Lihat ke Halaman Asli

Dwi Klarasari

TERVERIFIKASI

Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

Bonus Demografi, Ibarat Pisau Bermata Dua

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14127416881892113305

[caption id="attachment_346635" align="aligncenter" width="478" caption="Ilust. dokumen pribadi"][/caption]

Bonus adalah keuntungan atau gratifikasi yang biasanya bersifat menggembirakan bagi siapapun yang menerimanya. Banyak orang berharap bisa menerima bonus. Misalnya, bonus (pembayaran tambahan di luar gaji) dari kantor, bonus saat berbelanja, bonus penggunaan sarana/prasarana, dan sebagainya. Tahukah Anda, ada juga bonus yang diharapkan oleh suatu negara? Bonus itu berasal dari aspek kependudukan yang disebut ‘bonus demografi’. Bonus macam apa itu?



Bonus demografi (demografic dividend) merupakan keuntungan/peluang yang akan didapat oleh suatu negara jika mencapai kondisi rasio ketergantungan rendah karena jumlah penduduk usia produktif (15−64 tahun) lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk usia nonproduktif (anak-anak dan lansia). Kondisi itu dapat terbaca dari perubahan komposisi penduduk menurut umur. Rendahnya rasio ketergantungan (dependency ratio) menguntungkan secara ekonomis karena berpotensi mendukung peningkatan kesejahteraan penduduk. Besarnya proporsi penduduk usia produktif juga berguna bagi kelangsungan pembangunan. Nah, bagaimana peluang Indonesia atas bonus demografi itu?



Demi Bonus, Laju Pertumbuhan Penduduk Harus Terkendali

Para ahli menyebut, tahapan bonus demografi Indonesia sudah dimulai sekitar tahun 1990-an. Sebagaimana umumnya bonus, bonus demografi tidak datang seketika namun merupakan dampak dari upaya yang telah dilakukan dalam jangka panjang. Menurut mereka, tahapan bonus demografi Indonesia merupakan dampak keberhasilan Program Keluarga Berencana (KB) yang telah dilaksanakan sejak tahun 1970-an. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat, keberhasilan Program KB nasional menurunkan tingkat fertilitas dapat dirasakan pada era 80-an. Pada era itu jumlah penduduk usia <15 tahun mulai menurun, dan sebagai kelanjutannya terjadilah peningkatan jumlah penduduk usia produktif serta penurunan jumlah penduduk usia nonproduktif. Dengan kata lain keberhasilan Program KB berdampak pada menurunnya rasio ketergantungan yang menjadi pintu masuk perolehan bonus demografi.




Para ilmuwan memprediksikan bahwa jika rasio ketergantungan terus menurun maka Indonesia berpotensi mengalami fase puncak bonus demografi mulai tahun 2020 hingga sekitar tahun 2025−2030 (dan selanjutnya akan terus menurun/menghilang). Bahkan mereka memperkirakan pada pertengahan periode 2020−2030 terjadi suatu peluang yang disebut ‘window of opportunity’, di mana saat itu rasio ketergantungan akan berada pada titik terendah, yaitu sekitar 44−46%. Berikut ilustrasinya!

Hasil Sensus Penduduk/SP 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237.641.326jiwa dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49% per tahun—sekitar 3,2 juta jiwa per tahun. Sementara itu, rasio ketergantungan menurun dari 53,77% (SP 2000) menjadi 51,31% (SP 2010). Selanjutnya dalam buku Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2010−2035, BPS juga menyebut jika laju pertumbuhan penduduk tidak berubah maka pada tahun 2020 Indonesia diproyeksikan akan berpenduduk sekitar 305,6 juta jiwa. Pada saat itu diperkirakan komposisi penduduk usia produktif mencapai 70% atau 2/3 jumlah total penduduk (sekitar 180 juta jiwa). Asumsinya jika laju pertumbuhan penduduk terus stabil maka persentase penduduk usia produktif diharapkan bisa tetap tinggi (sekitar 70%) hingga tahun 2030.

[caption id="attachment_346538" align="aligncenter" width="505" caption="Gambar 1: Tabel Jumlah Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 (Sumber: www.bkkbn.go.id) "]

14126811991227917773

[/caption]

[caption id="attachment_346539" align="aligncenter" width="524" caption="Gambar 2: Piramida Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 (Sumber: www.bkkbn.go.id) "]

14126813401034443101

[/caption]

Demi tercapainya peluang emas ‘window of opportunity’ pada periode 2020−2030, Indonesia harus menekan atau setidaknya menjaga agar rata-rata laju pertumbuhan penduduk stabil pada angka 1,49%. Faktanya pada beberapa wilayah di Indonesia, rata-rata laju pertumbuhan penduduk masih ada pada kisaran 2-4%. Melalui BKKBN sebagai salah satu ujung tombak, pemerintah terus melakukan berbagai upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk. BKKBN berupaya menggalakkan kembali program KB yang akhir-akhir ini ditengarai mengalami masa surut dibandingkan beberapa dekade awal. Selain program KB dengan berbagai perbaikan strategi, BKKBN juga mengampanyekan beragam program yang dianggap berdampak menekan laju pertumbuhan penduduk. Misalnya, kampanye perencanaan berkeluarga lewat program Genre (Generasi Berencana) dengan remaja sebagai targetnya; penyuluhan kepada pasangan pengantin baru terkait perencanaan kehamilan (menunda kehamilan, mengatur jarak kehamilan, dll); dan sebagainya. Beragam kampanye yang dilakukan secara langsung ataupun melalui media (cetak maupun online) tersebut seturut dengan visi-misi BKKBN (“Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” – “Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”)


[caption id="attachment_346540" align="aligncenter" width="438" caption="Gambar 3: Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia (Sumber: www.bkkbn.go.id)"]

14126814481049609848

[/caption]

[caption id="attachment_346541" align="aligncenter" width="567" caption="Gambar 4: Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia (Sumber: sp2010.bps.go.id)"]

1412681538830165986

[/caption]

Persiapan untuk Memetik Bonus Maksimal

Pernyataan bahwa ‘bonus demografi ibarat pisau bermata dua’—sebagaimana penulis pilih sebagai judul—bukanlah sekadar ungkapan. Para ahli menyebut bahwa datangnya fase bonus demografi bisa berdampak positif (menguntungkan) ataupun negatif (membawa bencana).

Begitulah! Pada satu sisi fase bonus demografi memang menguntungkan. Rasio ketergantungan yang rendah sangat menguntungkan karena anggaran negara yang semestinya diperuntukkan bagi usia nonproduktif bisa dialihkan untuk pembangunan sektor-sektor lain secara lebih merata. Keuntungan juga diperoleh dari melimpahnya penduduk usia produktif karena berpotensi memicu pertumbuhan ekonomi, yang selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Namun sebaliknya, fase bonus demografi akan berpotensi menjadi bumerang yang membawa bencana. Hal itu akan terjadi jika ledakan jumlah penduduk usia produktif tidak seluruhnya terserap dalam pasar kerja. Tanpa lapangan kerja, melimpahnya usia produktif identik dengan ledakan pengangguran. Meningkatnya pengangguran tentu akan berdampak buruk bagi stabilitas ekonomi maupun sosial.

Jadi, apakah fase bonus demografi—terutama window of opportunity—akan menguntungkan ataukah membawa bencana, semuanya tergantung pada persiapan yang dilakukan. Kepala BKKBN—dalam sambutan pada acara Pembukaan Seminar Internasional Mengoptimalkan Manfaat Bonus Demografi untuk Kemajuan Bangsa dan Kesejahteraan Penduduk (Jakarta, 22 Agustus 2013)—menyebutkan empat syarat yang harus menjadi perhatian pemerintah agar fase window of opportunity menjadi sumber daya pembangunan. Keempat syarat itu adalah: 1) penduduk harus berkualitas; 2) penduduk usia produktif harus terserap dalam pasar kerja; 3) meningkatnya tabungan di tingkat rumah tangga; 4) meningkatnya jumlah perempuan yang masuk pasar kerja.

Menurut penulis, di antara prasyarat tersebut, masalah paling krusial yang terlihat jelas dan harus diwaspadai oleh pemerintah adalah urgensi ketersediaan lapangan kerja bagi usia produktif yang akan melimpah. Selain penyediaan lapangan kerja, hal penting yang perlu dipersiapkan adalah lahirnya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas—berpendidikan cukup, sehat jasmani dan rohani, kreatif serta memiliki daya saing. Usia produktif yang tidak berkualitas cenderung hanya akan menjadi beban negara.

Oleh karena itu, agar kelak lonjakan penduduk usia produktif tidak menjadi ancaman, pemerintah perlu melakukan berbagai bentuk persiapan secara fisik maupun nonfisik—termasuk yang berhubungan erat dengan kebijakan dan regulasi. Berikut di antaranya.

*Mengupayakan peningkatan ketersediaan lapangan kerja dan juga standar upah minimal.

*Memaksimalkan anggaran pendidikan dan mengalokasikannya secara tepat terlebih untuk memeratakan sarana-prasarana untuk mendukung program wajib belajar 12 tahun.

*Terus berupaya menekan angka putus sekolah sekaligus meningkatkan jenjang pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk usia sekolah.

*Meningkatkan pusat-pusat pendidikan bersifat vokasional (semacam sekolah kejuruan) yang mengedepankan penguasaan keterampilan dari peserta didiknya (seperti bahasa, komunikasi, teknologi informasi, dsb.).

*Mengupayakan peningkatan kompetensi profesional penduduk usia produktif (keahlian dan keterampilan) agar mampu bersaing dalam pasar bebas—terutama menyongsong era pasar bebas ASEAN 2015 (Masyarakat Ekonomi Asean/Asean Economic Community). Misalnya dengan memaksimalkan peran Balai Latihan Kerja Indonesia (BLKI) hingga ke tingkat kecamatan/kelurahan.

*Menciptakan iklim/peluang kewirausahaan serta mendorong tumbuh-kembang industri kreatif dan industri rumah tangga, termasuk bagi para ibu rumah tangga. Seperti halnya tenaga kerja, perlu diupayakan agar produk lokal berterima dan mampu bersaing di pasar bebas.

*Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan memaksimalkan anggaran negara untuk peningkatan dan pemerataan sarana-prasarana kesehatan.

*Mengupayakan lahirnya kebijakan-kebijakan yang populis serta berpihak pada realisasi atas berbagai gerakan/upaya yang telah disebutkan di atas (meliputi bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, pemberdayaan perempuan, dsb.).

Berbagai upaya potensial dan sudah berdampak nyata yang mungkin selama ini telah dilakukan oleh pemerintah perlu terus ditingkatkan. Pada pokoknya pemerintah diharapkan terus-menerus mengupayakan perbaikan strategi dan pemerataan di seluruh wilayah Indonesia.

Adakah Peran Masyarakat Dibutuhkan?

Pemerintah bertanggung jawab atas keberhasilan bangsa ini memetik keuntungan secara optimal dari fase bonus demografi terlebih pada ‘window of opportunity’. Hal itu sudah pasti! Sebagai penanggung jawab utama, pemerintah bertugas mempersiapkan segala sarana-prasarana dan juga kebijakan terkait. Namun perlu kita sadari bahwa sebanyak apapun upaya pemerintah, tidak satu pun akan berhasil tanpa peran serta masyarakat.

Pemerintah tidak dapat bergerak sendiri! Kita—seluruh elemen masyarakat—harus berperansebagai penopang/pendukung demi terealisasinya segala program persiapan yang diupayakan pemerintah. Lewat cara apa masyarakat bisa berperan? Masyarakat bisa mendukung—secara pribadi maupun kelompok—di antaranya lewat beberapa cara berikut!

*Merealisasikan kesadaran akan arti penting pendidikan, baik formal maupun nonformal. Keluarga dan masyarakat bertanggung jawab mengupayakan pendidikan bagi anak usia sekolah; membekali anak dengan berbagai keterampilan (bahasa, komunikasi, teknologi informasi, dll.); dan sebagainya.

*Turut mengupayakan lahirnya generasi muda berkualitas—sehat jasmani rohani, kreatif, dan berdaya saing. Setiap keluarga harus berupaya menjaga asupan gizi, menjaga ketekunan dalam kehidupan religius, dan menumbuhkan kreativitas bagi anak-anaknya.

*Mengupayakan peningkatan ekonomi keluarga melalui pengembangan usaha berbasis rumah tangga (wirausaha). Misalnya, membuat usaha kuliner, jahit-menjahit, dll.

*Menumbuhkan mental wirausaha di kalangan generasi muda. Dengan demikian pada usia produktif mereka tak hanya bergantung pada keberadaan lapangan kerja, sebaliknya berupaya menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Berbagai cara di atas hanyalah sebagian contoh sederhana. Kita masih bisa memikirkan dan mengupayakan cara-cara lain yang mungkin lebih inovatif. Pada prinsipnya masyarakat pun perlu berperan aktif untuk merealisasikan raihan bonus demografi.

Akhirnya kita mafhum bahwa tentulah seluruh elemen bangsa menaruh harapan besar agar fase bonus demografi terutama pada puncaknya ‘window of opportunity’ menjadi peluang emas bagi kemajuan dan peningkatan kesejahteraan bangsa Indonesia. Harapan yang dilengkapi dengan persiapan matang menjadi satu-satunya pilihan. Sebab, ketidaksiapan kita untuk menerima bonus demografi itu justru akan membawa bangsa Indonesia ke dalam jurang bencana.

Depok, 8 Oktober 2014

@dwiklarasari

Bahan Bacaan:

-http://www.bkkbn.go.id/

-http://www.bps.go.id/

-http://sp2010.bps.go.id/

-http://www.depnakertrans.go.id/?

-Proyeksi Penduduk Indonesia (Indonesia Population Projection) 2010–2035 oleh Bappennas, BPS dan United Nations Population Fund. Diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik, di Jakarta tahun 2013.

-Folder Info Program BKKBN “Seminar Internasional Mengoptimalkan Potensi Bonus Demografi, 22 Agustus 2013” (http://www.bkkbn.go.id/infoprogram/Default.aspx).

-Bonus Demografi Menjelaskan Hubungan antara Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi, Bahan Kuliah Penduduk dan Pembangunan oleh Prof. Dr. Sri Moertiningsih Adioetomo, PhD., 30 September 2011.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline