Pendahuluan
Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM ) adalah roda penggerak perekonomian Indonesia. Ketika berdiskusi tentang bisnis serta ekonomi, terlebih tentang dunia usaha terkadang kita dihadapkan pada satu sebutan yang sangat berfungsi terhadap perekonomian adalah UMKM (Priharto, 2020). Dari namanya UMKM mempunyai kepanjangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), tetapi jangan salah sang kecil ini mempunyai donasi yang sangat besar serta krusial untuk perekonomian Indonesia secara makro. Departemen Koperasi serta UKM RI memberikan data kalau secara jumlah unit, UMKM mempunyai pangsa berkisar 99, 99% (62. 9 juta unit) dari total totalitas pelaksana usaha di Indonesia (2017), sedangkan usaha besar cuma sebanyak 0,01% ataupun kurang lebih 5400 unit. Usaha Mikro menyerap berkisar 107, 2 juta tenaga kerja (89, 2%), Usaha Kecil 5,7 juta (4,74%), serta Usaha Menengah 3, 73 juta ( 3, 11%). Sedangkan Usaha Besar menyerap kurang lebih 3, 58 juta jiwa. Maksudnya secara keseluruhan UMKM menyerap kurang lebih 97% tenaga kerja nasional, sedangkan Usaha Besar hanya mencapai 3% dari total tenaga kerja nasional (Haryanti &Hidayah, 2018).
Awal kontribusinya yang cukup baik terhadap perekonomian nasional ternyata UMKM tergolong jenis usaha marjinal, karena masih terdapatnya permasalahan mendasar sehingga menghambat perkembangan UMKM tersebut, diantaranya adalah penggunaan teknologi yang relatif sederhana, tingkat modal yang rendah, akses terhadap kredit yang rendah, serta cenderung berorientasi pada pasar lokal (Kurniawan & Fauziah, 2015). Pelaku Usaha Mikro Kecil serta Menengah (UMKM) saat ini, baik di bagian usaha jasa ataupun pembuatan hadapi bermacam- macam tantangan berat dalam keadaan pandemic Covid- 19 yang sudah berlangsung semenjak 3 bulan terakhir. Tantangan yang sangat banyak dialami oleh pelaku UMKM adalah terdapatnya penurunan omzet yang signifikan, sepinya pelanggan, kesusahan memperoleh bahan baku, serta hambatan pemasaran produk karena terdapatnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilaksanakan di sebagian besar daerah Indonesia. Saat ini pelaku UMKM dihadapkan pada masa tatanan baru serta kenormalan baru ataupun lebih diketahui dengan istilah New Normal yang diisyarati dengan dibukanya kembali kegiatan keseharian warga dengan dengan tetap memepertahankan protokol kesehatan dari penyebaran pandemi Covid- 19 (Narto & HM, 2020).
Untuk lingkup Kabupaten/ Kota yang memiliki kewenangan dalam pengembangan UMKM, memerlukan rumusan kebijakan yang lebih kondusif, koordinatif dan terintegrasi. Usaha mikro adalah badan usaha perorangan yang memiliki kriteria sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ( UMKM ), yaitu memiliki aset atau kekayaan bersih hingga Rp 50 juta, tidak termasuk tanah atau bangunan tempat usaha dan omzet penjualan tahunan hingga Rp 300 juta. Sementara, berdasarkan perkembangannya, usaha mikro diklasifikan menjadi dua, yaitu : (1) Livelihood, yakni usaha mikro yang sifatnya untuk mencari nafkah semata. Jenis usaha mikro yang satu ini dikenal luas sebagai sektor informal. Contohnya, pedagang kaki lima dan (2) Mikro, yakni usaha mikro yang sudah cukup berkembang, namun memiliki sifat kewirausahaan dan belum bisa menerima perkerjaan sub kontraktor serta belum bisa melakukan kegiatan ekspor (Undang-Undang Republik Indonesia, 2008).
Berdasarkan penjelasan di atas mempunyai tujuan mengidentifikasi permasalahan produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM ) yang ada di Probolinggo dan selanjutnya rumusan kebijakan alternatif yang dapat dilakukan pemerintah daerah sebagai rekomendasi dalam upaya meningkatkan pemasaran UMKM di Probolinggo. Dengan adanya kebijakan dari pemerintah daerah dapat mendoronng pertumbuhan ekonomi sektoral daerah melalui strategi pemasaran produk- produk UMKM yang banyak mengusung potensi dan produk unggulan daerah setempat dengan kekhasan dan keunikan tersendiri.
Diskusi
1. Hasil Analisis Data Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM )
a) Karakteristik Jenis Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM )
Berdasarkan hasil survey diperoleh data bahwa karakteristik data UMKM di
Probolinggo dibagi menjadi beberapa kelompok usaha, yakni aneka industri, bahan dasar sembako, kerajinan, makanan dan minuman, pertanian, dan tekstil. Karakteristik jenis UMKM menentukan keberhasilan usaha tersebut dijalankan. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Safitri &Khasan Setiaji, 2018) mengungkapkan bahwa karakteristik wirausaha mempengaruhi perkembangan usahanya, selain itu faktor modal juga menentukan perkembangan UMKM yang dijalankan.
b) Sumber Produksi atau Modal Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM )
Sumber produksi UMKM di Probolinggo memiliki jenis yang beragam, namun yang terbanyak adalah dana pribadi. Hal ini dikarenakan sebagian pelaku usaha merasa penggunaan bank terlalu rumit. Hasil survey dan analisis tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Safanah, 2018) menyatakan bahwa sebagaian besar UMKM memiliki sumber modal berasal dari modal sendiri dan utang dari lembaga formal maupun non-formal. Tetapi permasalahannya adalah UMKM ini memiliki pencatatan keuangan yang belum terlalu baik dan rinci sehingga dapat mengancam usaha yang mareka jalankan.