Lihat ke Halaman Asli

Kesadaran Maju, Persatuan, dan Kemerdekaan dalam Menyantap Nasi Liwet

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perhelatan besar yang bertajukPeringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika baru saja berlangsung. Diselengarakannya peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika juga berbarengan dengan Peringatan ke-10 Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika yang digadang-gadang oleh sebagian kalangan merupakan forum dalammenjembatani negara-negara Asia dan Afrika dalam mengejar kemitraan yang lebih kuat dan sarana berbagi pengalaman dalam meningkatkan pembangunan ekonomi kedua kawasan. Segala macam persiapan dikejar untuk menyukseskan forum yang dilaksanakan sejak tanggal 19 April 2015 hingga acara puncaknya di Kota Bandung pada tanggal 24 April 2015.

Sontak perhatian publik khususnya masyarakat Bandung dan masyarakat dari luar Bandung pun tertuju pada persiapan hingga jelang pelaksanaan peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika di Bandung. Bahkan meski peringatan KAA telah selesai diselenggarakan masih banyak masyarakat baik warga lokal Bandung atau wisatawan berduyun-duyun menyambangi lokasi tempat di mana KAA berlangsung. Euforia masyarakat lebih tertuju pada segala bentuk simbol yang direpresentasikan melalui ornamen-ornamen artistik dan beragam bentuk seni instalasi yang berada di kawasan Jalan Asia Afrika dan sekitarnyayang telah disuguhkan secara apik oleh panitia penyelenggara. Mereka seakan berlomba-lomba tidak ingin kalah dalam menggunakan peranti canggih yang mereka miliki untuk digunakan dalam mengabadikan gambar pribadinya di setiap sudut kawasan Jalan Asia Afrika Bandung.

Sebagaimana telah dipahami dalam kesadaran kolektif masyarakat bahwa Konferensi Asia Afrika tahun 1955 merupakan perwujudan dari semangat kerja sama antar bangsa Asia dan Afrika. Kerja sama yang dirancang adalah berkaitan dengan kerja sama sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Secara khusus menaruh perhatian pada permasalahan kedaulatan nasional, rasialisme, dan kolonialisme. Selain itu adalah sebagai upaya dalam meningkatkan peran negara Asia Afrika dalam mewujudkan perdamaian dunia. Buah dari konferensi yang diselenggarakan tanggal 18-24 April 1955 adalah Dasa Sila Bandung yang berisikan sepuluh poin kesepakatan yang secara umum berisi tentang "pernyataan mengenai dukungan bagi kedamaian dan kerjasama dunia".

Pada masa itu penyelengaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) memiliki momentum yang baik dalam mempersatukan bekas Negera-negara jajahan di belahan Asia Afrika. Hal tersebut berkaitan dengan praktek kolonialisme dan imperialisme yang pernah berlangsung di kawasan Asia Afrika. Hanya ada lima negara Afrika yang telah merdeka pada saat diselengarakannya KAA, yaitu Ethiopia, Mesir, Libya, Liberia, dan Afrika Selatan. Namun sejak tahun 1965 hingga saat ini telah terdapat 33 negara Afrika telah merdeka.

Praktek kolonialisme dan imperialisme sejatinya dapat dimaknai sebagai upaya dalam mengembangkan kekuasaan dari suatu negara. Semangat dari praktek tersebut didasari motif untuk mendominasi kekuatan ekonomi atas sumber daya alam, manusia, bahkan hingga menanamkan pengaruh pada semua bidang kehidupan di suatu wilayah.  Sehingga wilayah yang pernah dijadikan koloni dan tanah jajahan itu pada masanya merupakan wilayah yang memiliki kemungkinan sangat kecil untuk dapat mengelola dan berdaulat dalam menentukan nasibnya sendiri.

Dari awal dideklarasikan KAA pada tahun 1965 hingga peringataan ke-60 KAA yang baru saja selesai dilangsungkan dengan meriah hendaknya dapat dijadikan sebagai simbol dalam menandai sebuah makna secara kontekstual. Simbol menurut Luxemburg adalah lambang sesuatu yang berdasarkan perjanjian atau konvensi yang mengacu pada gagasan atau pengertian tertentu. Apapun objek atau kejadian yang memiliki makna dapat disebut simbol. Menurut pendekatan interpretivisme simbolik, siapa saja dapat memberikan makna kepada setiap kejadian, tindakan atau objek yang berkaitan dengan pikiran, gagasan, dan emosi.

Lalu apa yang dapat kita maknai dari penyelenggaraan KAA dari awal dideklarasikan hingga peringataan ke-60 KAA. Jika hendak ditelisik maka terdapat simbol universal yang bisa membantu kita merangkai sebuah gagasan dan mendapatkan pengertian dalam memaknai sebuah kejadian. Setidaknya terdapat tiga simbol universal yang dapat kita tangkap dari penyelenggaraan KAA, yakni simbol dari kesadaran yang maju, persatuan, dan kemerdekaan.

Mari kita coba elaborasi satu persatu dimulai dari kesadaran maju, secara kontekstual kesadaran maju yang terbangun antar negara Asia Afrika merupakan kesadaran untuk mengobarkan benihperjuangan pembebasan nasionaluntuk bebas dari cengkraman dominasi Imperialisme. Kemudian persatuan yang digalang antar bangsa Asia Afrika adalah merupakan usaha untuk menggalang dan menghimpun kekuatan menghadapi penjajahan Negara-negara Neo-Imperialismeyang menghisap dan menindas rakyat Asia dan Afrika. Yang terakhir adalah simbol kemerdekaan, yakni tidak ada negara di kawasan Asia Afrika yang ingin didikte dalam mengelola sumber daya alam, manusia, dan ekonominya.

Jika ditengok kembali sebenarnya simbol-simbol universal tersebut mendapat tempatnya melalui tema yang diusung dalam rangkaian peringatan 60 Tahun KAA, yaknimemperkuat kerjasamaNegara-negara selatan untuk mendorong kesejahteraan dan kemakmuran dunia. Dalam konteks ekonomi internasional adanya istilah “negara selatan ” merupakan pendikotonimian untuk menjelaskan perbedaan kualitas dari kesejahteraan hidup rakyat dari masing-masing negara maju dan negara berkembang. Hal ini ditinjau dari karakteristik letak geografisnya “negara maju” dominan terletak di kawasan utara dari peta dunia sehingga dikenal juga sebagai “negara bagian utara”. Keberadaan “negara berkembang”  sebagian besar berada di kawasan selatan dari peta dunia maka disebut juga sebagai “ negara bagian selatan”. Sesunguhnya simbol-simbol universal seperti kesadaran yang maju, persatuan, dan kemerdekaan hendaknya menjadi landasan untuk memperkecil perbedaan dari kualitas kesejahteraan hidup antara negara maju dan negara berkembang akibat praktek imperialisme yang masih berlangsung.

Praktek imperialisme merupakan praktek dari sebuah negara besar untuk dapat memegang kendali atau pemerintahan negara lain. Saat ini negara-negara di kawasan Asia Afrika terus menjadi sasaran pengerukan kekayaan alam dan terus ditekan untuk menyediakan buruh-buruh murah agar dapat didayagunakan secara eksploitatif demi mensuplai tenaga kerja bagi perusahaan milik imperialis. Situasi ini juga berkorelasi dengan kondisi demografis penduduk di dunia, yakni sebanyak 75% penduduk dunia, berasal dari kawasan Asia Afrika. Kondisi tersebut dimanfaatkan untuk dijadikan pasar yang sangat potensial untuk menjual segala produk dari hasil over produksi perusahaan milik imperialisme.

Untuk itu persatuan di antara negara Asia Afrika diperlukan guna menggalang konsolidasi yang konstruktif dalam rangka menyikapi praktek imperialisme yang berbentuk penguasaan sumber daya alam dan manusia yang menyebabkan kemiskinan dan penderitaan bagi rakyat di negara kawasan Asia Afrika. Oleh karena itu sudah sewajarnya kedaulatan dan kemandirian dari negara-negara kawasan Asia-Afrika menjadi perhatian masyarakat dunia secara umum. Sehingga setiap kebijakan konyol seperti liberalisasi ekonomi, privatisasi sektor publik, deregulasi perundang-undang, hingga pencabutan subsidi tidak mendapatkan tempat di negara-negara kawasan Asia Afrika.

Masih menyinggung perihal simbol universal dari gagasan besar yang mampu ditangkap dari KAA adalah bermuara pada kemerdekaan. Kemerdekaan senantiasa memiliki arti yang penting bagi setiap bangsa dan negara termasuk negara-negara di kawasan Asia Afrika. Setiap bangsa dan negara akan dapat duduk berdampingan dan berdiri dengan setara jika memiliki kemerdekaan. Dengan demikian sudah sepatutnya intervensi dari sebuah negara yang memaksa untuk mendirikan pangkalan militer di negara lain hendaknya mendapat kecaman keras karena tindakan tersebut adalah tindakan yang melecehkan kemerdekaan suatu negara. Selain itu juga diperlukan ketegasan dari setiap pemimpin negara di kawasan Asia Afrika dalam memproteksi rakyatnya dari kerjasama yang tidak saling menguntungkan dari adanya kerjasama investasi antara negara di kawasan Asia Afrika dengan perusahaan-perusahaan milik imperialis.

Simbol-simbol universal yang baru saja diulas merupakan perwujudan dari gagasan dan pikiran yang besifat kontinyu. Pemaknaan pada sebuah simbol diserahkan kembali kepada pembaca. Namun setidaknya dari apa yang sudah diulas dapat dijadikan sebuah orientasi kognitif untuk menangkap nilai-nilai dan makna yang dapat merepresentasikan sebuah tindakan. Sehingga sudah bukan jamannya daun pisang sebagai pembungkus yang malah dinikmati dengan lahap melainkan nasi liwet, ikan asin, tahu beserta tempe goreng, dengan tambahan goreng ayam (jika bukan vegetarian) berikut sambal gorenglah yang harusnya habis untuk disantap.  Lalu siapa negara imperialis yang disinggung dalam ulasan ini, nah silahkan hal tersebut bisa diamati dan diberi makna oleh masing-masing pembaca.  Semoga kesejahteraan dan kemakmuran ada di Asia-Afrika.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline