Lihat ke Halaman Asli

Nikah Sirih, Siapa yang Dipidana?

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nikah sirih, siapa yang dipidana?

Polemik nikah siri atau nikah di bawah tangan untuk diatur dalam undang-undang yang sedang dibahas di DPR banyak membuat pro dan kontra pada masyarakat. Pelaku Nikah sirih dan poligami dalam rancangan undang-undang (RUU) tersebut diancam pidana membuat pertanyaan pada benak kita, apakah hal yang sah menurut agama (islam) dinyatakan melanggar hukum. Jika ada yang berkata Indonesia bukan Negara agama, memang benar tetapi Islam sebagai salah satu agama yang diakui di Indonesia dan adanya kebebasan memeluk dan menjalankan syariatatau kewajibannya dan hal ini termasuk dalam Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa sehingga dapat dijabarkan bahwa ada kebebasan dalam menjalan ibadah. Nikah adalah ibadah yang diatur dalam kitab suci agama manapun.

Terlepas dari perdebatan dalam konteks agama, kita coba melihat kewajiban Negara dalam bidang administrasi yang sangat pokok yakni pencatatan. Pencatatan kelahiran, kematian, perkawinan dan perceraian adalah kewajiban Negara. Negara mempunyai kewajiban yang harus dijalankan untuk aktif mendata dan mencatat setiap adanya kelahiran, kematian, perkawinan dan perceraian sehingga akan tercipta administrasi yang baik. Dalam kelahiran dan kematian fungsi pencatatan ini sangatlah penting, dengan dicatatnya kelahiran dan kematian maka akan terdata jumlah penduduk yang lahir dan meninggal dalam jangka waktu tertentu dan kaitannya dengan fungsi adminitrasi yang lain, yakni tercantumnya dalam kartu induk keluarga, kartu tanda penduduk (KTP) akta kelahiran, akta kematian.

Bukan masyarakat yang harus mengurus dan aktif mendatangi kelururahan, bahkan hingga kantor catatan sipil, dengan aktifnya petugas mulai di tingkat RT akan membantu dalam menertibkan administrasi kependudukan, sehingga perlunya pemerintah melakukan pencatatan dan menjadikan mudah agar anak yang lahir mendapat akta kelahiran, karena kita juga harus bijak dalam memberlakukan keadilan kepada masyarakat, dalam hal ini anak yang lahir “tanpa” bapak karena hasil perkosaan, nikah sirih dan hal yang lain.

Perkawinan merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan dalam pencatatan perkawinan atau pun perceraian, kewajiban pemerintah mencatatnya, pejabat pemerintah melalui tingkat RT mendata tiap hari siapa yang lahir dan siapa yang meninggal sehingga terdata. Kaitan erat dengan pencatatan kelahiran karena dalam perkawinan menghasilkan keturunan dan pencatatan itu perlu dilakukan dan dibukukan oleh Negara.

Sangat tidak adil jika nikah sirih dipindana dan yang haruslah dipidana adalah pemerintah karena lalai dan tidak aktif dalam mencatat setiap perkawinan,perceraian, kelahiran dan kematian. Masyarakat sebagai warga Negara tidak harus melapor untuk itu, tetapi kewajiban pemerintah dalam mencatatnya untuk kepentingan administrasi di suatu Negara dan pemerintahan. Sehingga layaklah pemerintah dipidana jika tidak aktif dalam mencatat dan mendata setiap perkawinan, perceraian, kelahiran dan kematian bukan pelaku yang harus dipidana, tetapi pemerintah yang lalai tidak mencatatnya itulah yang harus dipidana. Apakah orang nikah sirih harus dipidana? Apakah orang mati dan lahir juga harus dipidana? Yang tepat untuk dipidana adalah Negara atau pemerintah yang lalai dalam melakukan kewajiban dari fungsi administrasi yakni pencatatan perkawinan, perceraian, kelahiran dan kematian, sehingga jika fungsi itu dilaksanakan, maka akan tercipta tertib administrasi dalam kependudukan dan terlaknsananya perlindungan awal dari kesamaan di muka hukum dengan tercatatnya seseorang dari salah satu ataupun keempat aspek tersebut.

Kelalain pemerintah tidak mencatat merugikan seseorang yang lahir, meninggal, nikah dan cerai, baik dalam status maupun dalam administrasi turunan lainnya, yakni KK, KTP, waris, pendaftaran yang memerlukan administrasi lainnya. Sehingga status anak dari pernikahan sirih akan menjadi jelas posisinya selama pemerintah aktif melakukan pencatatan.

RUU perkawinan yang baru dan administrasi kependudukan hendaklah memperhatikan hal tersebut untuk menjaga dan melindungi kedudukan hukum tiap warga Negara nya dengan memberikan kepastian di bidang administrasi kependudukan dan yang lainnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline