Lihat ke Halaman Asli

Dwi Klarasari

TERVERIFIKASI

Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

Haruskah "Kami" Mati?

Diperbarui: 22 Oktober 2018   09:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: JamesDeMers - Pixabay.com

Seandainya hak untuk hidup juga dimiliki oleh "hal-hal tak hidup" seperti "kami", kemungkinan akan ada banyak pihak yang rela memperjuangkan langgengnya keberadaan "kami" di dunia.

Sejujurnya "kami" tak mampu bertahan sendiri, bahkan untuk sekadar meminta agar diperbolehkan tetap hidup. Setidaknya untuk sering terucap dari bibir manis para penutur Indonesia masa kini, sekali pun si penutur bukan pecinta bahasa. Atau sekadar diizinkan hidup dalam benak orang-orang di negeri tempat "kami" terlahir.

Dalam satu dekade terakhir reputasi "kami" menurun drastis. Perlahan-lahan "kami" tersingkir dalam senyap dengan cara menyakitkan. Hanya tertinggal satu dua orang yang setia menuturkan "kami". Namun, penutur yang peduli menyuarakan "kami" acap kali harus rela menuai tatapan sinis. Penutur yang mengajak sesamanya menyuarakan "kami" pun harus siap untuk dibuli. Tak heran banyak penutur tak lagi merasa pede menuturkan "kami"; lalu bersikap dingin dan apatis.

"Kami" nyaris dilupakan. Oleh para penutur, tugas "kami" diserahkan kepada lema lain bernama "kita". Bila "kami" tak lagi digaungkan, artinya "kami" akan beranjak menuju kematian. Namun, izinkan "kami" bertanya: HARUSKAH "KAMI" MATI?

Haruskah "kami" mati? Seandainya lema bisa bicara, mungkin begitulah "kami" akan menyampaikan unek-uneknya.

Dalam bahasa Indonesia, "kami" adalah salah satu kata ganti (pronomina) orang pertama jamak. Namun, popularitas lema ini semakin kabur. Alih-alih menggunakan kata "kami" belakangan banyak penutur bahasa Indonesia cenderung memakai kata "kita" untuk menggantikan "kami". Meskipun lema "kita" juga merupakan kata ganti (pronomina) orang pertama jamak, tetapi "kita" sama sekali berbeda dengan "kami". 

Dalam penggunaannya, lema "kami" tidak menyertakan lawan bicara. Sementara lema "kita" menyertakan lawan bicara. Jadi, lema "kami" dan "kita" sama sekali berbeda maknanya. Bahasa Indonesia memang unik. Jangan samakan dengan bahasa Inggris yang hanya memiliki kata "we" untuk menyebut "kami" maupun "kita".

Dua sejoli Dodo dan Ani yang hendak menikah bertemu Setiawan sahabat mereka. Mereka pun menyampaikan kabar gembira tersebut.

Dodo & Ani: Hai Wan! Bulan depan kita akan menikah, datang ya!

Setiawan : Kita? Maksud kalian, kita bertiga (Dodo, Ani, dan Setiawan) akan menikah?

Dodo & Ani: Enak saja! Kami yang akan menikah, kamu cuma tamu undangan!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline