Lihat ke Halaman Asli

Dwi Klarasari

TERVERIFIKASI

Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

"Mbak Wayan, Ini Jangan!"

Diperbarui: 3 September 2021   21:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: osc.medcom.id

Peristiwa lucu ini terjadi saat aku duduk di Kelas 3 Sekolah Dasar. Kala itu, ayahku mendapat beasiswa untuk belajar di salah satu Sekolah Tinggi di Kota Gudeg.

Suatu ketika, saat liburan semester ayahku mengajak tiga sahabatnya menginap di rumah kami di Kota Semarang. Kebetulan mereka tidak pulang ke kampung halaman masing-masing. Boleh jadi  demi menghemat pengeluaran. Namanya juga mahasiswa, kan?  

Tentu saja kami menyambut mereka dengan senang hati. Suatu kehormatan bila tamu berkenan menginap di rumah kami. Meskipun rumah kami sangat tidak layak untuk menerima tamu---rumah kami berdinding papan dan berlantai semen---tetapi ruang hati kami semewah hotel bintang lima. Haha, lebay ya?!

 

Ketiga sahabat ayahku berasal dari luar Jawa. Mereka adalah Om Sahat dari Sumatera Utara, Om Yosef dari Pulau Timor bagian Timur (sekarang menjadi Timor Leste), dan Tante Wayan dari Bali. Sementara kami adalah keluarga Jawa dengan sedikit sentuhan Madura. Wah, Indonesia mini!

Dalam keseharian, keluarga kami berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia bercampur dengan bahasa Jawa. Alih-alih menggunakan krama inggil---bahasa Jawa halus---yang relatif sulit, untuk berbicara dengan ayah ibu, aku dan saudara-saudaraku memilih berbahasa Indonesia. Jadi, ketika sahabat ayah bertamu kami pun berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Sungguh beruntung ada bahasa Indonesia.   

Untuk menjamu tamunya, ibu memasak cukup banyak makanan. Tentu semuanya masakan khas Jawa. Sebenarnya hanya masakan sederhana, seperti sayur lodeh, sayur bening, perkedel jagung, tahu-tempe goreng, ikan asin, dan sambal terasi. Namun, rasanya luar biasa karena ibuku jago masak.

Seperti keluarga besar kami pun makan bersama mengelilingi meja kayu sederhana. Ayah dan ibu, Om Sahat, Om Yosef, Tante Wayan, dan aku bersama kakak serta dua adikku. Dalam temaram lampu petromaks, rumah kami terasa bagai surga dunia. Terlebih karena hari itu banyak makanan. Aih! 

Selayaknya nyonya rumah yang baik, ibuku sibuk menawarkan ini-itu kepada para tamunya. Harapannya semua masakan ludes dinikmati, terlebih oleh ketiga sahabat ayah.

Tambah lagi nasinya; ini tahu/tempe gorengnya; ayo jangan malu-malu; dan sebagainya. Itulah kalimat-kalimat yang terucap oleh ibu sepanjang acara makan.   

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline