Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari Perjuangan Mei 1998, Sebuah Catatan Kritis

Diperbarui: 8 Mei 2018   12:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. (sumber: KOMPAS/Satrio Nusantoro)

"Aku tundukan kepala yang sedalam-dalamnya untuk Para Martir, Kawan-kawan baik yg dikenal maupun yang sama sekali tidak dikenal oleh publik, yang dengan gagah berani tanpa pamrih telah dan pernah menyumbangkan miliknya untuk Orang banyak..."

"- Wiji Thukul – Herman Hendrawan  - Bimo Petrus - Suyat - Moses Gatot Kaca - Yun Hap - Iqbal - Temu, Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, Munir dan ribuan nama-nama Angkatan muda lainya yg gugur dalam perjuangan...."

- - - - -

Kalau kita melihat apa yang terjadi di Indonesia, khususnya di kota Jakarta pada bulan Mei 1998, tentunya konteks peristiwa ini tidak bisa kita lepaskan begitu saja (seolah-olah berdiri sendiri) dari peristiwa-peristiwa sebelumnya, yang menjadi seting dan latar Pra-kondisi yang mendahului-nya. 

Penting bagi kita untuk melihat bagaimana dinamika gerakan Rakyat dan Mahasiswa antara tahun 1996 dan tahun 1997, yang begitu dinamis dan bergolak karakter penentangan-nya terhadap Rezim Soeharto kala itu, bagaimana dituasi dan konteks dari narasi-narasi alur sejarah itu berlangsung. 

Tentunya hal seperti ini masih sangat jarang dilihat oleh banyak kalangan pembaca di Indonesia, utamanya generasi muda yang mungkin tidak mengalami dan bersentuhan secara langsung, bagaimana potret-potre Pra kondisi gerakan Rakyat dan Mahasiswa sebelum Mei 98.

Seperti kita ketahui bahwa dua tahun sebelum meletusnya peristiwa Mei 1998 tepatnya pada tanggal 27 Juli 1996, di Jakarta terjadi sebuah peristiwa besar yaitu terjadi perebutan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Cikini. 

Peristiwa ini bermula saat Rezim Soeharto yang otoriter ingin mengontrol kekuasaanya secara penuh terhadap seluruh saluran dan aspirasi Politik rakyat, dalam hal ini yaitu Partai Politik yang ada saat itu, Ormas-ormas (Organisasi masa) dalam hal ini termasuk juga oragnisasi Mahasiswa, Buruh, Petani dan lain-lain, harus tunduk dan patuh dibawah kendali kekuasaan Orba yang Represif dan Militeristik.

Konflik di Tubuh PDI pada saat itu, yaitu antara kubu PDI Suryadi (Boneka Orde baru) yang didukung penuh oleh Militer dan Rezim Orba, melawan Kubu PDI Megawati yang kala itu didukung oleh massa Rakyat perkotaan, Gerakan Mahasiswa, gerakan Buruh dan gerakan Pro-Demokrasi lainnya yang anti dengan kekuasaan Soeharto.

Klimaks dari peristiwa 27 Juli itu adalah pada saat terjadi pengambil alihan secara paksa Kantor DPP PDI dari para pendukung Megawati, Massa Rakyat perkotaan, gerakan Mahasiswa dan para aktifist Pro Demokrasi yang melakukan mimbar bebas dan menduduki Kantor tersebut disatu sisi, melawan para Preman bayaran Pro Suyadi yang di beking oleh Aparat Militer dan Polisi. 

Terjadilah bentrokan dijalan Diponegoro, salemba, Cikini dan sekitarnya, antara Puluhan Ribu Mahasiswa dan Rakyat Jakarta melawan Tentara Orba, yang berlangsung selama hampir dua hari. Suharto dan para Jenderal Orba saat itu sangat marah, dengan mulai bangkitnya perlawanan rakyat yang mulai menentang kekuasaan Orba selama puluhan tahun ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline