REVOLUSI SAMPAH, sekarang juga kita mulai!
Sudah berapa menteri lingkungan dan menteri kesehatan Indonesia berganti? Tapi bakar sampah, bencana nasional buatan kita, tidak pernah berhenti, bahkan semakin marak dan menjadi budaya. Hampir setiap hari dari rumah ke rumah, toko ke toko, pabrik ke pabrik, asap sampah mengepul, mengiris paru-paru.
Sudah sama-sama kita ketahui, dan sudah terlalu banyak ditulis - dalam artikel, media masa, dan buku - bahwa bakar sampah sangatlah berbahaya. Asap dari pembakaran sampah organik saja sudah berbahaya, apalagi asap dari pembakaran sampah anorganik, seperti sampah plastik, logam, beling, tekstil, dan karet, yang terkandung dalam berbagai wujud, misah bungkus makanan, spanduk bekas, lap bengkel, dll. Gas-gas yang terbentuk dari bakar sampah memicu beragam penyakit mulai dari batuk, radang tenggorokan, sampai beragam kanker.
Kementerian kesehatan sering mengkampanyekan perilaku hidup sehat, misal empat sehat lima sempurna, olahraga teratur, dan tidur cukup. Tapi kebiasaan buruk bakar sampah hampir tidak pernah disinggung. Padahal sekalipun sudah bergaya hidup sehat, namun apabila setiap hari terpapar gas beracun dari pembakaran sampah, musnahlah kesehatan yang telah dengan tekun diupayakan. Perilaku sehat menjadi mubazir gara-gara bakar sampah.
Kementerian kesehatan dari pemerintahan ke pemerintahan membangun banyak rumah sakit dan puskesmas, bahkan di era presiden Jokowi, puskesmas-puskesmas bertransformasi menjadi pusat layanan modern, yang layanannya patut diacungi jempol.
Bisa kita lihat bahwa puskesmas-puskesmas pemberantas penyakit ditingkatkan kualitasnya, namun sumber penyakit, dalam hal ini bakar sampah, terabaikan. Kementerian kesehatan seharusnya berupaya tidak hanya memberantas penyakit, tapi juga mengatasi sumber penyakit.
Kementerian lingkungan dari masa ke masa banyak menggalakkan penanaman hutan kembali dan mendorong pemerintah-pemerintah daerah membuat hutan kota, yang salah satu tujuannya adalah untuk menciptakan paru-paru hijau, pencipta oksigen, bagi daerah, negara, bahkan dunia.
Namun di sisi lain, kementerian lingkungan tidak memberi perhatian sama sekali pada bakar sampah masif yang menghancurkan oksigen yang dihasilkan oleh hutan-hutan yang telah mereka ciptakan. Kementerian lingkungan seharusnya berupaya tidak hanya membuat hutan pencipta oksigen, tapi juga menanggulangi bakar sampah perusak oksigen.
Sudah terlalu banyak disampaikan oleh para pakar tentang bahayanya bakar sampah. Kita semua, mulai dari buruh kecil sampai presiden, bisa merasakan betapa tercekiknya tenggorokan, betapa pedihnya mata, dan betapa sesaknya paru-paru apabila terhirup asap bakar sampah. Pejabat-pejabat di kementerian lingkungan dan kementerian kesehatan jelas tahu betul (mereka ahlinya) betapa gas-gas beracun dari bakar sampah sangat merusak lingkungan dan tubuh manusia. Artinya? Kita mestinya sadar bahwa Indonesia sudah terlalu lama darurat bakar sampah.
Artinya lagi apa? Sekarang juga kita hentikan bakar sampah!
Solusi dan rekomendasi sudah banyak ditawarkan dan disampaikan oleh berbagai lembaga (baca https://www.kompasiana.com/dwi1501/5c7c090412ae940efb6ab2eb/rekomendasi-dan-gerakan-nyata-nahdlatul-ulama-nu-menanggulangi-permasalahan-sampah) dan ahli-ahli lingkungan, termasuk ibu Maria G Soemitro (https://www.kompasiana.com/mariahardayanto), bapak H. Asrul Hoesein (https://www.kompasiana.com/hasrulhoesein), dan ahli-ahli yang aktif di WALHI dan Greenpeace Indonesia (http://www.greenpeace.org/seasia/id/). Sekarang saatnya pemerintah mendengarkan solusi dan rekomendasi mereka, mengajak mereka bicara, dan bergerak!