Lihat ke Halaman Asli

Guruku Sayang Guruku Malang

Diperbarui: 24 Maret 2022   07:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Guruku Sayang Guruku Malang

Episode 1 : Motor Butut Pak Guru

Pagi ini aku tergesa-gesa berangkat ke sekolah. Waktu sudah menunjukkan pukul 06.50.  Hanya ada waktu 10 menit untuk perjalanan ke sekolahku mana jaraknya lumayan jauh pula, sekitar 15 km. Aku melajukan motor bututku dengan kencang. Namun tiba-tiba mesin motorku mati dan tidak berbunyi lagi. Perlahan laju motor berjalan semakin pelan lalu berhenti. Aku turun dari motor mencoba memeriksa apa yang salah dari motorku. Ku coba untuk menstarter lagi motorku namun ia hanya terbatuk-batuk saja. Aku semakin jengkel karena jelas aku akan terlambat sampai ke sekolah. Membayangkan omelan dari Ibu Kepala Sekolahku membuatku semakin panik.

                Berkali-kali aku mencoba menstarter namun motorku belum juga mau menyala. Aku membuka kap bensin yang berada di dalam jok tempat duduk motor. Bensin masih terlihat, maka kehabisan bensin bukan penyebab mogoknya motorku. Terpaksalah berolah raga pagi dengan berjalan sambil mendorong motor yang mogok. Lelah sekali rasannya, mana aku tadi juga belum sempat sarapan. Aku menghentikan langkahku, capek lelah dan haus. Aku beristirahat sejenak di bawah sebuah pohon asam nan rindang. Dalam hati aku terus berdoa agar sesampai di sekolah Ibu KS ku tidak memarahiku. Aku membuka telepon genggamku yang layarnya sudah sedikit retak. Aku ingin menghubungi Ibu Kepala Sekolah dan meminta ijin untuk terlambat. Aku buka aplikasi whatsapp dan menelepon Ibu Kepala Sekolah. Tertulis di layar "memanggil", ah alamat telp tidak terhubung. Aku mencoba mengecek pulsa dan paket dataku. Ternyata habis dua-duanya. Ya sudahlah mungkin memang hari ini hari yang nahas buatku.

                Sebuah mobil fortuner berhenti di depanku. Nampaknya mobil itu masih baru, terlihat masih sangat kinclong. Pintu penumpang terbuka, seorang pemuda tampan turun. Dia berjalan ke arahku kemudian memberi salam dan mencium tanganku. Aku menyalaminya kembali seraya mencoba-mengingat siapakah pemuda ini, apakah salah satu muridku dulu. "Bapak masih ingat saya ?" tanya pemuda itu. Aku menggaruk-garuk kepalaku, sungguh aku tak mengingat sama sekali siapa pemuda di hadapanku ini. "Maafkan Bapak, anak ini siapa ya ?" aku balik bertanya kepada sang pemuda tampan. Si pemuda tersenyum saja dengan jawabanku. Kemudian dia menyuruhku masuk ke dalam mobil. Sopirnya yang sedari tadi menunggu di belakang pemuda nampak sigap dengan majikannya. "Motor bapak biar ditunggui sopir saya, tadi dia sudah menelepon bengkel. Sekarang mari bapak saya antar ke sekolah. Bapak sudah terlambat bukan?" pemuda itu memberikan penjelasan sambil membukakan pintu penumpang di bagian depan. Setelah aku naik dan menutup pintu, dia berjalan dan mengambil alih posisi kemudi.

Dalam perjalanan ke sekolah dia menjelaskan bahwa dia dulu adalah muridku. Dia sangat mengagumi caraku mengajar hingga dia masih selalu mengingat wajahku. Dalam hati aku juga gembira dan bersyukur atas kesuksesan yang telah dicapai muridku. Di sisi lain aku juga malu, dari jaman dahulu kala motorku masih tetap sama. Aku belum mampu membeli motor yang baru karena gajiku sebagai guru honorer hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akhirnya aku sampai di sekolah. Aku turun dan mengucapkan terima kasih serta mendoakan agar muridku tetap sukses selalu dalam kehidupannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline