ngasal: Hya, dan tidak jadi menaikkan BBM dan malah membagi-bagikan sedekah kepada rakyat miskin dan memberdayakan rakyat miskin supaya bisa sejahtera seperti mereka. Ya kalau ada pemimpin yg gak mau makan enak sebelum semua rakyatnya bisa makan enak, saya bakal dukung dengan sepenuh hati di pemilu 2014 nanti.
Penyiar: Mudah-mudahan Gus, nanti akan muncul sosok pemimpin yang berjiwa patriot.
Gus Ngasal: Sip…
Penyiar: Ok Pemirsa, terimakasih atas perhatiannya dan perlu diingat bahwa wawancara ini hanyalah fikitf belaka, dengan maksud menyinggung yang perlu disinggung dan mengatakan yg perlu dikatakan. Mudah-mudahan kita dapat berjumpa lagi di wawancara yang hoot lainnya…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H